Aku adalah seorang anak kelas 1 SMP yang selalu terlambat. Dan anak yang paling dibenci di kelas. Suatu pagi aku datang ke sekolah dengan pucat pasi. Nafasku tersengal-sengal, keringat dingin membanjir, dan tubuh gemetar. Kakiku membeku dan tak lagi teguh menopang tubuh gemetarku. Aku kelelahan sehabis lari sejauh 500 m, usai turun dari truk reyot yang tadi kutumpangi. Wajah-wajah dingin sekaligus terkejut menyeringaiku tajam di ruang UKS. Aku seperti orang kehabisan daya. Tubuhku yang kurus terjatuh lunglai di depan berlubang nan reyot. Sesaat kemudian aku benar-benar sudah tak berdaya. Kaku mati kutu.
Pagi itu sebenarnya sekitar jam 05.30 ibu membangunkanku, karena beliau sendiri juga baru bangun. Karena semalam beliau melihat film special on the weekend. Mungkin juga salahku karena tidur terlalu malam akibat nonton IMB sampai larut.
Hari itu sial bagiku, ayah dan adek sedang tak di rumah, mereka berlibur di rumah nenek. Sementara hari itu Senin saat upacara bendera. Padahal selain aku paginya bangun kesiangan, topi dan sabukku tak cari-cari tidak ada, mungkin hilang. Belum lagi nanti di sekolah, riuh bising suara teman-teman pasti akan melahapku lagi. Trus ditambah lagi, aku belum mengerjakan PR, wuih gurunya galak pula. Ceritanya gini, ada guru yang bertamasya di kelasku. Karena tak kerjakan PR, pasti aku akan dibuat seperti patung es yang akan mencair.
“Ma !! cepat jangan hanya duduk-duduk di kasur! Rapikan tempat tidur, shalat, mandi, sarapan baru boleh berangkat teriak ibuku. Dan sudah kuduga beliau pasti akan tidur lagi setelah shalat subuh. Aku akhirnya mencoba semua lamunan dan mencoba bangkit dari selimut tebal yang memelukku hangat. Ah seandainya aku bisa tertidur dan terbangun sekitar seabad lagi. Seandainya tempat tidur reyot ini tak seempuk kelihatannya pasti aku akan tidur di lantai dan terbangun sangat pagi sebab sengatan gigi semut yang mengikis kulitku.
Ma..!!!
Suara kedua aku mulai beranjak.
Ma..!!!
Kunikmati dinginnya suhu yang membirukan bibir dan membekukan sumsum.
“Maaa!!!!!
Aku terkejut dan langsung melompati 2 kursi kayu yang sudah lapuk untuk mencapai kamar mandi. Buru-buru kuguyurkan air sedingin es yang memperlakukanku seperti kucing. Wajah, tangan, rambut dan kakiku sudah basah dan aku segera menuju ruang tengah.
Memungut mukena lusuh nan bau tengik bekas yang digunakan ibuku shalat tadi. Bau susu dan krim malam yang tak jelas mereknya melekat di mukena kumuh itu. Si sajadah tak jauh berbeda, baunya seperti bedak umbi rumput dengan gambar abstrak yang mulai pudar warnanya. Setengah sesak nafas, kugunakan 2 atribut keramat itu untuk menghadap Yang Kuasa. Tampak seperti menghayati sungguhan shalatku ini. Orang awam pasti mengira kalau aku ini anak yang sangat shalehah. Padahal kalau ditelusuri sampai ke otak dan syaraf-syarafnya, pikiranku sebenarnya melayang-layang mememikirkann kesialanku nanti. Sama sekali jauh dari konsentrasi, menghayati dan menikmati shalat.
Jam menunjukkan pukul 6.15 dan baru saja menyiapkan sarapan nasi campur sayur. Ibuku sudah kembali meringkuk kedinginan dalam nikmatnya bulu-bulu sintetis selimut tebal yang tadi baru saja kulipat. Jantungku mulai berdebar seluas bom saat cahaya kemerahan mentari menembus genteng kaca dan selambu putih berjamur ruang tamu. Terbayang lagi wajah-wajah dingin teman-temanku yang tak pernah berhenti menyindirku sampai telingaku hampir meleleh tak sanggup lagi mendengarkan. Apalagi kalau yang bicara sudah Irvan, Atmo dan Dafid. Tiga teman sirkus itu mungkin bisa dibilang serupa jin kurang sajen atau mungkin lebih parah.
Braaak!!
Tiba-tiba dari arah kamar mandi terdengar suara bom yang meruntuhkan atap bangunan. Dan ternyata atap bangunannya benar-benar runtuh. Lalu ku lihat puluhan ayam induk dan jago sedang bereuni di atap kamar mandiku yang hanya terbuat dari fiber plastik tipis. Aku kebingungan setengah mati. Wajahku memutih, aduh bagaimana caraku mandi nanti? Belum kalo ibuku tahu, urusan bisa runyam. Bukan hanya aku akan disuruhnya membereskan bar disko ayam itu, tapi 98% kemungkinan aku tak jadi ke sekolah dan di alpha. Ini memilukan sesungguhnya. Rasanya seperti mengulang masa-masa bobrokku dikelas 2 SD. Selalu datang terlambat, paling dibenci, sering membolos dan yang paling bodoh.
