Kumpulan Kajian Islam Tausiyah Untuk Bulan Ramdhan





Sahabat Medan Dakwah, Marhaban Ya Ramadhan. Ga terasa, sebentar lagi kita akan memasuki bulan ramadha tahun 1434 H. Dan Semga Ramadhan tahun ini dapat kita isi dengan Ibadah yang berkualitas bahkan lebih berkualitas dari ramadhan tahun tahun sebelumnya. Kali ini admin membagi materi untuk Tausiyah  yang rekomended baget untuk kalian bisa baca. Ada dua puluh Judul dalam Kumpulan Kajian Islam Tausiyah Ramadhan 1443 H/ 2022 M.

Kumpulan Kajian Islam Tausiyah Ramadhan 1443 H/ 2022 M, dipersembahkan Oleh Dewan Masjid Digital Indonesia (DMDI) yang beralamat Jl Otista Gg Lurah No 2, Ciputat, Tangerang Selatan – Banten. 

Menariknya materi Kumpulan Kajian Islam Tausiyah Ramadhan 1443 H/ 2022 M ini sebenarnya adalah terletak pada judul judulnya yang sistematis dan relvan untuk semua kalangan. Bagi para pengemban dakwah yang jadwal isi kajianya full dalam bulan ini, maka materi ini rekomended banget lah untuk kalian baca. 



Kami akan menyedikan Kumpulan Kajian Islam Tausiyah Ramadhan 1443 H/ 2022 M dalam bentuk (PDF) dan juga Kumpulan Kajian Islam Tausiyah Ramadhan 1443 H/ 2022 M dalam artikel yang kalian bisa dengan mudah copy. Namun mohon maaf. Materi yang dalam bentuk wordnya, tidak mentyertakan teks Arabnya. 

Namun InsyaAllah jika anda terus Scroll dan lihat List Content nya akan memudahkan kalian untuk membacanya dari judul perjudul. 

Supaya tidak berpanjang lama, silahkan saksikan..eh kok saksikan. Silahkan Baca Materi Kumpulan Kajian Islam Tausiyah Ramadhan 1443 H/ 2022 M dibawah ini.. Oh ia, bagi kalian yang mau mendapatkan PDF. 

Kajian Ramadhan.PDF 1.3Mb

PROGRAM DEWAN MASJID DIGITAL INDONESIA (DMDI)


1. Digitalisasi Masjid (Pembuatan Website dan Medsos)

2. Pelatihan Manajemen Masjid Secara Umum

3. Pelatihan dan Pembekalan Khotib, Muballigh, dan Da’i

4. Pelatihan dan Peningkatan Mutu Marbot (Imam, Mu’adzin, Petugas Kebersihan)

5. Pelatihan Keuangan Masjid 

6. Pelatihan dan Pembinaan Remaja Masjid

7. Pelatihan Manajemen TPA

8. Penyediaan Naskah Khutbah Jum’at Up To Date

Kepada pengurus Masjid yang berminat mengadakan pelatihan seputar program DMDI dapat menghubungi admin via Watsaap : 0898 5158 979 atau 0815 8610 7023 

MAKMUR MASJIDNYA, BAHAGIA PENGURUSNYA, BERLIMPAH PAHALANYA



Tausiyah Ramadhan #1

SAMBUT RAMADHAN, WUJUDKAN KETAQWAAN HAKIKI

Jamaah yang dirahmati Allah...

Tak terasa kita sudah memasuki bulan Ramadhan. Nabi Saw menyebut Ramadhan sebagai bulan penuh keberkahan (syahrun mubârakun).

 “Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan. Allah telah mewajibkan kalian shaum di dalamnya. Di bulan itu pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebajikan pada malam itu, berarti diharamkan baginya segala rupa kebajikan”. (H.R. Ahmad, An-Nasa’i, dan Al- Baihaqi, dari Abu Hurairah).

 

Maka sungguh rugi, orang yang menyia-nyiakan bulan yang agung ini, sebagaimana

sabda Nabi Saw: “Sungguh rugi seseorang yang ketika (nama)ku disebut di sampingya tetapi dia tidak bershalawat atasku. Sungguh rugi seseorang yang bertemu dengan Ramadhan lalu Ramadhan berlalu darinya sebelum dosa-dosanya tidak diampuni.” (HR Tirmidzi)

Jamaah yang dirahmati Allah ..

