Sajak , Kisah dan Cerita Cinta : Andai Aku Mencintaimu adalah tulisan dari seorang muslimah bernama widhy. Artikel ini disadur dari blog lamanya
Dengan kata yang tak sempat disampaikan seperti kayu kepada api, yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Ah, rasanya ingin juga aku bacakan sebaris puisi di bawah jendela kamarmu (iih, Romeo banget!).
Ehm emang kalo udah punya rasa suka, udah memiliki rasa cinta, akhirnya kita bisa menumpahkan kasing sayang dan kepengen saling memiliki. Nah, persoalan yang tak kalah menarik dari episode tentang cinta ini adalah keinginan seandainya kita bisa mencintai pujaan hati, idaman jiwa, lalu menabur bahagia dengan sang kembang tidur dan belahan jiwa. Ah, andai aku bisa mencintaimu.
Biasanya kalo udah kenal, udah tahu segalanya tentang si dia luar-dalam, jadi kepengen juga dong mencintainya. Jujur saja, perasaan ini selalu ada, mungkin ada juga yang nggak, itu bergantung komitmen awal masing-masing. Untuk yang menargetkan sekadar teman, mungkin saja hubungan lebih lanjut seperti adanya rasa cinta, kayaknya jadi hal yang ditabukan. Kita banyak melihat ini dalam kehidupan pergaulan sekarang.
Nah, saya ingin menekankan bahwa hubungan antara kita dengan lawan jenis meski awalnya adalah sebuah persahabatan, tapi kok lama-lama kepengen juga untuk saling mencintai. Eh, kalo bahasanya ditulis saling mencintai, kayaknya itu kelewat dramatis deh. Nah, gimana kalo kita pahitkan aja dengan ditulis: aku ingin mencintaimu. Kenapa? Karena ini maksudnya sepihak. Belum tentu yang kita lamunkan, yang kita bayangkan sampe kebawa tidur dia cinta juga sama kita. Belum tentu kan? Betul?
Nikmati cinta tanpa rasa bersalah .Wah, menarik juga nih: menikmati tapi tanpa rasa bersalah. Lha, memangnya menikmati itu ada juga yang dengan perasaan bersalah ya? Hmm begini sobat, mencintai itu memang sebuah anugerah. Cinta itu indah dan layak dimiliki. Karena siapa saja yang nggak memiliki cinta, berarti ia tidak mencintai (yeee.. itu sih bener atuh!). Iya, maksudnya kalo kita nggak punya rasa cinta dijamin nggak bisa menikmati keindahan gitu lho.
Nah masalahnya, kita harus mencintai tanpa rasa bersalah. Ini yang unik menurut saya. Karena seringkali ada di antara kita merasa bahwa apa yang kita lakukan untuk mencintai seseorang itu justru dihinggapi dengan rasa bersalah. Baik itu diwujudkan dengan mengutuk diri sendiri maupun nyumpahin orang lain. Kalo mengutuk diri misalnya, Kenapa sih saya nggak bisa mencintai dia? Dia kan cantik, seksi dan baik hati lagi. Kenapa sih saya nggak suka sama cowok ganteng nan keren (tapi nggak pake peng!), apalagi dia sopan dan sholeh. (yaileee pede banget!)
Bisa juga menghukum diri sendiri dengan kata-kata: Kenapa saya ditakdirkan dengan rupa sejelek ini. Kalo orang gambar wajahnya aja bertebaran di sampul majalah dengan tampang cool, saya kok merasa cukup seneng hanya jadi bintang iklan kaos lampu! Sehingga banyak yang nggak suka dengan saya. Padahal, saya punya sekeranjang cinta untuk bisa dibagikan kepada pujaan hati saya. Tapi saya ragu, apakah ia mau menerima cinta saya? (ini misalnya lho)
Jatuh cinta itu nggak dilarang kok. Meski nggak perlu orang yang kita cintai itu mencintai kita juga. Memang agak-agak sakit kalo orangnya dekat dengan kita. Kita setengah mati mencintainya, eh, dia malah setengah hidup menolaknya. Itu kan kagak nyetel namanya. Siapa yang gondok? Tentu saja dua-duanya. Pertama, orang yang mencintai merasa bertepuk sebelah tangan, dan tentunya kecewa begitu tahu rasa cintanya tak berbalas. Kedua, orang yang menolak juga kecewa, karena kok bisa-bisanya dicintai oleh orang yang tak dicintainya. Wacks, jangan nyindir dong!
