Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
Pemuda aset bangsa, oleh karenanya harus dididik dengan sebaik-baiknya. Islam telah mengingatkan para pemuda melalui hadis Baginda Nabi saw.,
"Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara : masa mudamu sebelum masa tuamu….” (HR Al-Baihaqi)
Sayangnya, pemuda saat ini terjebak dalam pusaran arus kebebasan. Sementara mereka seolah tak memiliki pegangan yang dijadikan sandaran, hingga kehilangan arah dan tujuan ke mana harusnya melangkah? Potret pemuda saat ini sungguh memprihatinkan, belum selesai satu masalah muncul masalah lain.
Seperti yang terjadi pada 16 pelajar di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Sleman, terciduk pihak sekolah sedang pesta miras di lingkungan sekolah. Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo menyayangkan perbuatan tersebut dan menyerahkan kepada pihak sekolah terkait sanksi yang diberikan dengan catatan yang mendidik jangan sampai mereka putus sekolah (Kompas.com, 06/01/2023).
Pelajar Terbawa Arus Kebebasan?
Hal ini mencoreng nama baik sekolah dan jati diri pelajar yang sesungguhnya. Bagaimana bisa mereka melakukan pesta miras, apalagi di lingkungan sekolah yang diketahui secara umum sebagai tempat menimba ilmu dan membentuk karakter pelajar agar berkualitas. Peristiwa ini menjadi evaluasi semua pihak, orang tua, sekolah, lingkungan dan negara yang memiliki kebijakan tertinggi. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Tampak bahwa pemuda sudah tergerus oleh arus kebebasan yang kebablasan. Bebas berekspresi diartikan bahwa pemuda bebas melakukan apa saja walau melanggar aturan sekolah, norma yang berlaku dan agama yang diyakini. Jiwa muda yang harusnya diisi dengan hal-hal positif, ternoda oleh aktivitas tak bermoral dan merugikan diri sendiri serta orang lain atas nama kebebasan berekspresi.
Nyata, kebebasan yang dibawa oleh para pengusungnya telah merusak pera pelajar hingga ke urat nadi. Umat harus segera sadar, bahwa potensi yang dimiliki pelajar jangan sampai terpalingkan pada hal-hal yang negatif dan merusak. Karena mereka aset bangsa, di tangan mereka nasib bangsa dan bangkitnya Islam berpangku, jika mereka rusak bagaimana nasib bangsa ini? Sungguh, mereka harus segera diselamatkan. Namun, siapa yang mampu menyelamatkan mereka dari derasnya arus kebebasan?
Ini yang harus dipikirkan bersama semua pihak, para orang tua, sekolah, lingkungan dan negara agar mendapat solusi yang tepat. Jika masalah yang terjadi bersifat sistemik, maka tak ada pilihan lain solusi yang diambil pun harus sistemik. Jika akar masalah dari semua kerusakan ini adalah karena menjauhnya dari aturan Allah dengan menggunakan aturan manusia, maka tak ada pilihan lain untuk segera kembali pada aturan Allah an sich.
Konsep Pendidikan dalam Islam
Islam memiliki konsep yang komprehensif, negara memiliki tanggung jawab memastikan rakyatnya sesuai dengan aturan Islam. Tidak hanya dalam aspek ibadah, tapi dalam semua aspek kehidupan. Misalnya, di dunia pendidikan, pergaulan sosial di tengah-tengah masyarakat, kebijakan politik, hukum, sistem sanksi dan sebagainya. Semuanya bermuara pada pondasi akidah Islam, melaksanakan aturan sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah.
Dalam dunia pendidikan, Islam memiliki konsep tujuan pendidikan yang ideal yaitu membangun kepribadian Islam serta penguasaan ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi dan rekayasa bagi peserta didik. Hasil belajar (output) pendidikan Islam akan menghasilkan pesarta didik yang kokoh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) adalah keterikatan peserta didik terhadap hukum Allah Swt. (bertakwa). Dampaknya (impact) adalah tegaknya amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, tersebarnya dakwah dan jihad ke penjuru dunia.
Pemikiran yang diambil dari akidah Islam ini yang akan menuntun seseorang agar berbuat dan bertindak sesuai aturan Islam. Kontroling keimanan dan ketakwaan yang menjadi rem dan alarm ketika akan melakukan kesalahan atau kemaksiatan. Selain itu, kontrol masyarakat sangat penting agar amar makruf nahi mungkar bisa tegak atas dasar keimanan dan rasa kasih sayang karena Allah.
Sementara dalam pendidikan saat ini yang berpijak dari sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan membuat pelajar kering dari ruh akidah yang membuatnya tak terarah hingga salah arah. Tak ada rem dan kontrol, ditambah sikap cuek di tengah-tengah masyarakat memperparah keadaan. Negara, seakan lepas tangan dengan memfokuskan pelajar berdaya guna menjadi mesin atau robot industri tanpa melihat attitude yang baik dan akidah yang kokoh.
Pandangan Islam terhadap Miras
Islam memberikan pemahaman tentang miras, bahwa miras haram hukumnya. Dalil yang menjelaskan keharaman miras terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 219 dan hadis Rasulullah saw., di antaranya:
"Tidak akan masuk surga orang yang senantiasa minum khamr, orang yang percaya atau membenarkan sihir, dan orang yang memutuskan tali silaturrahim. Barangsiapa mati dalam keadaan minum khamr (mabuk) maka Allah kelak akan memberinya minum dari sungai Ghuthah. Yaitu air yang mengalir dari kemaluan para pelacur, yang baunya sangat mengganggu para penghuni neraka." (Isnadnya dha'if. Diriwayatkan oleh Ahmad (4/399), Al-Hakim (4/146), Ibnu Hibban (5346)
Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Khamr atau minuman keras itu telah dilaknat dzatnya, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang meminta untuk diperaskan, orang yang membawanya, orang yang meminta untuk dibawakan dan orang yang memakan harganya." (Diriwayatkan oleh Ahmad (2/25,71), Ath-Thayalisi (1134), Al-Hakim At-Tirmidzi dalam Al-Manhiyaat (hal: 44,58), Abu Dawud (3674)).
Lalu, hukuman apa yang layak dan mendidik bagi para pelajar yang pesta miras? Hal utama mendidik mereka dengan pemahaman agama yang benar sesuai syariat. Bagaimana tugasnya sebagai pelajar, bahwa harus menimba ilmu dengan baik dan memanfaatkan masa muda dengan sebaik-baiknya. Mengingatkan kembali bahwa miras dan sejenisnya hukumnya haram, konsekuensi melakukan keharaman mendapat murka Allah Swt. Maka, harus segera bertaubat dan tidak mengulanginya lagi.
Suport sistem sangat dibutuhkan, selain pola asuh dan didikan di rumah bersama orang tua. Sekolah dan lingkungan masyarakat memiliki peran yang tak kalah penting, carikan anak-anak sahabat taat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Negara pemegang kebijakan tertinggi memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan rakyatnya berbuat sesuai dengan syariat dan bisa memberi manfaat sebesar-besarnya bagi umat. Negara yang bisa seperti ini tak akan bisa didapat dari sistem yang tidak menerapkan aturan Allah. Karena, bagaimana sistem dan negara akan memberi kebaikan sementara yang diterapkan menjauh dari aturan Sang Maha Baik?
Allahualam Bishawab.
Disadur dari fb #GuruMuslimahInspiratif --
Posting Komentar