Maka, bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan ingin meraih ridha-Nya. Sehingga kaum Muslimin sudah seharusnya menyambut tamu agung tersebut dengan sebaik-baiknya. Imam Ibnu Rajab menyebutkan, “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”

Oleh karena itu, jangan sampai kesempatan Ramadhan ini berlalu sia-sia. Raih keutamaan Ramadhan yakni dilipatgandakan pahala amal shaleh dengan sungguh- sungguh. Perbanyak amal ibadah dengan agenda-agenda yang telah tersusun. Apakah tadarrus al-Qur’an, shalat sunnah, shadaqah, zakat, i’tikaf, qiyamul lail, amar makruf nahi mungkar dan aktivitas taqarrub lainnya.

Ingat, Allah SWT mencintai hamba-hambaNya yang bertaqarrub kepada-Nya, terlebih lagi di bulan Ramadhan. Dalam hadits Qudsi, Allah SWT berfirman: “Dan tidaklah hambaKu bertaqarub kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku fardhukan atasnya, dan hambaKu terus bertaqarrub kepadaKu dengan amal-amal nawafil hingga Aku mencintainya …” (HR al-Bukhari, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).

 Hadits ini menjelaskan bagaimana taqarrub yang lebih disukai oleh Allah, yaitu dengan melaksanakan apa yang diwajibkan dan melengkapinya dengan amalan- amalan sunnah. Tentu, amal-amal fardhu harus diprioritaskan. Ibn Hajar al-‘Ashqalani menyatakan di Fath al-Bârî, sebagian ulama besar mengatakan bahwa “Siapa yang fardhu lebih menyibukkan dia dari nafilah (amalan sunnah) maka dimaafkan, sebaliknya siapa yang nafilah menyibukkan dia dari amal fardhu maka dia telah tertipu”.


Jamaah yang dirahmati Allah ....


Hikmah diwajibkannya kita berpuasa adalah agar kalian bertakwa. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi di dalam Aysar at-Tafâsîr menjelaskan makna firman Allah SWT

”la’allakum tattaqûn” yakni agar dengan puasa itu Allah mempersiapkan kalian untuk takwa yaitu melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT (Al-Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, I/80).

Melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya itu dilaksanakan karena kesadaran jiwa dan akal. Maka pelaksanaannya memerlukan pengetahuan syar’iy akan halal dan haram. Karenanya, takwa bisa juga dimaknai sebagai kesadaran akal dan jiwa serta pengetahuan syar’i terhadap wajibnya mengambil halal dan haram

sebagai standar bagi seluruh aktivitas lalu merealisasikannya secara praktis (‘amalî) di dalam kehidupan.

Oleh karena itu, seharusnya pasca Ramadhan nanti, akan lahir manusia-manusia baru, keluarga-keluarga baru, dan masyarakat baru yang bertakwa kepada Allah SWT, mengamalkan ajaran Islam, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bukankah ketakwaan yang diperintahkan oleh Allah tidak hanya bersifat individual? Apa maknanya pribadi baik tapi hidup dalam masyarakat yang mengingkari syariah Allah SWT?

Walhasil, semoga Ramadhan ini menjadi pemicu bagi kita kaum Muslim mewujudkan ketakwan hakiki, yakni menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek

kehidupan: individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Inilah wujud keimanan dan ketakwaan yang sebenarnya.

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)

Semoga Ramadhan kali ini menjadi pintu terbukanya keberkahan bagi negeri ini. Aamiin


Tausiyah Ramadhan #2

RAMADHAN PENGOKOH KEIMANAN


Jamaah yang dimuliakan Allah ...

Sungguh setiap perkara yang Allah SWT wajibkan atas manusia tidaklah berat karena pasti dalam kadar kesanggupan manusia. Allah SWT berfirman: 


Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya… (QS al- Baqarah [2]: 286).