Jadi, kalo udah jatuh cinta, nikmati saja tanpa rasa bersalah. Caranya gimana? Ehm, kamu pasti udah baca pembahasan sebelumnya bahwa ketika kita jatuh cinta, jangan keburu geer dan tergesa untuk ungkapkan cinta. Itu bisa berbahaya bagi yang belum bisa menerima beban kecewa (coba baca lagi ya pembahasan sebelumnya tentang hal ini). Tapi di sini saya ingin menambahkan sedikit dan menekankan saja (semoga tidak panjang lebar, karena kalo panjang kali lebar jadi luas! Glodaks!).
Sekarang saya mau tanya, memang kalo kamu suka sama seorang seleb, kamu cinta sama seorang seleb, dan kamu sayang sama dia, kudu juga berbalas? Nggak juga kok menurut saya. Kenapa? Kamu yang cewek suka nggak sama Iqbaal Ramadhan (pemeran Dilan) ? Senang banget kan kalo kebetulan ketemu dan diajak makan bareng? Wuih tapi sejauh ini, pernah nggak melamunkan supaya dia jadi kekasihmu? Mungkin sebagian dengan pede dan gagah berani menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan ini, tapi sangat boleh jadi yang lain malah menjawab: Mimpi kali yeee!
Waktu SMA, saya juga punya rasa cinta kepada seorang cowok teman satu sekolah, tapi karena saya tak berani mengungkapkannya, saya cukup jadikan ia sebagai objek kreativitas saya dalam puisi dan cerpen. Selama tiga tahun saya cuma memendamnya dalam hati rasa cinta sama cowok teman sekolah saya itu. Saya hanya bisa cerita kepada teman saya dan si dia sendiri nggak pernah tahu kalo sedang dicintai sama saya. Ajaib memang. Di sini saya merasa mencintai tanpa bersalah. Menikmatinya dan menerjemahkannya dalam puisi. Ya, saya merasa sah-sah saja dalam mencintai meski dia sama sekali nggak tahu.
Tapi, setelah saya mulai nekat mengungkapkan cinta, barulah muncul masalah. Salah satunya ya rasa bersalah di antara kami. Ternyata eh ternyata ia sama sekali tak mencintai saya, dan menganggap sekadar teman biasa. Rasanya langit bagai runtuh menimpa saya (kerena sudah terlanjur mencintai sepenuh hati. Kandas deh!). Ya, saya merasa bersalah karena saya begitu besar mencintai dia (padahal dulu asyik-asyik aja tuh saat belum diungkapkan perasaan cinta itu). Dia juga mungkin merasa bersalah karena telah begitu halus menolak cinta saya. (KLBK deh alias Kenangan Lama Bangkit Kembali!
Jadi intinya, nikmati saja dulu cinta itu dengan diam-diam. Tunggu saatnya tiba. Saat di mana kita sanggup menahan beban dan siap ditelan kenyataan. Biarkan ia tumbuh subur dulu. Kalo pun kemudian harus kecewa, ya itu risiko. Tapi minimal, kita pernah mencintai seseorang yang bisa memekarkan kuncup di hati kita dan membuat kita jadi kreatif tanpa rasa bersalah sedikit pun. Lagian bukankah Bang Ebiet pernah bersenandung, Sebab cinta bukan mesti bersatu Ehm, pantesan seorang guru saya pernah bilang ke saya waktu curhat: Cinta pertama saya bukan dengan istri saya, tapi saya masih inget sampe sekarang gimana perasaan saya waktu mencintai teman saya. Karena itu cinta pertama, tapi ternyata nggak jadi lho!
Itu sebabnya, banyak orang sekadar cinta sepihak dan memendamnya dalam hati. Karena tak berniat untuk mengungkapkannya. Tapi ternyata aman-aman saja kok. Jelas, ia tidak merasa bersalah. Baik kepada dirinya maupun kepada orang lain. Mungkin ini tipe orang yang seperti digambarkan dalam lagunya Bang Ebiet G. Ade, Apakah Ada Bedanya: cinta yang kuberi sepenuh hatiku, entah yang kuterima aku tak peduli aku tak peduli.. aku tak peduli (jeile.. ini bukan putus asa apalagi patah arang, tapi sekadar mengungkapkan betapa masih ada orang yang sebenarnya ingin total mencintai dan tak peduli dengan balasannya dari orang yang dicintainya. Ini persepsi saya, dan saya ambil sebagian lirik saja dalam lagu itu. Karena saya yakin Bang Ebiet punya maksud lain dengan menuliskan lagu tersebut)
Jika tetap harus berlabuh…Memang aneh kali ye bagi kebanyakan kita yang cukup mencintai secara imajiner. Iya, maksudnya cuma dalam khayalan. Sebetulnya nggak masalah karena karakter cinta memang begitu adanya. Tanpa bersatu pun, kita bisa menyandarkan cinta dan harapan kepada orang yang kita rasakan sebagai bagian dari belahan jiwa kita.