Cepet-cepet kuselesaikan sarapanku lalu melepas baju untuk mandi. Puluhan ayam terbang seketika saat kuluruskan atap plastik itu di tembok. Lalu akupun mandi beratap langit. Kuamati burung-burung yang mengangkasa di langit biru berarak kelayapan di atasku. Mereka menatapku dengan tatapan aneh dan kaget, lalu ku balas dengan percikan air. Sesaat kemudian kembali kufokuskan waktuku untuk mandi.
Jam 6.26 aku melintas ganas meraih seragam bau seterikaan yang agak gosong benang blubutnya. Memakai cepat tanpa topi, karena topiku hilang dan aku berencana meminjam topi ke anak-anak yang di UKS. Lalu tanpa bersisir terlebih dahulu ku kuncir rambutku dan pake krudung. Usai mengatasi kekacauan tadi langsung aja kukenakan kaos kaki mahal dari sekolah yang kiri tak jauh berbeda dengan gombal serbet kaca. Sama juga dengan sepatuku yang dulu begitu kupuja karena sangat mengkilat dan baunya harum seperti semiran, yang kini sudah kusam berselimut debu. Setelah memakainya cepat-cepat aku berlari keluar rumah sambil membanting pintu dapur. Sesaat kemudian baru kusadari bahwa hari ini aku akan sangat sial.
Sesampainya aku di jalan biasa, sama sekali tak tampak anak manusia seorangpun. Hanya tersisa semilir angin dan pentas tari dedaunan. Aku tersenyum getir, hari makin panas dan aku semakin gemetar. Kulihat sesuatu kemerahan diantara rimbun pepohonan dan semak di pohon mahoni. Itu pasti tas milik Sasa. Dengan segera aku berlari ke arah Sasa. Tampak gadis berkulit hitam, yang rambutnya agak ikal dikuncir ekor kuda. Ia tersenyum sambil tertawa padaku, menampakkan gigi putih nan cemerlang serupa keramik. Ia mengatakan kalo bus yang biasanya melewati arah sekolah sudah lewat baru aja. Aku mengeluh.
“Huh”! Selalu aja setiap sampai disini bis baru lewat! Gerutuku sambil menyobek-nyobek daun mahoni.
“Hmm tapi lebih buruk lagi aku tiap jam 6 pagi sudah ada disini, tapi kadang-kadang sampai jam setengah sembilan belum ada bis. Jadi aku terpaksa pulang”, ujarnya menunduk. Aku melongo.
Seberkas cahaya kemerahan menyebar dalam detik awal dengan sangat cepat. Menyirami tubuh kurus kering kami yang mulai kepanasan.
‘Hari ini aku akan jadi petugas upacara. Jadi petugas pembaca UUD” ujarnya.
“Hah, benarkah? Tanyaku.
“Iya jadi aku takut sekali”
Ya ampun, kenapa nggak bilang dari tadi. Sini aku nunutkan orang ! Paksaku. Sasa menggeleng. Aku tetap memaksanya sampai dia diam tak menjawab. Kebetulan dari arah utara sedang melaju sebuah kendaraan motor besar yang terbatuk-batuk.
“Nah itu ada motor lewat, cepat siap-siap! Teriakku pada Sasa. Sasa menendang–nendang rumput berembun yang berada yang berada di bawah kakinya. Aku tahu ia pasti tak menolak, lalu ketika motor besar itu hampir mendekat aku menyetopnya setengah tergopoh-gopoh.”Pak ikut pak! Motor itu berhenti dengan suara bising knalpotnya. Itu ikutlah Sa! Nafasku tersengal. Dengan ekspresi khasnya, Sasa melihatku sambil berusaha menaiki jok.
Akupun kembali duduk di pinggir jalan, menunggu keberuntungan kalo-kalo ada motor lewat lagi trus ikut deh.
Tapi kulihat-lihat kok semakin sepi tak ada motor satupun apalagi mobil, jam sudah menunjukkan 6.45, aku semakin gusar dan gelisah, aku melamunkan apa yang akan terjadi nanti jika aku terlambat lagi.
Ketika aku masih dalam lamunan tiba-tiba mobil kol, melaju cepat dari arah utara juga. Tanpa pikir panjang aku langsung siap-siap menyetopnya. Ketika dekat aku langsung menyetopnya. Mobilpun berhenti, tapi kulihat seisi mobil tak ada penumpang manusia karena mobil tersebut membawa kambing yang akan dijual di pasar. Haduh, bagaimana ini kalo aku tidak ikut aku pasti terlambat, kalo aku ikut, masa iya aku bersama kambing?
