Alkisah di suatu negeri antah berantah ada sesosok bayi malang. Dua orang perempuan mengaku sebagai ibunya. Satu bayi mereka perebutkan. Datanglah keduanya kepada hakim untuk mendapatkan keadilan anak yang dklaim masing-masing tersebut.
Pak hakim meminta kedua perempuan tadi untuk menunjukkan bukti-bukti. Keduanyanya memiliki bukti yang sama kuatnya. Sang hakim belum dapat mengambil kesimpulan. Akhirnya ia berkata: “ Saya tidak dapat memutuskan perkara ini. Karenanya supaya adil, anak ini kita belah saja menjadi dua. Lalu, masing-masing membawa sepotong, bagaimana?” tanyanya.
Perempuan pertama sebut saja Bu Husna, langsung menjawab: ”Oh ya, setuju….itulah keadilan. Berbeda dengan Bu Hasanah hanya menangis tersedu-sedu. Sambil mengusap air mata ia berkata: “Jangan, jangan lakukan itu! Saya tidak rela. Biarlah saya tidak mendapatkan anak itu, asalkan anak itu tetap hidup. Berikanlah padanya. Biarkan ia hidup.”
Sang hakim memutuskan. “Anak ini adalah anak Bu Hasanah. Ambillah anak ini, “ putusnya. Bu Husna protes, “Apa alasan Pak hakim memberikan anak ini kepadanya?” Pak hakim menjelaskan: Anda tidak punya rasa memiliki atas anak itu. Bagaimana mungkin seorang ibu yang merasa memiliki anak rela anaknya dibelah dua. Pasti ia bukan ibunya. Ibu sejati adalah ibu yang punya rasa memiliki terhadap anaknya hingga ia sayang kepadanya.”
Kisah di atas memberikan gambaran betapa rasa memiliki memberikan pengaruh besar terhadap sikap seseorang. Orang yang punya rasa memiliki berbeda dengan orang yang tidak punya rasa tersebut. Penyewa rumah yang merasa memiliki, misalnya, akan berupaya untuk memelihara dan menjaga rumahnya tersebut. Rumahnya dibuat rapi, bila ada genteng bocor ia perbaiki, sampah ia sapukan, kaca kotor dibersihkan, pagar rusak diperbaiki, selokan depan rumah mampat dibetulkan, dan apapun ketaknyamanan yang ada atau kerusakan yang terjadi selalu diselesaikannya dengan senang hati. Memang, itu bukan rumahnya, tapi ia punya rasa memiliki atas rumah tersebut sehingga ia jaga dan pelihara.
Coba tengok orang yang punya rasa memiliki terhadap anaknya. Betapapun dalam keadaan capek, ia akan tetap akan memandikan anaknya. Saat ia lelap tidur, anaknya ngompol, ia tetap akan tetap akan mencebokinya. Andai saja sang anak hilang, pasti akan dicarinya. Berbeda keadaannya dengan orang yang memiliki anak tapi tidak punya rasa memiliki terhadapnya. Anak pulang jam berapa saja dibiarkan, apa yang dilakukan anak sehari-hari juga tidak perlu merasa perlu tahu. Bahkan, kalaupun tidak pulang ucapan yang keluar hanyalah, “Wah paling-paling juga nginap di rumah temanya!”.
Anda boleh jadi punya tanaman di depan rumah. Bila anda tidak punya rasa memiliki niscaya tanaman-tanaman tersebut akan terlantar. Jangankan disiangi, disiram saja tidak pernah. Daun-daunya berdebu? Ah, peduli amat. Sebaliknya dengan adanya rasa memiliki, tanaman dijaga, dipelihara, disirami, disiangi, dibersihkan, dan disayangi. Tidak rela tanaman terlantar.
Beberapa kasus di atas menggambarkan pentinya rasa memiliki dalam menentukan sikap. Rasa memiliki akan melahirkan sikap peduli, perhatian, kasih sayang, penjagaan, dan pemeliharaan. Sebaliknya ketiadaan rasa memiliki memunculkan sikap tak acuh, abai, tak sayang, pembiaran, dan penelantaran.
Realitas juga menunjukkan bahwa apapun yang diperlakukan baik niscaya responnya akan baik. Kita tentu, merasakan saat kita bersikap baik penuh ketulusan dan kasih sayang, respon yang muncul juga bagus. Rumah yang dipelihara penuh rasa pemilikan akan Nampak asri. Anak merasa nyaman penuh keceriaan saat dekat dengan orang tua, karena mereka sadar orang tuanya menaruh rasa kepemilikan terhadap mereka. Tanaman pun umumnya memberikan daun yang lebat, rindang, serta berbuah lebat. Begitu juga udang di tambak bisa tumbuh lebih baik dan memberikan hasil panen yang lebih banyak bila dipelihara penuh kasih yang lahir dari rasa memiliki.
Namun, satu hal hal yang tak bleh luput dari pandangan kita adalah rasa memiliki haruslah sesuai dengan aturan Allah Swt. Rasa memiliki yang diperturutkan pada keinginan liar manusia akan hanya menghasilkan kenestapaan. Itulah rasa memiliki semu. Sebaliknya, rasa memiliki yang diarahkan oleh perintah Allah Zat Maha Pengatur merupakan rasa memiliki hakiki yang akan bermuara pada kebahagiaan.
Seperti rasa memiliki terhadap Islam. Allah menisbatkan agama sebagai milik manusia. Maka dari itu orang yang punya rasa memiliki akan islam sebagai agamanya niscaya ia kan menjaga dan memeliharanya. Karena jika tidak, ia akan tersesat tanpa cahaya yang meneranginya di tengah kegelapan hidup dan kehidupan, kegulitaan akal manusia yang serba terbatas, serta keburaman nafsu yang terus mengajak pada pembangkangan terhadap Pencipta alam. Karenanya, ketika ada siapapun yang hendak memadamkan cahaya Allah Swt tersebut akan membelanya. Tuduhan para pembenci bahwa ajaran Islam itu kuno, kolot, hanya layak untuk masyarakat Arab, kaku, merendahkan perempuan, dan sebagainya akan dilawan dengan penuh kearifan. Ketika orang berupaya mengerahkan dana, tenaga, waktu, dan otak untuk menyesatkan orang bahwa Al-Qur’an itu bukan wahyu, iapun berdiri di barisan terdepan untuk mengunggulinya. Saat ada orang-orang yang mengatakan bahwa semua agama benar, ia akanmenentang mereka. Sebab, ia paham bahwa Islam adalah satu-satunya kebenaran. Bagaimana mungkin semua agama benar, sedangkan Allah Pencipta manusia berfirman yang artinya:
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (TQS Ali Imran : 85).
Ia juga secara konsisten melakukan ajaran agama Islam tersebut. Apa-apa yang dibawa oleh Rasul diterapkan dan apa-apa yang dilarang beliau ditinggalkannya. Islam, ia jaga, pelihara, kembangkan, perjuangkan, dan terapkan. Karena bila Islam tidak diterapkan tidak akan bermakna apa-apa pada dirinya. Adanya sama dengan tidak adanya, wujuduhu ka ‘adamihi.
Melepaskan diri dari keterikatan terhadap aturan Islam hanyalah merupakan bukti lemahnya rasa memilikinya terhadap Islam. Oleh karena itu, keterikatan terhadap aturan Islam merupakan ruh yang menyatu dalam dirinya.
Posting Komentar