Tapi, kalo memang ingin ada pelabuhan, ingin ada dermaga, ya itu juga nggak masalah kalo diwujudkan. Karena capek juga berlayar kalo nggak ada tempat berlabuh. Tul nggak? Cuma masalahnya, kita harus bisa memilih dan memilah waktu yang tepat untuk menyatukan perasaan cinta kita. Ibarat kapal yang sedang berlayar, tentu ada saat yang tepat melepas jangkar. Jangan asal aja, karena akan mengganggu perjalanan kapal. Maka, melabuhkan cinta pun harus jelas waktu dan tempatnya (dan tentunya jelas pula dermaganya sebagai pelabuhan terakhir).
Jika kamu pengen ngotot untuk mencari pelabuhan bagi cinta kamu, saya juga dukung banget. Tapi sebelum ke sana lebih baik baca dulu dari tulisan ini. Insya Allah lebih detil dan tetep asyik kok. Tolong yaa
Nah, mungkin buat kamu yang masih ragu dan masih malu untuk mengungkapkan cinta, banyak-banyaklah berdoa aja. Biarkan cinta itu tumbuh dulu di taman hati, tanpa diganggu dengan aktivitas yang lain, yang bisa membuat kita kecewa dan merasa bersalah. Bagi kamu yang udah siap berlabuh, dan kalo udah cukup siap untuk berlabuh, karena sudah menemukan dermaga cinta, apalagi sudah ditentukan waktu dan tempatnya, undang saja teman-teman.
Sabar sabar sabar dan terus bersyukur buat kamu yang masih sekolah, yang masih kuliah, yang baru dapet kerjaan, dan yang baru putus cinta. Masih ada kata cinta untuk kalian. Tetap saja di jalur yang benar. Prioritaskan amalanmu untuk masa depanmu. Jangan dulu tergoda untuk saling berbagi cinta, jika hanya cinta monyet atau cinta buaya. Nggak jelas tuh.
Sebalikny, kalo kamu udah punya inceran, sementara kamu masih berstatus seperti yang disebutkan pada alinea sebelum ini, banyak saja berdoa kepada Allah: Ya Allah, aku sungguh mencintainya. Aku tak sanggup memalingkan rasa cinta itu kepada yang lain. Ia menjadi kupu-kupu indah di taman hatiku, ia menjadi laksana bunga segar di ruang hatiku yang kosong dan gersang. Ya, Allah, terima kasih Engkau telah anugerahkan kepadaku rasa cinta kepadanya.
Rasa cinta yang mampu menggerakkan segala potensiku untuk berkarya dan memiliki semangat hidup. Jika memang ia jodohku, tetapkan hatiku untuk mencintainya. Jika dia baik untuk agamaku, dakwahku, dan kehidupan di dunia dan akhirat, mudahkanlah ia untuk kudapatkan. Kuatkan terus sinyal cintaku kepadanya. Tapi aku juga punya pinta karena sementara ini aku belum bisa mengungkapkan kepadanya, aku mohon kepadaMu untuk menjaga rasa cintaku kepadanya sampai batas waktu yang tepat untuk mengungkapkannya.
Berikan juga cintaMu kepadanya agar ia mencintaiku sebagaimana aku mencintainya. Tetapkan rasa itu Ya Allah jagalah aku dari perbuatan buruk akibat cinta ini. Tapi jika dia bukan dermaga untuk berlabuhnya cintaku, tolong carikan dermaga lain yang tepat untuk cintaku. Aku ikhlas atas segala keputusanMu
Jangan sepelekan kekuatan doa. Karena doa itu sendiri adalah senjata bagi seorang muslim. Oya, untuk menggapai sukses, kita memang harus punya cita-cita, usaha, dan juga doa. Ibarat perkalian, semua komponen itu (cita-cita, usaha, dan doa) harus bernilai. Tak boleh ada yang nol. Kalo cita-cita udah ada, usaha udah jalan, satu lagi jangan lupakan doa.
Punya cita-cita mencintai seseorang, harus jelas usahanya. Harus bisa juga mengukur kapan waktu yang tepat untuk mengatakannya. Dan barengi dengan doa supaya nggak kecewa dan supaya berkah apa yang kita lakukan. Oke? Insya Allah kita tetap bisa menikmati cinta
Posting Komentar