SLB Minim Guru PAI, Negara Abai Menjaga Akidah Generasi?

Seharusnya pemimpin bertanggung jawab dalam memenuhi segala kebutuhan yang dipimpinnya. Namun, dalam sistem Kapitalisme pemimpin abai terhadap kebutuh
SLB Minim Guru PAI, Negara Abai Menjaga Akidah Generasi?



Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Rasulullah saw. bersabda, "Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Seharusnya pemimpin bertanggung jawab dalam memenuhi segala kebutuhan yang dipimpinnya. Namun, dalam sistem Kapitalisme pemimpin abai terhadap kebutuhan rakyatnya. Misalnya dalam distribusi guru pendidikan agama di SLB.

Dilansir dari kampus.republika.co.id, (5/12/2022), terdapat 50 persen lebih Sekolah Luar Biasa (SLB) tidak mempunyai guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Data tahun 2022 Kemendikbudristek menyebutkan saat ini terdapat 2.289 SLB, dengan 24.657 guru dan 112.364 siswa, baik yang dikelola oleh SLB Negeri maupun SLB swasta.
Kurang Perhatian
Sungguh memprihatinkan, SLB yang butuh diperhatikan khusus ternyata kurang perhatian pendidikan agamanya. Padahal, kekurangan mereka seharusnya diperkuat oleh pelayanan pendidikan agama yang bagus. Ini menjadi kewajiban negara dalam mengurus rakyatnya, bukan kah saat pemilu para pejabat berjanji akan memperhatikan urusan rakyat?
Namun mengapa ketika para pejabat menduduki jabatan di pemerintahan, belum menunaikan janji-janji manis saat kampanye pemilu. Apakah seperti ini wajah buruk demokrasi-sekuler, terbiasa berjanji tapi jarang menepati? Apalagi dalam sistem sekuler agama menjadi masalah privat dan tak perlu dibawa dalam kehidupan. Sehingga tak heran, jika negara luput dan abai mengurusi perihal pendidikan agama warganya terutama SLB.
Orang-orang yang berkebutuhan khusus, seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk memenuhi segala apa yang mereka butuhkan termasuk pendidikan agama. Jangan sampai generasi yang akan datang, selain lemah fisik, lemah akal, mental dan akidahnya. Jika ini terjadi, ancaman nyata bagi kualitas generasi di masa yang akan datang.
Bagaimana bisa minimnya ketersedian guru, bukankah tenaga honorer di negeri ini banyak? Lalu mengapa distribusi guru baik yang PNS dan honorer di bidang PAI tidak merata? Banyak PR di dunia pendidikan yang belum terselesaikan, bagai mengurai benang yang kusut.
Pendidikan Agama Ibarat Pondasi
Dalam Islam pendidikan agama sangat vital, karena akidah ibarat pondasi dalam sebuah bangunan. Jika pondasi itu kokoh, maka bangunan akan kokoh. Sebaliknya, jika pondasi rapuh, maka bangunan pun akan rapuh. Dalam Islam, tenaga pengajar dipastikan bisa tercukupi dengan baik, negara menyiapkan guru yang berkualitas dan profesional dengan distribusi yang merata. Mereka dibayar oleh negara dari kas negara, baitulmal.
Sebegitu pentingnya pendidikan agama bagi manusia, sehingga anak harus mulai dibekali pendidikan agama sejak dini oleh para orang tua. Karena akidah ini yang menjadi rem dan self kontrol manusia dalam mengarungi kehidupan dan menyelesaikan segala permasalahan. Sebagai muslim hanya bergantung dan meminta kepada Allah menjadi prinsip yang kuat dipegang.
