Agar Aurat Terjaga, Inilah Industri Tekstil dalam Sejarah Perdaban Islam

 

Agar Aurat Terjaga, Inilah Industri Tekstil dalam Sejarah Perdaban Islam


Dr. Fahmi Amhar

Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan bahwa hari-hari ini Indonesia sudah memasuki kondisi “Darurat Kejahatan Seksual”.  Bagaimana tidak, ada ayah yang menzinai anak perempuan kandungnya sendiri, konon dengan restu istrinya (ibu si gadis), karena si ibu merasa sudah tidak bisa melayani suaminya, dan “daripada sama orang lain, tidak jelas, mending sama anak sendiri saja”, begitu pikirnya.

Tentu saja persoalan kejahatan seksual sangat kompleks.  Ada unsur taraf “kecerdasan islami” yang rendah.  Ada godaan akibat tayangan televisi yang tidak sehat.  Ada peredaran pornografi dalam bentuk VCD porno ataupun via internet yang sangat bebas.  Ada dampak kemiskinan sehingga satu keluarga hanya hidup dalam satu kamar, sehingga aurat tidak lagi dapat terjaga.  Ada dampak dunia kerja lebih mengakomodasi perempuan, sehingga perempuan pekerja relatif lebih cepat capek, sementara suaminya yang pengangguran jadi kurang kerjaan.

Namun salah satu yang sangat penting adalah, karena persoalan aurat yang memang kurang terjaga.  Padahal Islam sangat memperhatikan persoalan perlindungan aurat.  Salah satu bentuknya adalah teknologi tekstil.

Industri tekstil termasuk industri pelopor pada masa Islam.  Ini wajar karena menutup aurat adalah kewajiban sekaligus kebutuhan dasar masyarakat.  Pengaruh industri tekstil di masa Islam tampak dari kata-kata Arab untuk tekstil yang ada pada bahasa-bahasa Eropa, misalnya kata damask, muslin dan mohair  dalam bahasa Inggris.

Serat tertua yang digunakan dalam tekstil Muslim adalah wol.  Lapisan bulu bagian dalam domba Angora yang disebut mohair (dari bahasa Arab mukhayyar) digunakan untuk syal yang halus dan bagian yang lembut pada jas, sedang bulu onta digunakan untuk bahan-bahan lain.

Domba dicukur dengan sebuah gunting besar dan sebelum dipintal, wol mentah ini terlebih dulu disortir berdasarkan kualitas, kemudian dibersihkan, dihilangkan lemaknya dan disisir.

Dari zaman Firaun, Mesir terkenal dengan linennya, tetapi di zaman Islam pembuatan linen menyebar ke Iran dan negeri Islam lain.  Rami dari Mesir diekspor ke berbagai negara, termasuk Eropa, mendominasi pasar sampai tahun 1300 M.  Rami diproses untuk diambil seratnya.

Kapas dikenal di India dan Mesir kuno, tetapi baru setelah kedatangan Islam kapas menjadi bahan baku tekstil yang penting.  Salah satu hasil revolusi pertanian Muslim adalah penyebaran tanaman kapas ke seluruh wilayah Islam, ke Timur maupun Barat.  

Umat Islam jugalah yang memperkenalkan industri tekstil kapas ke Spanyol di abad-2 M (abad-8 H).  Di sini tanaman kapas tumbuh subur sebelum menyebar ke Prancis abad-12 M, ke Belgia abad-13 M, ke Jerman abad-14 M dan ke Inggris seabad kemudian.  Dia juga menjadi faktor utama revolusi industri tiga abad belakangan.

Di pabrik, buah kapas diproses sebelum dipintal.  Serat dipisahkan dari bijinya, kemudian dibersihkan dari pengotor.  Petunjuk untuk memperkirakan kualitas kapas yang telah dipisahkan dan bebas dari biji serta kulit diberikan dalam sebuah manual (alhisba) yang disiapkan sebagai panduan bagi para muhtasib.

