Maraknya pengungkapan kasus penyelundupan narkoba dalam jumlah besar menjadi perhatian publik. Pemerintah pun didorong mengambil langkah tegas dalam menangani masalah ini.
Menelusuri kasus-kasus yang sudah terjadi hukuman di Indonesia sangat tidak setimpal baik pemakai ataupun pengedar narkoba ini. Faktanya bagi para pemakai ataupun pengedar yang dipenjara selama 10 tahun dan akan tetapi kemudian berkelakuan baik akan ditambah 10 tahun lagi, bukan hukuman yang menjerakan yaitu hukuman mati. Jadi para mafia itu berpikir bahwa vonis hukuman di Indonesia adalah hukuman yang ringan dan seumur hidup, hukuman mati di Indonesia hanya di atas kertas.
Ini sama saja membuka peluang sebesar-besarnya para mafia narkoba untuk terus melanggengkan aksinya menyelundupkan narkoba baik pelaku dalam negeri maupun WNA . Padahal sudah jelas bahwa narkoba merusak generasi, melumpuhkan mental ,merusak organ-organ tubuh manusia dan juga kematian. Ini bukti lemahnya keamanan Negara dimana telah gagal melindungi dan mengurus rakyatnya karena Indonesia darurat narkoba bertahun-tahun tanpa penyelesaian tuntas.
Di samping itu, fenomena meningkatnya kasus narkoba merupakan hal yang ‘lumrah’ di tengah kehidupan liberal yang menggaungkan ide kebebasan atas nama HAM. Saat ini, demokrasi yang diadopsi oleh Indonesia meniscayakan pandangan individualistik dan kebebasan sebagai pilar penegakknya. Akibatnya muncul perilaku-perilaku menyimpang atas nama HAM, salah satunya penyalahgunaan narkoba.
Gaya hidup hedonis pun menempatkan narkoba itu barang yang keren dan wajib dicoba bagi kalangan yang disebut ‘gaul’, karena zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pemakainya lebih berani, keren, percaya diri, kreatif, santai dan lain sebagainya.
Orang yang dirundung banyak masalah dan ingin lari dari masalah dapat terjerumus juga dalam pangkuan narkoba, mereka berniat lari dari masalah meskipun cuma sesaat. Narkoba dipandang dapat membantu seseorang untuk melupakan masalah dan mengejar kenikmatan. Apalagi, saat ini masyarakat cenderung acuh/tidak peduli, pengawasan sosial masyarakat kian longgar, dan menurunnya moralitas masyarakat makin menambah keinginan untuk menggunakan narkoba.
Walhasil, penyebab tingginya penyalahgunaan narkoba hingga level darurat ini bukan hanya karena faktor individu yang ingin coba-coba dan tawaran dari pengedarnya, tapi mencakup berbagai aspek berskala sistemik. Bahkan, faktor lingkungan masyarakat dan penerapan aturan dari negaralah yang menjadi faktor terbesar yang memperparah kasus ini. Semua itu tak lepas dari sistem liberal kapitalis yang diadopsi negeri ini.
Sistem yang lahir dari sekulerisme -yang menjadikan manusia sebagai pembuat hukum- ini telah membuat banyak orang jauh dari agama dan melanggar berbagai aturan, termasuk aturan agama. Selain itu faktor yang menjadi penyebab negeri ini terus diliputi berbagai persoalan yang sangat serius dalam berbagai aspek adalah karena kehidupan manusia di dunia diatur berdasar sistem (pedoman) hidup buatan manusia (kapitalisme), bukan yang dibuat oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Ketika kita ingin memberantas tuntas kasus narkoba maka solusi dan aksi yang dilakukan harus menyentuh akar permasalahannya, tak cukup hanya dengan operasi dan razia yang hanya sebulan semata.
Dalam pandangan Islam narkoba dihukumi sebagai sesuatu yang bersifat mukhoddirot (mematikan rasa) dan mufattirot (membuat lemah). Rasulullah SAW telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan (muskir) dan melemahkan (mufattir). (HR Ahmad, Abu Dawud no 3686).
Yang dimaksud mufattir (tranquilizer), adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342).
Selain itu, narkoba juga merusak kesehatan jasmani, mengganggu mental bahkan mengancam nyawa. Maka itu, hukum penggunaan narkoba diharamkan dalam islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain.”
(HR Ahmad, Ibnu Majah).
Didalam islam penggunaan narkoba jelas-jelas dilarang berdasarkan nash yang mengharamkan narkoba. Jadi Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim). Jika pengguna saja dihukum berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya; mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan qâdhi (hakim) karena termasuk dalam bab ta’zîr .
Aparat penegak hukum dalam islam harus orang yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang tegas, yang notabene bersumber dari Allah SWT, serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan dijualbelikan.
Didalam islam penggunaan narkoba jelas-jelas dilarang berdasarkan nash yang mengharamkan narkoba. Jadi Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim). Jika pengguna saja dihukum berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya; mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan qâdhi (hakim) karena termasuk dalam bab ta’zîr .
Aparat penegak hukum dalam islam harus orang yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang tegas, yang notabene bersumber dari Allah SWT, serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan dijualbelikan.
Mafia peradilan sebagaimana marak terjadi dalam peradilan sekular saat ini kemungkinan kecil terjadi dalam sistem pidana Islam. Ini karena tatkala menjalankan sistem pidana Islam, aparat penegak hukum yang bertakwa sadar betul, bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah, yang akan mendatangkan pahala jika mereka amanah dan akan mendatangkan dosa jika mereka menyimpang atau berkhianat.
Posting Komentar