Dalam kondisi tertentu Allah SWT bahkan memberikan rukshah (keringanan) kepada hamba-Nya. Jika tidak mampu shalat berdiri, misalnya, Allah SWT membolehkan shalat dengan duduk; atau jika tidak mampu juga, boleh sambil berbaring. Begitu juga dengan shaum Ramadhan. Yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak shaum, tetapi wajib mengqadhanya pada hari lain. Demikian seterusnya. Itulah yang Allah

SWT kehendaki sebagaimana firman-Nya:

…Tidaklah Allah menjadikan dalam agama (Islam) ini kesempitan atas kalian… (QS al-Hajj [22]: 78).

 Jelas, dalam kondisi normal, setiap kewajiban atau ibadah tidaklah berat. Setiap shalat paling-paling menyita lima menit dari waktu kita. Begitu juga dengan shaum.

Sebenarnya hanyalah memajukan waktu sarapan pagi lebih awal dan hanya mengurangi satu dari tiga kali kesempatan makan. Apanya yang berat? Kita hanya diminta untuk menahan diri tidak makan siang. Tak pernah ada cerita bahwa ada orang sakit parah, terluka berat, apalagi mati gara-gara shaum. Tak ada juga orang jatuh miskin gara-gara membayar zakat. Yang lebih banyak terbukti, shaum dan shalat membuat orang sehat jasmani dan ruhani. Adapun zakat berdampak bagi penyucian jiwa dan pemerataan kekayaan.

Belum lagi pujian dan ganjaran yang telah Allah SWT janjikan bagi Siapa saja yang shaum Ramadhan dengan landasan iman dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT, niscaya Dia mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR Ahmad).َ

 Bagi orang yang shaum ada dua kebahagiaan yaitu: kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat bertemu Tuhannya (di surga) (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Jamaah yang dimuliakan Allah ...

Jika untuk mengerjakan kewajiban diperlukan kemampuan, tidak demikian halnya untuk meninggalkan keharaman. Sama sekali tidak diperlukan kemampuan. Anda tak memerlukan uang untuk tidak minum alkohol, tidak melacur atau tidak berjudi. Anda juga tidak memerlukan kemampuan fisik untuk tidak membunuh atau tidak korupsi.

 

Bahkan bila Anda tidak berjudi atau menenggak miras, dana akan bisa dihemat. Apalagi fakta membuktikan bahwa setiap pelanggaran terhadap larangan Allah SWT pasti berdampak buruk.

Di sinilah, selain kemampuan, untuk mengerjakan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya ternyata diperlukan pula kemauan karena berbagai dorongan. Dari sekian macam dorongan itu, yang tertinggi adalah dorongan iman. Tanpa kemauan yang muncul dari iman, kewajiban agama yang sangat ringan sekalipun akan terasa berat dikerjakan. Apalagi kewajiban yang memang memerlukan pengorbanan harta atau bahkan nyawa, tentu akan lebih terasa berat. Dari situlah mengapa perintah shaum Ramadhan ditujukan kepada orang-orang beriman.

Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183)


Jamaah yang dimuliakan Allah ...

Iman di dada seorang Muslim membuat ia tunduk kepada Allah SWT. Inilah yang akan membuahkan takwa, yakni senantiasa selalu siap sedia mengerjakan perintah Allah SWT dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Iman memberikan dorongan kuat untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan. Dorongan semacam itulah yang menciptakan kemauan. Dengan kemauan seperti itu pula dulu para sahabat ra. berjihad kendati pun pada bulan Ramadhan.

Perang Badar, Perang Ahzab, pembebasan Kota Makkah (Fathu Makkah), perang Tabuk, pembebasan Spanyol, semua terjadi di bulan Ramadhan.

Sayangnya, kemauan yang bersumber dari iman inilah yang kini langka pada jiwa kaum Muslim. Sekian banyak perintah agama diabaikan dan sekian banyak larangan agama dilanggar. Akibatnya, berbagai problematika muncul di sana sini tak pernah henti.


Jamaah yang dimuliakan Allah ...

Sayangnya, kita tak pernah menyadari akan hal itu. Kita tetap saja tidak mau kembali kepada aturan ilahi rabbi, Dzat yang kita bersujud kepadanya minimal lima kali sehari. Banyak di antara umat ini yang berkarakter Yahudi yakni mengambil sebagian dari petunjuk Allah dan meninggalkan sebagian lainnya karena pertimbangan hawa nafsu.

