FINDING THE LIGHT : Kewajiban Menutut Ilmu dan Proses Berpikir

 

FINDING THE LIGHT : Kewajiban Menutut Ilmu dan Proses Berpikir


Sobat jika hidup kita ini diibaratkan sebuah perjalanan, tentu kudu ada tempat yang jadi tujuan. Kebayang kan kalo sebuah perjalanan tanpa tujuan? Alamat ngalor ngidul. Nggak jelas arahnya mau kemana dan berakhir dimana. Dijamin bikin cape dan nguras tenaga. Makanya, sebelum menentukan arah dan tujuan perjalanan, penting deh kita jawab pertanyaan, mau kemana kita? Ngapain kita bepergian? Apa saja yang mesti kita persiapkan, sebelum,

selama dan sesampainya di tujuan?

Nggak perlu mengernyitkan dahi mikirin jawaban pertanyaan di atas. Dibuat mudah aja. Intinya kita perlu yang namanya ‘tahu’. Eits, ini bukan produk kacang kedelai soulmate-nya tempe lho ya. ‘Tahu’ yang satu ini sohibnya pengetahuan alias ilmu. Yupz, mencari tahu, artinya adalah mencari pengetahuan, menuntut ilmu, menemukan cahaya atau finding the light.

Finding the light seperti yang pernah dilakukan oleh ayahnya Nemo saat kehilangan anak semata wayangnya. Ups, ada yang belum nonton film Finding Nemo? Hmm…. Boleh ke belakang sebentar gak. Mau ketawa ngakak dulu. Hehehehe…. Heum, nggak papa kalo emang belum kenal Nemo. Nggak dosa kok. Dan kita nggak bakal bilang kamu

kuper. Cuman ndeso!… hahahaha, lebih parah ya?

 

Buat  yang  belum  tahu,  film Finding Nemo itu keren banget dan full  inspirasi.  Di  film  tersebut, Nemo  kesasar  dan  akhirnya terdampar  di   akuarium 

sebuah rumah di perkotaan. Sementara sang bapak Nemo (namanya     siapa     ya)

kelimpungan  mencari  tahu  anak  semata  wayangnya  yang  seolah hilang ditelan samudera. Ayahnya Nemo mencari tahu mulai titik hilangnya  Nemo,  siapa  temannya,  siapa  gurunya,  dll.  Sementara si  Nemo  sendirijuga  berusaha  untuk  mencari  tahu  jalan  kembali kepada bapaknya. Serunya, kisah proses saling mencari tahu ini yang mengharukan, menegangkan, sampe akhirnya mempertemukan antara anak dan bapak. Happy ending deh. #AmbilTissu, hiks…


Nah, coba tebak apa hikmah yang bisa kita dapat dari film Finding Nemo? Kerja keras! Sungguh-sungguh! Tanggung jawab! Yupz, dan masih banyak hikmah lain yang bisa kita dapet. Tapi yang pengen kita tekankan, pentingnya proses mencari “tahu” alias finding the light seperti yang dilakukan Nemo dan ayahnya.

Coba bayangin, kalo Ayahnya Nemo nggak cari tahu dulu kenapa Nemo pergi? Nggak cari tahu siapa temannya atau dimana tempat bermainnya? Bakalan gak ada endingnya tuh film. Yupz, makanya mencari ilmu tentang suatu yang akan kita tuju adalah penting. Seperti mencari secercah cahaya dalam kegelapan.

 


Cari Ilmu untuk Hidupmu


Sobat, kalo untuk perjalanan yang sehari dua hari aja kita butuh panduan ilmu apalagi untuk perjalanan seumur hidup yang kita jalani. Pastinya perlu banget. Belum lagi kita nggak tahu kapan akan berakhirnya perjalanan ini. Jangan-jangan saat bekal kita belum siap, ilmu kita masih seuprit, gak tahunya udah finish. Repot kan? Makanya sangat beralasan untuk bersegera cari ilmu untuk hidupmu. Catet!

