Kemajuan Pendidikan Hanya Ilusi, Saat G20 Berdeklarasi

Pendidikan ditangan kapitalis dijadikan komoditas hingga bagi kalangan menengah ke bawah tak terjangkau. Seharusnya pendidikan merupakan hak bagi seti


Kemajuan Pendidikan Hanya Ilusi, Saat G20 Berdeklarasi


Oleh : Wenny (Praktisi Pendidikan) 

Mengutip G20 Bali Leaders Declaration yang diunggah Consilium European Council, pada poin ke-44 disebutkan bahwa para pemimpin negara G20 akan bertindak dalam solidaritas, khususnya dengan negara-negara berkembang untuk membangun kembali sistem pendidikan yang tangguh, berteknologi, mudah diakses, dan efektif (Detikcom, 18/11/22) 

Deklarasi G20 sangat berkomitmen untuk menekankan kebijakan terhadap wanita dan anak perempuan. Mereka pun menegaskan kembali pentingnya Pendidikan untuk Perkembangan yang Berkelanjutan atau Education for Sustainable Development (ESD) dan komitmen terhadap SDG4 untuk memastikan kualitas pendidikan dan pelatihan yang inklusif dan setara (Detikcom, 18/11/22) 

Kemajuan Hanya Sebatas Ilusi

Begitu menjanjikan isi deklarasi G20 seolah rakyat dapat menyandarkan beban terutama untuk pendidikan di semua kalangan masyarakat baik perempuan sebagai golongan yang lemah termasuk pendidikan inklusi dan pendidikan yang berkelanjutan semua akan setara dalam hal kemajuan, nyatanya hingga kini masyarakat belum merasa ada keadilan. Saat ini yang dirasakan pendidikan berkualitas itu berbiaya tinggi.

Pendidikan ditangan kapitalis dijadikan komoditas hingga bagi kalangan menengah ke bawah tak terjangkau. Seharusnya pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara. Namun hanya kalangan berkantong tebal yang dapat mengecap pendidikan terutama untuk Perguruan Tinggi. 

Sistem Islam Lahirkan Generasi Mulia

Islam mengatakan perempuan pada fitrahnya, tidak membedakan perempuan dalam pendidikan. Bahkan yang mendirikan universitas pertama di dunia adalah perempuan yaitu Fatimah binti Muhammad al-Fihriya al-Qurashiyah (Arab: فاطمة بنت محمد الفهرية القرشية‎) adalah pendiri Masjid Al-Qarawiyyin tahun 859 M yang kemudian berkembang menjadi Universitas Al-Qarawiyyin tahun 1963 di Fez, Maroko.

Agama Islam diturunkan sebagai kasih sayang bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin) dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berilmu saja. Itulah sebabnya Allah SWT dan Rasulullah SAW mewajibkan manusia agar tidak pernah berhenti belajar selama hidupnya melalui Al-Qur’an, Sunnah, maupun Hadist tentang menuntut ilmu.

Islam dengan kurikulumnya berhasil mencetak generasi emas yang berakhlak mulia seperti Arqam ibn Abi Arqam, seorang sahabat muda belia yang ketika itu masih berusia 15 tahun yang memiliki baitul Arqam yang menghasilkan sejumlah tokoh penting sahabat lainnya, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf. 

Muhammad Al-fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun adalah generasi dalam didikan Islam dengan pasukan terbaik yang taat dan berakhlak mulia.

Dalam Islam pendidikan jadi tanggungjawab negara, walau tidak menutup kemungkinan swasta untuk berpartisipasi. Dengan kurikulum yang mumpuni Islam membina generasi sepenuh hati, membentuk ketakwaan dan ketaatan generasi hingga berakhlak mulia. 

Biaya pendidikan tak merisaukan rakyat karena jaminan negara dari sumber daya alam dan kekayaan negara digunakan menjamin hajat hidup rakyat. Bahkan tak hanya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan primer lainnya diurusi oleh negara. Kehidupan seperti itu sudah terbukti selama hampir 14 abad dimasa gemilang sistem Islam yang menguasai lebih dari separuh wilayah dunia. Betapa kesejahteraan merata tanpa sempat mengeluh beban hidup. Masyarakat tentram dalam sistem Islam. Tidakkah kita ingin merasakan keberkahan. Rahmatan lil alamiin. 

Wallahua'lam bishawab

Posting Komentar