Padahal secara kemampuan mereka mampu. Yang hilang adalah kemauan. Nah, ibadah puasa itu menempa kemauan dan kemampuan umat Islam untuk menahan hawa nafsu dari bermaksiat maupun untuk taat kepada perintah Allah SWT. Termasuk di dalamnya menempat kemampuan dan kemauan untuk menerapkan syariah secara kâffah sebagai merupakan manifestasi terpenting dari ketaatan kepada Allah SWT.

Hanya dengan puasa Ramadhan yang benar, umat ini akan kembali mulia dan menjadi umat yang terbaik, khoiru ummah.

Semoga Allah jadikan Ramadhan ini awal sebuah perubahan menuju penerapan syariah secara kaffah. Aamiin.

 

Tausiyah Ramadhan #3

PENOLONG AGAMA ALLAH


Jamaah yang dimuliakan oleh Allah

Sudah menjadi sunnatullah, kebenaran itu akan berhadapan dengan kebatilan. Sampai akhir zaman. Iblis dan bala tentaranya tidak akan pernah ridha kepada manusia yang mengikuti jalan Allah SWT. Mereka akan senantiasa mencari jalan agar manusia tersesat dan bersama mereka.

“Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar- benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, (17) kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS Al-A’raaf: 16-17)


Jamaah yang dimuliakan oleh Allah

Wajar bila manusia kemudian terkelompokkan menjadi dua golongan. Menjadi kelompok pengikut Iblis dan kelompok yang mengikuti jalan Allah. Al Quran menyebut dua golongan ini di beberapa ayat. Kelompok yang mengikuti jalan Allah, mereka adalah hizbullah. Sedangkan yang mengikuti Iblis, Allah sebut mereka dengan hizbusysyaithan.

Terkait hizbussyaithan ini, Allah berfirman: Allah SWT berfirman:

 Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. Mereka itulah golongan (partai) setan. Ketahuilah bahwa golongan (partai) setan itulah yang merugi (TQS al-Mujadilah [58]: 19).

Imam Syaukani dalam Fathu al-Qadîr menyatakan, “Jika setan telah mengumpulkan mereka, yakni menjadikan mereka berkumpul menjadi kelompok, berarti setan telah menguatkan, menguasai, mengungguli, mencengkeram dan melindungi mereka. Lalu setan menjadikan mereka lupa mengingat Allah, yakni lupa pada perintah-perintah- Nya dan lupa melakukan ketaatan kepada-Nya. Mereka benar-benar tidak mengingat sedikitpun dari semua itu. Juga dikatakan, mereka lupa akan larangan Allah berupa larangan bermaksiat. Mereka adalah hizbusy-syaythân, yakni tentara-tentara, pengikut dan kelompok setan.”

Jadi hizbusy-syaythân adalah setiap orang atau kelompok orang yang dikumpulkan dan dikuasai oleh setan, lalu setan menjadikan mereka lupa mengingat Allah SWT. Mereka menjadikan kaum yang dimurkai oleh Allah SWT sebagai teman. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai. Lalu mereka menghalangi manusia dari jalan Allah SWT. Setan menguasai mereka. Lalu setan menjadikan mereka lupa mengingat Allah SWT. Mereka termasuk orang-orang yang menentang Allah SWT dan Rasul-Nya.


Jamaah yang dimuliakan oleh Allah

 

Lawan hizbusysyaithan adalah hizbullah. Allah SWT mendeskripsikan HizbulLâh (Partai Allah) dalam firman-Nya: 

Siapa saja yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh pengikut/partai (agama) Allah itulah yang pasti menang (TQS al-Maidah [5]: 56).


Lalu Allah SWT jelaskan sifat-sifat hizbulLâh ini:

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang mengimani Allah dan Hari Akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka telah Allah tanamkan keimanan dan Allah kuatkan mereka dengan pertolongan-Nya. Allah memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Mereka kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka. Mereka pun merasa puas dengan (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan (partai) Allah. Ketahuilah, sungguh golongan (partai) Allah itulah yang beruntung (TQS al-Mujadillah [58]: 22).