Selain wol, serat rami dan kapas, sutera juga menjadi bahan baku tekstil.  Bahan baku sutera diperoleh dari kokon ulat sutera yang dijemur di terik matahari atau direndam air mendidih hingga larva di dalamnya mati.  Kemudian filamen dari kokon itu digulung atau dipintal seperti wol atau kapas.

Industri sutera dibawa dari Cina sebelum zaman Islam.  Namun di masa Islamlah pabrikasi sutera menjadi hal penting sehingga akhirnya “sutera Islam” menggantikan sutera Byzantium di pasaran Eropa dan mendominasi hingga abad-13 M.  Sutera tetap menjadi komoditas ekspor terpenting masyarakat Islam ke Barat hingga abad-19 M.  Sutera-sutera ini bertuliskan Arab setidaknya untuk menunjukkan tempat dan tahun pembuatan.  Tak heran, hingga kini masih ada kain penutup dari sutera di berbagai gereja di Barat yang bertemakan penggalan kalimat syahadat Islam.

Mesin pintal untuk membuat benang dari berbagai bahan tadi mengalami evolusi sejak zaman Cina kuno hingga bentuknya yang sempurna di zaman Revolusi Industri.  Ibnu Miskawayh (wafat 1030 M) dalam Kitab Tajari al-Umam (Pengalaman Bangsa-bangsa) memberikan deskripsi tentang mesin pemintal sutera di masanya yang sudah terdiri dari banyak gelondong.  Dalam kitab Maqamat  karya al-Hariri (1237 M) terdapat ilustrasi tentang seorang gadis yang bekerja pada roda pemintal.

Setelah pemintalan dilakukan serangkaian persiapan sebelum penenunan (untuk membuat kain dari benang).  Prinsip dasarnya adalah menganyam seberkas benang.  Meski perkakas tenun sudah ada sejak zaman pra Islam, para insinyur Muslim menambahkan beberapa komponen yang signifikan, misal pedal untuk menaik-turunkan benang.  Jika salah satu pedal ditekan, kumparan dilontarkan dari satu tangan ke tangan lain melalui sela di antara benang-benang, lalu ditimpa dengan sisir benang, kemudian pedal yang lain ditekan untuk membuka bukaan yang berlawanan, kumparan kembali melintas dan benang kembali ke tempat semula.  Demikianlah seterusnya, dan semua ini terjadi dengan sangat cepat.

Proses tenun ini bahkan bisa didesain dengan berbagai jenis dan warna benang sehingga membentuk pola atau motif tertentu.  Deskripsi menarik tentang perkakas tenun gambar ini dilaporkan oleh al-Nuwairi (wafat 1376 M).

Ibn al-Mubarrid (abad-16 M) menulis dalam Kitab al-Hisba tentang 100 tipe penenun!  Dia memberikan daftar tentang sepuluh jenis penenun katun, lebih dari dua puluh penenun linen, lebih dari empat puluh untuk sutera, lebih dari sepuluh untuk permadani dan karpet, dan lebih dari lima untuk kanvas dan karung goni.

Banyak profesi terkait dengan industri tekstil.  Mulai dari saudagar penjual pakaian baru, pedagang pakaian bekas dan kain lap, pedagang sutera dan benang, pengelantang, pengempa, pencelup, pemintal dan berbagai pengrajin lain.  Seorang muhtasib bertugas mengawasi mutu dan pelaksanaan peraturan-peraturan pemerintah, sehingga seluruh profesi ini berhasil menyediakan penutup aurat yang bermutu tinggi dan sesuai selera konsumen.

Pada zaman sekarang, ketika tekstil yang tahan lama telah dapat diproduksi dengan murah, dunia fesyen lalu didorong agar produk industri tekstil tetap dapat diserap pasar.  Fesyen menjadi industri kreatif nomor satu.  Pertanyaannya, apakah tujuan semula untuk melindungi aurat telah tercapai?  Mungkin diperlukan kembali institusi hisbah untuk mengawasinya.[]

Posting Komentar