Seorang ulama, Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata, “Siapa saja yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang berguna baginya, lalu dia membiarkan begitu saja, berarti dia telah berbuat kesalahan yang fatal. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua mengabaikan mereka, serta tidak mengajarkan berbagai kewajiban dan ajaran agama. Orang tua yang menelantarkan anak-anaknya ketika mereka kecil telah membuat mereka tidak berfaedah bagi diri sendiri dan bagi orang tua ketika mereka telah dewasa. Ada orang tua yang mencela anaknya yang durjana, lalu anaknya berkata, “Ayah, engkau durjana kepadaku ketika kecil, maka aku pun durjana kepadamu setelah aku besar. Engkau menelantarkanku ketika kecil, maka aku pun menelantarkanmu ketika engkau tua renta.” (Tuhfah al-Maudud hlm. 125) (muslimah.or.id)
Negara memfasilitasi para orang tua dalam mendidik anaknya terutama pondasi agama. Negara mengkondisikan agar keimanan pada diri anak sudah diajarkan sejak dini, menyiapkan pula guru-guru yang handal di bidangnya. Dalam Islam, pendidikan menjadi hak warga negara dan kewajiban negara. Karena pendidikan, keamanan dan kesehatan adalah kebutuhan kolektif warga negara yang harus dipenuhi.
Pendidikan agama seharusnya diutamakan, apalagi di tengah arus sekularisme dan liberalisme yang menyerang generasi. Mereka butuh pegangan yang kuat dalam menghadapi kerasnya tantangan zaman, terlebih anak SLB yang memiliki keterbatasan dibanding anak yang lain. Penguat ruhiyah sangat dibutuhkan bagi anak SLB agar anak tetap tumbuh menjadi anak yang kuat mental, optimis, punya wibawa dan harga diri walau dalam kondisi kekurangan fisik dan lainnya.
Anak terus dipahamkan bahwa yang mulia di sisi Allah bukan yang sempurna fisiknya, tapi yang memiliki keimanan dan ketakwaan di sisi Allah. Allah Swt. berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 13, "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.
Akidah, Asas dalam Pendidikan Islam
Dalam Islam, akidah menjadi asas dalam kurikulum pendidikan sehingga akidah Islam terintegral dengan materi pendidikan. Hasil belajar (output) pendidikan Islam menghasilkan pesarta didik yang kokoh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) adalah keterikatan peserta didik terhadap hukum Allah Swt. (bertakwa). Dampaknya (impact) adalah tegaknya amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, tersebarnya dakwah dan jihad ke penjuru dunia.
Maka tak heran di masa kejayaannya, Islam memiliki lembaga pendidikan yang luar biasa. Bahkan memiliki bargaining position di kancah dunia internasional, di antara lembaga pendidikan tersebut yaitu Nizamiyah di Baghdad, Al-Azhar di Mesir, al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, dan Sankore di Timbuktu, Mali, Afrika. Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Dari beberapa lembaga tersebut, berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi, dan al-Ferdowsi. (Republika.co.id)
Negara tidak membedakan anak yang berkebutuhan khusus dan tidak, semua layak mendapat pendidikan gratis dan berkualitas. Apabila anak SLB misalnya membutuhkan hal lain yang tidak sama dengan orang normal pada umumnya, Islam akan sangat memperhatikan haknya. Sehingga tugas pemimpin di dalam Islam dalam mengurus rakyat bisa berjalan dengan baik. Sama-sama mendapatkan hak dan menunaikan kewajibannya masing-masing sesuai ketentuan syariat.
Sejatinya hanya dalam sistem Islam semua berjalan sebagaimana mestinya, rakyat mendapatkan haknya tanpa harus menuntut. Pemimpin bertanggung jawab menunaikan kewajiban tanpa harus dituntut. Karena masing-masing sadar dan paham, bagaimana syariat telah mengatur tugasnya. Penunaian hak dan kewajiban pemimpin dan yang dipimpin atas dorongan taat kepada Allah, untuk mendapatkan rida-Nya. Tidakkah kita rindu aturan Islam diterapkan kembali di muka bumi?
Allahualam bishawab.

Posting Komentar