 

Terkait ayat tersebut, Imam asy-Syaukani berkata, mereka adalah hizbulLâh, yakni tentara Allah. Mereka adalah orang-orang yang menjalankan segala perintah-Nya, memerangi musuh-musuh-Nya dan menolong para wali-Nya.


Jamaah yang dimuliakan oleh Allah

Siapa dari dua kelompok ini yang akan menang. Allah jelaskan dalam Al Maidah ayat 5 bahwa: “Siapa saja yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh pengikut/partai (agama) Allah itulah yang pasti menang”

Inilah yang disampaikan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, Al-Jâmi’ li Ahkâm al- Qur`ân bahwa sesungguhnya HizbulLâh itulah yang pasti menang. Allah akan menolong mereka.

Sebaliknya hizbusysyaithan atau partai setan karena mereka durhaka, membangkang dan menyalahi kebenaran dan tuntutan dari Allah SWT, menyeleweng dari hukum Allah SWT, serta menyeru manusia untuk berpaling dari jalan-Nya, mereka akan kalah. Mereka akan menderita kerugian yang amat besar karena telah menukar surga dengan neraka; menukar petunjuk dengan kesesatan.

Ketahuilah, sungguh golongan (partai) setan itulah yang merugi (TQS al-Mujadilah [58]: 19).


Karena itu, jamaah rahimakumullah, janganlah kita menjadi bagian dari partai setan. Jadilah penolong agama Allah, menjadi Ansharullah, yang senantiasa berjuang membela agama Allah, sepanjang hayat kita.

Semoga Allah meneguhkan iman kita dan memberikan taufik dan hidayahnya agar kita menjadi bagian dari hizbullah, bukan hizbusysyaithan. Aamiin....


Tausiyah Ramadhan #4

MEWASPADAI TIPU DAYA MUSUH ISLAM


Jamaah Rahimakumullah ....

Marilah kita wujudkan ketakwaan yang hakiki di bulan Ramadhan ini. Karena hanya dengan itulah keberhasilan kita selama sebulan lamanya berpuasa dapat diukur.

Apakah kita tambah taat kepada Allah atau hanya sekadar mendapatkan lapar dan haus saja?

Tak bisa dipungkiri, banyak orang yang tak mendapatkan hikmah puasa yakni menjadi pribadi yang lebih takwa dibandingkan sebelumnya.

Sebagaimana sabda Nabi SAW:

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”

(HR. Thabrani)

Jamaah rahimakumullah ...

 Salah satu karakter orang yang bertakwa adalah taat total kepada Allah. Bukankah Allah SWT berfirman:

 

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kâffah, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS al-Baqarah: 208)


Ayat ini turun berkenaan dengan segolongan Muslimin mantan ahli kitab seperti ‘Abdullâh bin Salâm dan kawan-kawan. Hal itu karena ketika mereka telah beriman kepada Nabi, mereka tetap mengagungkan syariat-syariat Mûsâ. Mereka mengagungkan hari Sabtu serta membenci daging dan susu unta. Mereka mengatakan, “Meninggalkan hal-hal tersebut hukumnya mubah di dalam Islam, tetapi hukumnya wajib di dalam Taurat. Karena itulah kami meninggalkannya sebagai bentuk kehati hatian.”

Imam ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya, membenarkan Rasul-Nya: agar mengambil seluruh pegangan Islam dan seluruh syariah, dan menjalankan seluruh perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai dengan kemampuannya.

Rasulullah hanya membawa Islam, bukan yang lain. Tidak ada dalam Islam apa yang disebut Islam radikal, liberal, Islam moderat, atau Islam abangan. Ayat 2: 208 dengan tegas menyebut kita semua masuk Islam secara kaffah.

Maka, istilah-istilah radikal, liberal, dan moderat adalah dari Barat. Untuk apa? Untuk memecah belah umat Islam dan menghadang bangkitnya umat Islam dengan Islamnya. Mereka merusak pemahaman umat ini agar sesuai dengan pemahaman Barat, yang kafir.

"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci." (QS. Ash-Shaff: 8)


Jamaah rahimakumullah ...