Dengan hati was-was akupun naik bersama dengan kambing-kambing itu. “Jangan takut neng, kambingnya nggak galak kok. “ Kata pak sopir. Hehe, dengan tersenyum kecut, aku menganggukkan kepala. Ketika kakiku melangkah ke bak mobil, teriakan kambing sudah meraung–raung seperti kenalpot bocor. Kupaksakan naik saja, daripada aku tidak sekolah.
Untung tak terlalu lama, akhirnya sampek di depan sekolah. Tapi pemandangan kulihat berbeda, tampaknya upacara sudah dimulai. Itu artinya bel masuk sudah 10 menit yang lalu..
Duuuh, alamat dah kalo kayak gini, belum pinjam topi lagi. Segera turun dan ku mencoba masuk lewat samping dan menuju UKS, setelah kulihat tak ada orang yang di UKS. Berarti tak ada yang sakit. Ketika ku berkeliling melihat UKS, seseorang menepuk bahuku aku langsung menoleh. wajahku pucat pasi karena guru BP yang sedang dihadapannku.
“Ngapain kamu disini, mana topimu? Ayo ikut dihukum yang terlambat sana!
Iiiiya bu!
Wah, gawat ini ngapain pakek ketahuan juga sih. Gerutuku.
Akupun berdiri dengan barisan orang-orang terlambat, ternyata banyak juga. Tak lama kemudian pak kepala sekolah memberi amanatnya saat waktunya. Pak kepala sekolah menyindir, habis-habisan pasukan terlambat hari ini. Dan memberikan hukuman untuk membersihkan kamar mandi, setelah upacara.
Akupun termasuk daftar itu. Untung aku tadi udah sarapan, bisa pingsan kalo belum sarapan langsung bersihkan kamar mandi. Upacara hari ini tak tahulah kok cepat sekali usai, langkah kakiku menuju tempat kamar mandi yang harus kubersihkan. Kubuka pintu merah yang angker dengan bau pesing, seperti racun itu. Ketika masuk nyawaku hampir melayang pingsan mencium aroma tak karuan itu, segera ku keluarkan masker dari sakuku, untung tadi kebawa tidak sengaja, malah ada gunanya.
Karena ku tidak membau pesing karena pakai masker, langsung ku guyur kamar mandi dengan air sebanyak-banyaknya dan ku keluarkan pel untuk segera mengepel dan ku tuangkan super pel sewadah habis karena agar cepat selesai. Aku tak akan berpikir lagi, yang penting cepat selesai. Satu jam pelajaran aku membersihkan kamar mandi tak selesai-selesai karena harus membersihkan gelombang-gelombang racun hitam yang menempel sudah lama di kamar mandi.
“Huft, akhirnya selesai juga, langsung ku menuju kelas untuk ikut pelajaran. Ketika ku masuk seisi kelas diam, sendu, senyap seperti ada hantu yang masuk. Namun aku tak peduli terus ku menerobos masuk dan cepat-cepat aku duduk. Untung aku duduk di belakang jadi nggak terlalu terlihat oleh guru. Dan untungnya pas jam aku masuk, tidak ada PR, karena PRnya dibahas pas aku dihukum di kamar mandi. Hehe, ada hikmahnya juga dihukum, senyumku.
Aku masuk jam pelajaran PPKn, gurunya tua sekali sudah usia pensiun tapi belum pensiun, beliau menyuruh siswa mencatat, dan tanganku pegal sekali, karena habis membersihkan kamar mandi. Aku menundukkan kepalaku di meja, dan terasa angin semilir dari luar ruangan membuatku semakin tak tertahankan untuk memejamkan mata. Semalam sudah kurang tidur, ditambah lagi dihukum, capek sekali. Tak lama kemudian mataku terpejam aku tak sadar apapun kalo aku ada di dalam kelas. Aku bermain dengan duniaku yang baru yaitu mimpi. Aku seperti berjalan di suatu taman yang indah sekali dan aku menemukan durian buah kesukaanku. Tiba-tiba serasa ada kayu yang menimpaku. Plok ! Pas di kepalaku, aaau, aku teriak tajam. Seketika aku terbangun, ternyata penghapus sudah ada di pinggir kepalaku, karena dilemparkan guru kepadaku.
Ketika ku teriak, seluruh teman menertawaiku, baru ku sadar kalau aku ada di dalam kelas dan tertidur 10 menit.
“Apa-apaan kamu Ma, sudah terlambat, terus tidur juga, mau kamu dihukum lagi?
“Tttidak pak, maaf pak saya mengantuk sekali pak!
Saya janji pak tidak saya ulangi pak…”sambil memohon-mohon aku pada pak guru.
“Huuuuuuuuuu” teman-teman kompak menyorakiku.
Sambil menahan malu, ku kernyitkan dahiku.
Dan guru pun mendiamkan seluruh kericuhan yang sedang terjadi. Lalu kuikuti pelajaran lagi.
Bersambung....
Posting Komentar