Manusia  butuh  makan,  minum,  tidur,  menikah,  bekerja, bersosialisasi, dan yang pasti sebagai muslim kita juga butuh ibadah. Pertanyaannya, apakah semua itu butuh ilmu? Pastinya!.

Misalnya makan, butuh ilmu? Ohw nggak koq itu alami aja, nanti semua orang pasti akan bisa makan, tanpa belajar, tanpa tahu ilmunya. Ya kalo kita mau meniru perilaku kucing yang ngikutin insting sih silakan aja. 

Tapi kita kan manusia, sebaik-baiknya ciptaan. Tentu berbeda dong dengan hewan. Makanya waktu kecil, ibu ngajarin kita adab makan. Nggak bagus pake tangan kiri, nggak boleh sambil berdiri, nggak sopan sambil jalan, atau baca doa sebelum makan. Nah itu semua, ilmu namanya.

Jadi keinget sama cerita anak elang yang dibesarkan oleh seekor ayam. Ya, ceritanya ada telur elang yang menetas bersamaan dengan telur ayam. Begitu telur itu menetas, secara naluriah, anak- anak ayam pasti akan mencari induknya. Tak terkecuali anak elang yang terdampar di kandang ayam. 

Nah, karena begitu melihat dunia dan yang pertama dilihat adalah induk ayam, elang menganggap bahwa ayam itulah orangtuanya. Maka selama hidup bersama ayam, si elang melakukan perilaku layaknya ayam. Mulai dari cara berjalan, cara makan, cara bersuara, dsb. Singkat cerita, anak elang itu baru nyadar kalo dirinya bukan ayam, setelah bertemu dengan induk elang. Dia pun harus menjadi seperti elang. Bisa terbang dan alaminya justru

 
memangsa ayam bukan malah berteman dengan ayam. Anak elang jadi galau. Masak harus memangsa kakak adiknya? :D




Nah, finding the light tak sekedar mencari tahu caranya makan seperti anak elang. Tapi pake tambahan ‘cara yang benar sesuai fitrah’. Biar ilmu yang didapat bisa memandu kita biar gak salah arah. Karena itu keadaan sekitar lingkungan nggak bisa dianggap sepele. Lingkungan yang mengantarkan ilmu tentang kehidupan pada kita. Persis cerita film Tarzan. Ingat? Karena dia hidup awalnya di hutan, dan besar bersama binatang, maka tingkah lakunya kayak binatang.

Well, nggak mau dong kalo keseharian kita sama seperti kehidupan hewan kayak si Tarzan? Makanya mencari ilmu untuk hidup kita adalah penting. Mulai dari kita bangun tidur sampe mau tidur lagi, banyak ilmu yang musti kita pelajari. Apalagi kita dianugerahi oleh Allah berupa akal yang berfungsi untuk berpikir. Potensi itulah yang bedain kita dengan hewan dalam hal menyikapi ilmu.
Coba sekarang perhatikan, monyet makan pisang, manusia juga makan pisang. Tapi kelakuan masing-masing terhadap pisang bisa jadi beda antara monyet dengan manusia. Monyet dari kakek
 
buyutnya hingga cicitnya sekarang suka banget makan pisang tanpa ada inovasi. Cara makannya dari dulu tahapannya gak jauh beda. Ambil pisangnya, buka kulitnya, langsung hap makan. Beda dengan manusia. Kita memang makan pisang, tapi cara menikmatinya tak langsung hap makan. Tapi bisa dibikin selai pisang, pisang goreng, pisang molen, kolak pisang, bahkan kulitnya pun ada yang dibuat keripik asyik. Kebayang nggak, monyet aja nggak suka makan kulit pisang. Tapi manusia, maen sikat aja karena manusia mampu menyerap ilmu dan bahkan mengembangkannya. Itulah kehebatan akal yang membedakannya dengan hewan.