Perhatikan apa yang disampaikan oleh Robert Spencer—analis Islam terkemuka di Amerika Serikat—tentang Muslim moderat. Ia menyebutkan kriteria Muslim moderat, yaitu menolak pemberlakuan hukum Islam kepada non Muslim; meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum Islam; menolak kewajiban untuk menarik pajak berdasarkan agama (jizyah) terhadap non-Muslim; menolak supremasi Islam atas agama lain termasuk perintah untuk memerangi orang-orang Yahudi dan Nasrani hingga mereka tunduk; menolak aturan bahwa seorang Muslim yang beralih pada agama lain atau tidak beragama harus dibunuh; mendorong kaum Muslim untuk menghilangkan larangan nikah beda agama termasuk sanksi yang membolehkan suami memukul istri.

Hampir sama dengan itu, definisi Islam moderat dalam situs “muslimsagainstshariah” di antaranya: tidak anti bangsa Semit, menentang kekhalifahan, kritis terhadap Islam, menganggap Nabi bukan contoh yang perlu ditiru, menentang jihad, pro Israel atau netral, tidak bereaksi ketika Islam dan Nabi Muhammad dikritik, menentang pakaian Islam, syariah, dan terorisme.

Andrew McCarthy dalam National Review Online, August 24, 2010 malah tegas-tegas menyatakan siapapun yang membela syariah tidak dapat dikatakan moderat.

Jamaah rahimakumullah ...

Jelas sekali, istilah radikal dan moderat adalah jalan Barat memecah belah umat Islam. Mereka tidak ingin kita tambah taat kepada syariah. Mereka tidak ingin anak cucu kita, generasi muda kita, tambah dekat dengan masjid, dekat dengan Alquran, dan dekat dengan Nabi SAW. Mereka tidak ingin negeri mayoritas Muslim ini hidup mulia

 dengan Islam. Mereka takut-takuti umat Islam yang mulai bangkit ini dengan julukan radikalis, fundamentalis, dan bahkan teroris.

Ingatlah apa yang difirmankan Allah SWT:

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang- orang yang kafir itu dikumpulkan,supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Anfal [8] : 36-37)

 

Oleh karena itu, marilah kita berpegang teguh kepada Islam ini dengan sekuat- kuatnya. 

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali ‘Imran [3] : 100)


Semoga kita menjadi orang yang istiqamah di jalan Islam. Aamiin

 

Tausiyah Ramadhan #5

CINTA RASULULLAH SAW, TAAT SYARIAT


Ikhwani fiddin a’azzaniyallahu waiyyakum,

Ramadhan adalah momentum terbaik untuk meningkatkan taqwa. Tunjukkan bahwa kita adalah hamba Allah yang layak disebut sebagai muttaqin, orang yang bertakwa. Dan ingat, hanya takwa yang akan membuat kita selamat di dunia dan di akhirat.

Pertanyaannya, bagaimana kita menjadi orang yang bertakwa? Jawabannya, tiada lain dan tiada bukan, kecuali mengikuti Rasulullah Saw.

Jamaah Rahimakumullah...

 Sungguh kita dianugerahi nikmat yang besar oleh Allah yakni seorang Rasul yang mulia. Betapa tidak, saking mulianya, Allah SWT dan para malaikat bershalawat untuk beliau:

Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada dia (TQS al-Ahzab [33]: 56).


Ayat itu bermakna, Allah SWT memberkahi Nabi saw, sementara para malaikat senantiasa memohon ampunan-Nya untuknya. Maka sungguh aneh, bila ada manusia yang mengaku mengikuti Nabi SAW tapi tak mau memuliakan beliau.

Jamaah Rahimakumullah...

Selain itu, Allah SWT memberi Rasulullah saw dua keistimewaan sekaligus, yang tidak Dia berikan kepada para nabi sebelumnya. Kenikmatan pertama yakni: Agama Islam yang bersifat universal. Berlaku bagi semua umat manusia, tanpa kecuali. Allah SWT. berfirman:

Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh umat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak tahu (TQS Saba’ [34]: 28).


 Nabi saw bersabda:

Nabi (sebelumku) diutus kepada kaumnya semata, sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia (HR al-Bukhari).

Inilah mengapa segenap umat manusia wajib mengimani kenabian beliau. Mereka wajib memeluk Islam serta meninggalkan agama mereka.

Nabi saw. bersabda: 

Demi Zat Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah dari umat ini baik Yahudi atau Nasrani mendengar tentang aku, kemudian dia mati dan tidak mengimani apa saja yang dengan itulah aku diutus, kecuali ia termasuk ahli neraka (HR Muslim).


Keistimewaan kedua yaitu, risalah yang mengandung rahmat bagi seluruh alam semesta. Allah SWT berfirman: 

Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta (TQS al-Anbiya’ [21]: 107).


Imam ath-Thabari menjelaskan terkait ayat ini bahwa rahmat ini berlaku tidak saja bagi kaum Muslim, namun juga bagi seluruh umat manusia.


Jamaah Rahimakumullah...

 Tidak ada pilihan bagi orang yang beriman kecuali mencintai beliau dalam dua hal, yakni pribadinya dan risalah yang dibawanya. Karena itu, kesempurnaan iman seorang Muslim hanya bisa diraih dengan menundukkan hawa nafsunya pada syariah yang Rasulullah saw. bawa. Beliau bersabda:

“Celaka kamu! Siapakah yang akan berbuat adil jika aku tidak berbuat adil?! Sungguh aku akan merugi jika aku tidak berbuat adil.” (HR al-Bukhari).


Hadits tersebut mengandung makna, menuduh Nabi saw tidak adil adalah sikap lancang. Pasalnya, Allah SWT sendiri menegaskan bahwa segala ucapan dan tindakan Rasulullah saw adalah wahyu, tidak berasal dari hawa nafsunya: 

Tidaklah yang dia (Muhammad) ucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang Allah wahyukan (kepada dia) (TQS an-Najm [53]: 3-4).

 

Maka siapa saja yang menuduh Nabi saw tidak adil, sama saja dengan menuduh Allah SWT yang menurunkan wahyu kepada beliau tidak adil. Hal ini merupakan cacat besar dalam akidah seorang Mukmin.

Itulah mengapa para sahabat begitu patuhnya kepada Rasulullah saw. Mereka tidak pernah menyelisihi Nabi saw. Mereka taat total pada syariah Islam.

 Sungguh jawaban kaum Mukmin itu, jika diseru (untuk taat) kepada Allah dan Rasul- Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) mereka, ialah ucapan. "Kami mendengar dan kami patuh". Mereka itulah orang-orang yang beruntung (TQS an-Nur [24]: 51).


Itulah sikap seorang Muslim sejati. Inilah sikap yang seharusnya kita tunjukkan. Sami’na wa atha’na terhadap perintah dan larangan Allah, dalam seluruh aspek kehidupan: pribadi, masyarakat, dan negara.

Semoga kita semua bisa memenuhinya dan pantas mendapat syafaat Nabi Saw. Aamiin


Tausiyah Ramadhan #6

MEMBANGUN KESEJAHTERAAN DENGAN ISLAM



Jamaah Rahimakumullah ....

Allah turunkan Islam ini dengan kesempurnaannya. Inilah karunia yang luar biasa dari Allah SWT yang dibawa Rasulullah SAW kepada kita umat Islam dan juga umat manusia pada umumnya. Islam tidak hanya mengatur urusan ubudiyah semata, tapi mencakup seluruh aspek kehidupan.

 Mulai dari bangun tidur, hingga tidur kembali. Mulai bagaimana mengurus diri sendiri, mengurus masyarakat, hingga mengurus negara. Semua diatur dalam Islam. Bukan sekadar konsep yang tertulis, bahkan sudah dipraktekkan lebih dari 13 abad lamanya. Inilah bukti firman Allah SWT:

Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS An Nahl: 89)

Jamaah Rahimakumullah ....

Kalau hari ini umat manusia menghadapi masalah, tidak ada jawaban lain kecuali merujuk kembali kepada Islam. Apalagi jika kita mengaku sebagai seorang Muslim, yang setiap hari berikrar bahwa: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku bagi Allah seru sekalian alam.

Termasuk pula ketika kini kita menghadapi masalah kesejahteraan. Islam memiliki cara yang khas, unik, dan didasari oleh keimanan. Secara individu, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233).

