Sajak Cinta : Sampai Nanti, Sampai Mati

Ada satu kata yang begitu mudah diucapkan namun menjadi begitu berat ketika dilaksanakan. Kata itu adalah: istiqamah : Sampai Nanti, Sampai Mati
Sampai Nanti, Sampai Mati

Ada satu kata yang begitu mudah diucapkan namun menjadi begitu berat ketika dilaksanakan. Kata itu adalah: istiqamah.

Salah satu kalimat yang saya kenang dari guru ngaji saya.

Sehingga saya masih belum merasa aman, melihat kondisi saya dan umat  saat ini. Iblis tidak akan rela membiarkan kita tentram di jalan ini. Maka dengan segala cara dia akan menggoyahkan, membelokkan kita. Sungguh, saat ini kita mungkin adalah orang yang aktif di dakwah, tapi siapa yang menjamin esok hari, bulan depan, tahun depan masih setia di jalan ini? Dan siapa yang menjamin jangan-jangan di saat keterpurukan inilah Allah mencabut nyawa kita. Wallahi, saya baru akan tenang bila saya mati dalam keadaan berada di jalan perjuangan ini.

Dan saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, satu persatu sahabat satu perjuangan berjatuhan dari jalan mulia ini. Mereka yang pada awalnya begitu semangat gagah berani, pada akhirnya tak lebih dari pecundang.

“……..tantangan hidup terlalu berat, sobat…” kata yang satu.

“Ngapain ngurusin umat, ngurusin diri sendiri saja susahnya minta ampun” yang lain menyambung.

“susah membagi waktunya, saya harus kuliah, kerja juga…”

“…..terlalu mengekang….saya tak sanggup”

“Saya ingin merasakan jadi orang biasa-biasa saja”


Ya Allah ….batin saya menangis keras. Demi Allah, sungguh! Dakwah sama sekali tak memerlukan kita, justru kitalah yang memerlukan dakwah! Dan terhinalah kita, bila telah meninggalkan kemuliaan ini.

Saya, sungguh tak merasa menjadi digdaya, nih lihat…saya hebat…masih bisa aktif di tengah kesibukan saya. Wallahi, bukan! Justru saya semakin ngeri seraya gelayutan pertanyaan membayang di benak saya. Akankah saya jatuh ke jalan yang serupa? Astaghfirullah, ya Allah jagalah saya!

Dalam sebuah perjalanan ke Jogjakarta, saya diceritakan oleh seorang teman tentang sebuah tugu di Jogja yang dianggap penting, teman saya bercerita dengan meluap-luap tentang begitu hebat dan berharganya tugu tersebut. Namun, alangkah kecewanya saya ketika menyaksikan sendiri wujud dari tugu tersebut. Apa istimewanya? Bangunannya teramat sederhana. Tidak ada bedanya dengan tugu-tugu yang lain. Bahkan masih bagusan yang ada di kota tempat saya tinggal. Ketika saya ceritakan kekecewaan saya kepada teman saya tadi, sambil berkata teman saya menjawab, bahwa begitulah perasaan orang yang tidak mengerti makna keistimewaannya. Bagi kamu memang tidak ada istimewanya sama sekali. Tapi bagi masyarakat Jogja dan orang-orang yang memahami maknanya, tugu itu menjadi begitu berarti!

Tulisan ini yang kalian baca saat ini, mungkin sama  tak ada istimewanya , banyak tulisan-tulisan lain yang mengulas tentang dakwah yang jauh lebih berisi dan bermakna. Jangan kalian membandingkan tulisan yang penuh kekurangan ini dengan tulisan-tulisan mulia tersebut. Ini hanyalah sebuah tulisan beberapa kata yang tidak dilengkapi dengan banyak data, tak berisi dengan banyak dalil. Tak pula dicetak sehingga menjadi bacaan banyak kalangan.

Jadi, sebagaimana tugu Jogja yang tidak ada keistimewaan sama sekali bagi orang yang tak mengerti, tapi menjadi kebanggaan masyarakat Jogja. Seperti itu pula nasib tulisan ini. Di tengah kesederhanaannya, tetap seperti yang saya ungkapkan di awal, tulisan ini akan menjadi sebuah monumen. Monumen berharga bagi saya, yang akan selalu mengingatkan kepada saya agar tak seinchi pun menjauh atau membelokkan diri dari jalan mulia ini. Malu banget kan, apa kata orang? Seorang yang menulis sebuah tulisan tentang pentingnya dakwah malah mandeg atau berpaling dari dakwah? Seperti yang diungkapkan teman saya, menulis yang seperti ini akan menjadi umpan balik positif bagi diri kita sendiri.

Juga, menjadi harapan dalam diri saya, sang pembangun tugu. Meski dengan kesederhanaan bentuknya dan terpencilnya di antara tugu dan bangunan lain yang lebih megah. Agar tugu ini dapat dipandang dijadikan sesuatu yang berharga bagi orang-orang yang menziarahi dan mengetahui maknanya. Andai menjadi sesuatu yang berharga pun, sungguh bukan karena tulisannya yang mulia namun karena dakwah itu memang teramat istimewa.

Dan biarlah monumen ini terpancang di sini. Di tengah hiruk pikuk jalan dunia yang begitu semrawut dan asam getir yang mewarnainya. Menuju gerbang indah manis yang dijanjikan-Nya. Semoga tulisan ini tiap hurufnya diperhitungkan oleh Allah sebagai titikan peluh yang berharga. 

Dan semoga sampai nantipun tulisan ini tetap sebagai monumen yang selalu mengingatkan saya agar tetap istiqomah di sini. Di jalan dakwah ini. Sampai nanti, sampai mati!

Posting Komentar