Dengan akal, manusia bisa berpikir dan menyerap pengetahuan. Sehingga bisa menerima ilmu, bahkan mengembangkannya. Maka Allah menciptakan manusia sebagai mahluk sempurna. Perhatikan dialog antara Allah, Nabi Adam as yang mewakili manusia, dan malaikat.




Ingatlah  ketika  Tuhanmu  berfirman  kepada  para  Malaikat: 

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan  menumpahkan  darah,  padahal  kami  senantiasa  bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"   Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama- nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" .(TQS. Al-Baqarah:30-33)




Cari Ilmu untuk Ibadahmu



Cari Ilmu untuk Ibadahmu


Tugas  utama  kita  sebagai  mahluk  adalah  beribadah. Persoalannya, darimana kita tahu cara ibadah yang bener? Yang bakal diterima oleh Allah swt? Kebayang dong gimana ruginya kalo kita udah susah payah ibadah nggak tahunya ditolak oleh Allah. Atau udah sekian kali kita ibadah dengan super pede, ternyata meyalahi aturan. Tekor dong? Pastinya! Trus gimana?

Nah  disinilah  pentingnya  kita  mencari  ilmu.  Apalagi  kalo menyangkut ibadah. Harus ada cantolannya. Kudu ada petunjuknya. Musti ada teladannya. Nggak boleh sembarangan bin semau gue. Karena kita muslim, maka panduan kita beribadah pastinya 100 persen dari Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah saw. Nggak boleh yang lain.

Ambil contoh misalnya sholat. Salah satu syarat sahnya sholat adalah kita kudu bersih dari hadats besar dan kecil. Hadats besar dibersihkan dengan cara mandi junub, sedang hadats kecil cukup dengan berwudhu. Kalo kita nekad sholat sementara masih ada hadats yang menempel pada tubuh kita, tentu nggak akan diterima tuh shalat. Syaratnya belon lengkap bro!
 
Demikian pula misalnya, kita mau sholat dhuhur 4 roka’at. Tapi, kita kerjakan hanya 3 roka’at. Ah, gak apa-apa Allah kan Maha Pemurah, cuman kurang satu roka’at ini. Jiahh….! meski Allah Maha Pemurah, bukan berarti dalam soal ibadah kita boleh main-main seenak udel. Tetep mesti ngikutin aturan dan tahu ilmunya.

Kebayang kan betapa ruginya kita udah ibadah tapi nggak keterima,  gara-gara  kita  nggak  tahu  ilmunya.  Padahal  puncak tertinggi penciptaan manusia adalah ibadah (QS.adz- Dzâriyat 56). 

Maka mencari tahu atau mencari ilmu buat ibadah kita bukan hanya penting, tapi peuenting bangettz.
Sementara itu yang disebut ibadah, nggak melulu urusannya cuman sholat, zakat, puasa, haji dan sejenisnya. Ya, yang itu termasuk ibadah, disebutnya ibadah ritual (mahdoh). Kalo mau dikategorisasikan, ibadah itu dibagi menjadi dua. 

Pertama, ibadah dalam arti khusus, kayak yang kita sudah kasih conto tadi, seperti sholat. 

Kedua, ibadah dalam arti umum, yakni segala aktivitas yang dilakukan seorang muslim, yang dilakukan dalam niat karena Allah, dan juga caranya benar. Patokan bener-salahnya ya ke al-Quran dan hadits.

Contoh nih. Kenal dengan Pablo Escobar? Dia bukan seorang penjual es, tapi dia adalah boss narkoba yang paling ditakuti di Kolombia sana. Pada puncak kejayaanya pada dekade 1980an, Pablo Escobar menjadi orang paling kuat dan berkuasa di dunia.

 Dari segi jumlah kekayaan Escobar diperkirakan mencapai $ 24 milyar. Majalah Forbes waktu itu menempatkan Escobar pada urutan tujuh, dalam daftar orang terkaya didunia. Kaya karena narkoba dan premanisme. Pablo orang yang sangat kejam dan paling diincar oleh pemerintah Kolombia  dan  pemerintah  Amerika.  

