UU Cipta Kerja Berisi Tentang apa dan Mengapa Ditolak?


Kenapa UU Cipta Berisi Tentag Apa, Dan Mengapa Ditolak?

Perppu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022: Dampaknya terhadap Industri Batu Bara dan Implikasinya bagi Rakyat

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah memicu perdebatan dan kontroversi, terutama mengenai dugaan adanya keuntungan yang diberikan kepada pengusaha tambang batu bara. Cendekiawan Muslim, Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY), menilai bahwa Perppu ini lebih sebagai penegasan atas keberlanjutan kebijakan yang sudah ada sebelumnya, khususnya terkait Undang-Undang Minerba yang sudah memicu pro dan kontra.

Dalam diskusi Perspektif PKAD: Gawat!! Perppu Ciptaker Menguntungkan Pengusaha Batu Bara & Listrik!!, UIY mengungkapkan bahwa Perppu ini hanya mengonfirmasi apa yang sudah terjadi sebelumnya. Ia menilai bahwa kebijakan ini lebih berfokus pada kepentingan pengusaha tambang batu bara yang, menurutnya, mendapatkan keuntungan besar dari kebijakan tersebut.

Kontroversi Perppu dan Hubungannya dengan UU Minerba

Pada 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Cipta Kerja sebagai pengganti UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang dianggap cacat formil. Mahkamah Konstitusi sebelumnya memutuskan bahwa UU tersebut inkonstitusional bersyarat dan memberi tenggat waktu dua tahun bagi pemerintah untuk memperbaikinya. Namun, alih-alih mengimplementasikan putusan MK, pemerintah malah melanjutkan penerapan UU yang dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945.

Salah satu isu yang dipersoalkan adalah kebijakan dalam UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, yang menurut UIY, memberikan keuntungan kepada perusahaan tambang batu bara. UIY merujuk pada ketentuan yang memberikan kepastian perpanjangan kontrak kepada perusahaan tambang yang menguasai area sebesar 380 ribu hektare. Ia menilai kebijakan ini bertentangan dengan prinsip keadilan ekonomi, karena seharusnya tanah tersebut dikembalikan kepada negara setelah masa kontraknya habis, bukan diperpanjang.

Dampak Perpanjangan Kontrak dan Royalti Nol Persen

UIY juga menyoroti soal penghapusan kewajiban pembayaran royalti bagi perusahaan yang dianggap melakukan hilirisasi. Menurutnya, hilirisasi adalah pilihan bisnis yang seharusnya tidak menjadikan perusahaan tersebut bebas dari kewajiban membayar royalti. Bahkan, ia menyebutkan bahwa negara bisa saja melakukan pengelolaan sumber daya alam tanpa melibatkan perusahaan swasta.

Selain itu, UIY juga mengkritisi Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 yang mengeluarkan limbah hasil pembakaran batu bara (FABA) dari kategori limbah berbahaya, yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 101 Tahun 2014. Penghilangan kategori B3 untuk limbah batu bara ini, menurut UIY, memberi keuntungan finansial bagi perusahaan batu bara yang seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan.

Implikasi Sosial dan Kesehatan Lingkungan

Perubahan kebijakan terkait pengelolaan limbah batu bara juga berdampak pada kesehatan masyarakat. Abu terbang dan abu dasar yang dihasilkan dari pembakaran batu bara berpotensi menimbulkan penyakit paru-paru berbahaya, seperti coal workers pneumoconiosis. Selain itu, pemerintah memperkirakan pada 2021 saja sudah ada 17 juta ton FABA yang dihasilkan, dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 49 juta ton pada 2050.

Dampak Buruk UU Cipta Kerja bagi Buruh

Tak hanya untuk sektor tambang, UU Cipta Kerja juga menimbulkan kontroversi terkait dampaknya terhadap hak-hak buruh. Sejumlah poin dalam Bab Ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja berpotensi merugikan buruh, termasuk:

  1. Kerja Kontrak yang Masif - UU ini memperlonggar ketentuan mengenai kerja kontrak, memungkinkan perusahaan untuk memperpanjang kontrak tanpa batas waktu yang jelas.
  2. Outsourcing Tanpa Batasan - Praktik outsourcing kini berlaku untuk semua jenis pekerjaan, tidak hanya pekerjaan non-produktif seperti sebelumnya.
  3. Eksploitasi Lembur - UU ini memperpanjang batasan jam lembur, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan buruh.
  4. Penghapusan Hak Istirahat dan Cuti - Beberapa hak istirahat dan cuti panjang bagi buruh dihapuskan, yang berdampak pada kesejahteraan mereka.
  5. Kewajiban Gubernur Menetapkan Upah Minimum - Kini, gubernur tidak lagi diwajibkan untuk menetapkan upah minimum kabupaten/kota, sehingga kepastian upah buruh semakin terancam.
  6. PHK Semakin Mudah - UU ini mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK sepihak, tanpa prosedur yang ketat.
  7. Pengurangan Hak Pesangon - Beberapa hak pesangon bagi buruh yang terkena PHK dihapuskan.
  8. Penghapusan Jaminan Hak Buruh - UU ini mengurangi jaminan hak buruh, termasuk hak untuk menuntut PHK yang tidak sah.

Kesimpulan: Dampak Jangka Panjang Perppu Cipta Kerja

Perppu Cipta Kerja dan UU Cipta Kerja yang disahkannya, serta perubahan-perubahan dalam UU Minerba, dapat dilihat sebagai langkah yang semakin memperbesar ketidakadilan sosial dan ekonomi di Indonesia. Kebijakan ini memberikan keuntungan besar bagi pengusaha tambang, namun berdampak buruk bagi buruh dan lingkungan. Terlebih, dengan adanya penghapusan royalti dan perlindungan terhadap limbah batu bara, serta kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan PHK sepihak, kebijakan ini semakin menunjukkan keberpihakan pada sektor industri dan oligarki, bukan pada kesejahteraan rakyat.

Bagi banyak pihak, terutama buruh dan masyarakat, kebijakan ini dapat dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan mereka, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan. Dengan demikian, penting untuk terus memperjuangkan kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada rakyat banyak.

#PerppuCiptaKerja #UUOmnibusLaw #IndustriBatuBara #KesejahteraanRakyat #HakBuruh #LingkunganHidup #KeadilanEkonomi

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak