Islam dan jejak penerapannya pernah diterapkan di Nusantara bukanlah sebuah cerita khayalan. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam dan kekhilafahan pernah ada.
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad ke-7. (Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita, dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam, 2002, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 9-27).
Selain itu, sesungguhnya tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan nusantara dengan khilafah di Timur Tengah itu sangat erat. Penduduk Indonesia saat ini yang mayoritasnya muslim tidak bisa dilepaskan dari jasa para dai yang menyebarkan Islam di nusantara.
Di Pulau Jawa ada yang disebut sebagai wali songo. Di dalam Kitab Kanzul Hum karya Ibnu Bathutah terungkap bahwa para dai tersebut adalah utusan Sultan Muhammad I dari KhilafahUtsmaniyah yang berpusat di Turki. Rombongan I dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1404 M. Bersama dengan beliau ada SyaikhSubaqir, Maulana Ishaq (ayah Sunan Giri) dan Syaikh Jumadil Kubro. Kedatangan para dai tersebut secara bergelombong dalam 5 rombongan berturut-turut.
Termasuk pula Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) menjadi ketua rombongan dai menyusul rombongan Maulana Malik Ibrahim. Fragmen demikian menunjukkan bahwa keberadaan Khilafah sebagai institusi yang konsen dalam mendakwahkan Islam. Saat ini kita bersyukur telah dan sedang menghirup aroma keberkahan hidup di dalam Islam. Ini semua tidak lepas dari jasa dan peran Sang Khalifah yang mengutus para dai ke nusantara.
Bahkan hasil dari dakwah para dai tersebut berdirilah kekuatan politik Islam berupa Kesultanan. Waktu itu Kesultanan Islam yang berperan dalam perjuangan mengusir para penjajah setelah redup dan hilangnya kerajaan Hindu dan Budha. Pada tahun 1511 M, DipatiUnus dari Kesultanan Demak menyeberang ke Selat Malaka bersama pasukannya guna menyerang Portugis.
Berikutnya di dalam menghadapi penjajah Belanda di Aceh, Kesultanan Aceh mendapat bantuan secara khusus dari Khilafah Utsmaniyah. Laksamana KurtogluHizier Reis bersama pasukan Utsmaniy membantu Aceh melawan Belanda.
Inilah yang menyebabkan Aceh begitu sulit untuk ditaklukan Belanda. Akhirnya Belanda mengirim Dr Snouck Hourgronye dan Van derPlas untuk menyamar menjadi muslim. Misinya adalah menghancurkan Islam dari dalam.
Namun, walaupun penjajah Belanda menuai sukses besar dalam menghapus syariah Islam di bumi Nusantara, umat Islam di negeri ini tidak pernah diam. Perjuangan untuk menegakkan kembali syariah Islam terus dilakukan.
Pada tanggal 16 Oktober 1905 berdirilah Sarekat Islam, yang sebelumnya adalah Sarekat Dagang Islam. Inilah mestinya tonggak kebangkitan Indonesia, bukan Budi Utomo yang berdiri 1908 dengan digerakkan oleh para didikan Belanda.
KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tahun 1912 dengan melakukan gerakan sosial dan pendidikan. Adapun Taman Siswa, baru didirikan Ki Hajar Dewantara pada 1922. Sejatinya, KH Ahmad Dahlanlah sebagai bapak pendidikan.
Cut Nyak Dhien lebih berkontribusi melawan penjajah Belanda saat menyerang Aceh dan R.A Kartini hanya menuangkan perjuangannya lewat sebuah tulisan. Seharusnya pahlawan emansipasi wanita disematkan untuk Cut Nyak Dhien (H. Endang Saefuddin Anshari, 1983).
Pada saat pemilu yang pertama tahun 1955, Masyumi adalah partai Islam pertama dan terbesar yang jelas-jelas memperjuangkan tegaknya syariah Islam di Indonesia. Lahirnya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 adalah salah satu puncak dari perjuangan umat Islam dalam menegakkan syariah Islam di Indonesia.
Lebih dari itu, sejarah perjuangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari agenda Khilafah Islam. Setelah institusi Khilafah Islam Ustmaniyah dibubarkan pada 3 Maret 1924, ulama dan tokoh pergerakan Islam Indonesia meresponnya dengan pembentukan Komite Khilafah yang didirikan di Surabaya pada 4 Oktober 1924, dengan ketua Wondosudirdjo (Sarikat Islam) dan wakilnya KH A. Wahab Hasbullah. Kongres ini memutuskan untuk mengirim delegasi ke Kongres Khilafah ke Kairo yang terdiri dari Surjopranoto (Sarikat Islam), Haji Fachruddin (Muhammadiyah), dan KH. A. Wahab dari kalangan tradisi. (Hindia Baroe, 9 Januari 1925). KH A. Wahab kemudian dikenal sebagai salah satu pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia Nahdhatul Ulama.
Demikianlah jejak Khilafah di nusantara. Khilafah memainkan peran penting di dalam menyebarkan dakwah Islam dan mempertahankan setiap jengkal tanah negeri dari penjajahan.
Ini baru sekilas jejak khilafah di Nusantara. Masih banyak sejarah lainnya yang menunjukkan Islam pernah diterapkan di Nusantara dengan kekhilafahan pusat di Turki Utsmani.
Namun, kenapa jejak mulia ini telah hilang dari benak kaum muslimin khususnya muslim di Nusantara?
Kita sebagai umat muslim harus berupaya mencari jejak yang hilang ini dan mengembalikan kepada umat Islam, agar menyadari bahwa Islam pernah diterapkan. Dan semoga segera tegak kembali menunjukkan kemuliaan dan keluhurannya dimuka bumi.
Posting Komentar