Namun  dimata  orang-orang miskin Escobar tetap dianggap sebagai seorang pahlawan. Dia sering membantu mereka, membangun banyak fasilitas untuk masyarakat miskin. Si doi menutup usianya pada 2 desember 1993, sehari setelah ulang tahunnya yang ke 44. Dalam sebuah operasi       gabungan
antara        kepolisian Kolombia dan agen-agen DEA   Amerika   untuk menangkap Escobar.

Trus   apa hubungan Escobar dengan pembahasan kita tentang ilmu dan ibadah?  Baiklah,  kalo sobat    masih    nggak nyambung, coba diinget lagi ya, kan kita tadi lagi ngebahas suatu aktivitas    yang    bisa bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah dan caranya juga kudu benar. 

Nah, kalo mau nyontek perilaku Escobar tadi, ya jelas nggak masuk kategori ibadah. Lha wong dia jualan narkoba, yang sudah pasti nggak boleh (haram), meskipun mungkin niatnya baik untuk menolong orang miskin. 

Niat yang bener aja nggak cukup, tapi kudu didukung dengan cara yang benar. Ataupun sebaliknya, caranya benar tapi nggak diniatin karena Allah, dalam kategori ibadah seperti itu bisa masuk syirik alias menyekutukan Allah. 

Misalnya, kamu sholat, syarat dan rukunnya sudah dilalui dengan benar, tapi niatnya pengin dilihat calon mertua. Nah itu juga nggak bisa masuk ibadah.
So, mengetahui aktivitas apa saja yang masuk kategori ibadah, apa syarat suatu aktivitas bisa bernilai ibadah, syarat apa saja yang bisa membatalkan suatu ibadah adalah penting. Disinilah mencari ilmu, belajar alias finding the light menjadi urgen.


Berjaya Karena Ilmu


Sobat, pentingnya ilmu buat kita bukan cuman membuka pikiran dan menerangi jalan hidup. Lebih dari itu, ilmu bikin peradaban sebuah bangsa mulia. Seperti yang pernah dialami oleh peradaban Islam di puncak kejayaannya selama 13 abad. Ini seriusan lho. Masih nggak percaya? Kita kasih buktinya nih!
Pada zaman Bani Umayyah (661-750 M) kemajuan sains dan teknologi, utamanya di Andalusia dirasakan oleh masyarakat Eropa. Oliver Leaman menuturkan kondisi kehidupan intelektual di masa itu 
“….pada masa peradaban agung di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak sekali problem dalam literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi  ke  Andalus maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalah- masalah itu. Jadi Islam di Spanyol mempunyai reputasi selama ratusan tahun dan menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sains, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universitas penting berada”.

Berjaya Karena Ilmu



Kemudian  kejayaan  dilanjutkan  di  masa  Abbasiyah  yang merupakan masa pemerintahan cukup lama, sekitar 508 tahun. Pada saat itu dua pertiga bagian dunia dikuasai oleh Kekhilafahan Islam. Salah satu khalifah termahsyur kala itu adalah Harun Al-Rasyid. 

Pada masa pemerintahannya salah satu karya besar beliau adalah pembangunan Baitul Hikmah. Sebuah perguruan tinggi sebagai pusat penerjemahan lengkap dengan perpustakaannya yang jumlah koleksi bukunya sangat fantastis. 

Kekayaan koleksi buku juga ditunjukkan oleh isi perpustakaan di Cordova yang mempunyai 600.000 jilid buku. Sementara itu perpustakaan Darul Hikmah sendiri memiliki 2.000.000 jilid buku. Sedangkan perpustakaan Al Hakim di Andalusia buku-bukunya disimpan di tempat macam bilik yang terdiri dari 40 bilik, dan setiap biliknya berisi 18.000 jilid buku. Wow, subhanallah!
S
ementara kalo mau dibandingkan dengan Barat, peradaban mereka nggak ada apa-apanya. Nggak ada seupil pun. Bayangin aja, ratusan tahun sesudahnya sekitar abad 15 M, menurut catatan Catholik Encyclopedia, koleksi buku peradaban Barat hanya mencapai 1.800 jilid buku! Itu juga yang dimiliki oleh perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat itu. Cemen banget kan?

Nah  kemajuan  ilmu  di  Masa  Bani Abbasiyah tersebut turut memajukan bidang lain, seperti di bangunnya rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi, beserta tenaga ahli  dibidangnya.  Sehingga  warga  negara Daulah saat itu, tidak ribut lagi memikirkan masalah kesejahteraan hidup, karena sudah terjamin oleh negara. Mereka menjalani hidup, tidak lagi disibukkan pada urusan perut. Wajar
 
jika pada masa pemerintahan Abbasiyah banyak melahirkan orang pintar sekaligus shalih. Seperti Imam mazhab yang empat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal!

Kemajuan Ilmu saat kekhilafahan Islam berkuasa juga terlihat dari didaulatnya Spanyol sebagai pusat pembelajaran bagi masyarakat Eropa dengan adanya Universitas Cordova. 

Disitulah mereka banyak menimba ilmu, dan dari dalam negeri Daulah, muncul nama-nama ulama besar seperti Imam Asy-Syathibi pengarang kitab Al-Muwafaqat, sebuah kitab tentang Ushul Fiqh. Ibnu Hazm Al-Andalusi pengarang kitab  al-Milal  wa  al-Ahwa’  wa  an-Nihal,  sebuah  kitab  tentang perbandingan sekte dan agama-agama dunia.

Ketinggian peradaban Islam yang ditopang oleh kemajuan Ilmu membuahkan prestasi yang tak tertandingi. Bahkan Islamlah peletak dasar peradaban dunia yang sekarang berkembang.
Karena  saat  itu  lahirlah  para  ilmuwan  muslim beserta  karyanya. 

 Seperti  al-Biruni  yang  ahli dalam bidang fisika dan kedokteran, ada juga Jabir bin Hayyan (orang Baratnya menyebutnya Geber) yang pakar di bidang kimia, kemudian Al- Khawarizmi (Algoritma) ahli ilmu matematika, al- Kindi pakar bidang filsafat, al-Farazi, al-Fargani, al-Bitruji menguasai bidang astronomi, Abu Ali al- Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik, ada pula Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran Modern, ada Ibnu Rusyd (Averroes) ahli di bidang filsafat, dan Ibnu Khaldun pakar sejarah dan sosiologi. 

Di masa inilah, Daulah Islam menempatkan posisi sebagai negara super yang menjadi kiblat bagi dunia, layaknya negara- negara di dunia saat ini menjadikan Amerika
sebagai kiblatnya.

Bertolak belakang dengan kondisi peradaban Islam yang sedang ada di puncaknya, justru saat yang sama dunia Barat mengalami masa ‘the Dark Ages’. Sebelum Islam datang, menurut Gustav Le Bone, Eropa berada dalam kondisi kegelapan, tak satupun bidang ilmu yang maju bahkan lebih percaya pada tahayul.

“Sebuah kisah menarik terjadi pada zaman Daulah Abbasiah  saat  kepemimpinan  Harun  Al-Rasyid,  tatkala beliau mengirimkan jam sebagai hadiah pada Charlemagne seorang penguasa di Eropa. Penunjuk waktu yang setiap jamnya berbunyi itu oleh pihak Uskup dan para Rahib disangka bahwa di dalam jam itu ada jinnya sehingga mereka merasa ketakutan, karena dianggap sebagai benda sihir. Pada masa itu dan masa-masa berikutnya, baik di belahan Timur  Kristen  maupun  di  belahan  Barat  Kristen  masih mempergunakan jam pasir sebagai penentuan waktu.”

Gambaran kegelapan Eropa yang lain dilukiskan oleh William Draper:

“Pada zaman itu Ibu Kota pemerintahan Islam di Cordova merupakan kota paling beradab di Eropa, 113.000 buah rumah, 21 kota satelit, 70 perpustakaan dan toko-toko buku, masjid-masjid dan istana yang banyak. Cordova menjadi mashur di seluruh dunia, dimana jalan  yang  panjangnya  bermil-mil  dan  telah  dikeraskan  diterangi dengan lampu-lampu dari rumah-rumah di tepinya. Sementara kondisi di London 7 abad sesudah itu (yakni abad 15 M), satu lampu umumpun tidak ada. Di Paris berabad-abad sesudah zaman Cordova, orang yang melangkahi ambang pintunya pada saat hujan, melangkah sampai mata kakinya ke dalam lumpur”.

Amat wajar dong kalo ilmuwan sekelas Emmanuel Deutch berkomentar, “Semua ini memberi kesempatan bagi kami (bangsa
 


Barat)  untuk  mencapai  kebangkitan  (renaissance)  dalam  ilmu pengetahuan modern. (M. Hashem, Kekaguman Dunia Terhadap Islam, hlm. 100) Keluar dari dalam hati. Tanpa rekayasa. Itulah pengakuan ilmuwan Barat terhadap Islam. Itu artinya, Islam itu pernah berprestasi dan pasti akan terus menorehkan prestasi, jika diterapkan dalam kehidupan seperti di masa keemasannya. 

Sehingga Islam akan kembali menjadi negara super power dan kiblat bagi peradaban dunia. Ilmuwan- ilmuwan Barat yang sekarang lebih kita kenal dalam pelajaran sekolah adalah mereka yang terilhami dari ilmuwan-ilmuwan Muslim saat itu.

Sayangnya, masa pencerahan bagi seluruh dunia ini kemudian dikotori oleh para pemimpin Eropa yang bersepakat meninggalkan agama dalam segala aspek kehidupan dan mengembangkan dengan apa yang kemudian dikenal sebagai sekularisme. Akibatnya, keagungan
 
peradaban Islam yang dibangun di Spanyol, berakhir dengan tragis. Yaitu  saat  penguasa  kafir  Eropa  menghancurkan  semua  karya pemikiran para ilmuwan muslim. Tak hanya karya-karyanya yang dimusnahkan, para ilmuwannya pun disingkirkan.

Ibnu  Massarah  diasingkan.  Ibnu  Hazm  diusir  dari  tempat tinggalnya di Majorca. Kitab-kitab karya Imam al-Ghazaly dibakar. Ribuan buku dan naskah koleksi perpustakaan umum al-Ahkam II dihanyutkan ke sungai. Ibnu Tufayl dan Ibnu Rusyd disingkirkan. Nasib yang sama, dialami juga oleh Ibnu Arabi.

Kebijakan ‘bumi hangus’ itu menyebabkan sulit merekontruksi perjalanan sejarah Islam di Eropa. Namun demikian, keberadaan Granada, Cordova, Sevilla, dan Andalusia sebagai bukti keagungan peradaban Islam di Spanyol tak bisa dipungkiri. Meski akhirnya sirna juga dihancurkan Pasukan Salib Eropa.

Oya, petaka Perang Salib juga telah membuat kita kehilangan perpustakaan-perpustakaan  paling  berharga  yang  ada  di  Tripoli, Maarrah, al-Quds, Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang
 
dihancurkan mereka. Salah seorang sejarawan menaksir, buku-buku yang dimusnahkan tentara Salib Eropa di Tripoli sebanyak tiga juta buah.


Pendudukan  Spanyol  atas  Andalusia  juga  telah  membuat kita kehilangan perpustakaan-perpustakaan besar yang diceritakan sejarah. Semua buku dibakar oleh pemeluk-pemeluk agama yang fanatik. Bahkan buku-buku yang dibakar dalam sehari di lapangan Granada menurut taksiran sebagian sejarawan berjumlah satu juta buku. (Dr. Mustafa as-Siba’i, Peradaban Islam; Dulu, Kini dan Esok, hlm. 187)



Bersambung ...


Posting Komentar