Rasulullah SAW juga bersabda: 

Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain (HR ath-Thabarani).

 

Jika seseorang miskin, ia diperintahkan untuk bersabar dan bertawakal seraya tetap berprasangka baik kepada Allah sebagai Zat Pemberi rezeki. Haram bagi dia berputus asa dari rezeki dan rahmat Allah SWT. Nabi saw. bersabda:

Janganlah kamu berdua berputus asa dari rezeki selama kepala kamu berdua masih bisa bergerak. Sungguh manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merah tanpa mempunyai baju, kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memberi dia rezeki (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).


Jamaah Rahimakumullah ....

Secara jama’i (kolektif) Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw. bersabda:

 tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu (HR ath-Thabrani dan al-Bazzar).

 Rasulullah saw. juga bersabda:

Penduduk negeri mana saja yang di tengah-tengah mereka ada seseorang yang kelaparan (yang mereka biarkan) maka jaminan (perlindungan) Allah terlepas dari diri mereka (HR Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah).

 

Dalam lingkup lebih besar, yakni tataran negara, Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah SAW bersabda:

Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).


Dulu di Madinah, sebagai kepala negara, Rasulullah SAW menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau ada ahlus- shuffah. Mereka adalah para sahabat tergolong dhuafa. Mereka diizinkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.

Saat menjadi khalifah, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun “rumah tepung” (dar ad-daqiq) bagi para musafir yang kehabisan bekal.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan pemberian insentif untuk membiayai pernikahan para pemuda yang kekurangan uang.

Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-Cuma alias gratis.

Jamaah Rahimakumullah ....

Sayang, tuntutan Islam itu kini ditinggalkan dan dicampakkan. Manusia lebih memilih tuntunan produk hawa nafsunya, memilih liberalisme-kapitalisme. Wajar bila bukan kebaikan yang didapatkan, tapi keterpurukan di mana-mana.

 Oleh karena itu, saatnya kita kembali kepada Islam. Buat Rasulullah tersenyum di alam sana karena gembira melihat umatnya masih memegang teguh dan menerapkan risalahnya.

Ingatlah jaminan Allah SWT:

 

Tausiyah Ramadhan #7

CMEYAKINI AL-QUR’AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP

Jamaah Rahimakumullah ....

Alhamdulillah, Tahun ini kita masih dipertemukan dengan bulan mulia, bulan Ramadhan, bulan diturunkannya al-Quran (Syahrul Qur’an). Empat belas abad lalu, al-Quran diturunkan di malam Lailatul Qadar, sebagai petunjuk umat manusia dalam mengarungi kehidupan dunia.

“Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS. Al Isra’: 9)


Bahkan membacanya saja mendapatkan balasan yang besar di sisi Allah. Sabda Nabi SAW:  

Bacalah oleh kalian al-Quran, sungguh al-Quran itu akan datang pada Hari Kiamat menjadi syafaat bagi pembacanya (HR Muslim).


Jamaah Rahimakumullah ...

Sayangnya, banyak orang yang masih meragukan kebenaran al-Quran. Mereka terpengaruh oleh kaum orientalis yang berusaha meragukan kesucian al-Quran sebagai kalamullah. Mereka menuduh al-Quran sekadar rekayasa perkataan bangsa Arab, termasuk Muhammad SAW.

Padahal tudingan ini telah dibantah oleh al-Quran sendiri. Lihatlah, al-Quran menantang umat manusia bangsa Arab maupun ‘ajam (non Arab) untuk membuat yang serupa dengan al-Quran. Tantangan ini tidak saja berlaku ketika al-Quran turun, tetapi juga hingga Hari Kiamat (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 23). Tak ada yang sanggup.

Al-Quran juga bukan karangan Rasulullah Saw sebagaimana tudingan mereka. Kalau Anda mau memperhatikan dan merasakan bacaan al-Quran dan Hadits, ada gaya bahasa yang sangat berbeda. Padahal itu keluar dari mulut yang sama. Dan, bangsa Arab di Makkah pun semuanya tahu bahwa Rasulullah Saw bukanlah orang yang punya kemampuan menyusun syair.

Maka Allah SWT tegaskan:

Tidakkah mereka merenungkan al-Quran? Andai al-Quran itu bukan berasal dari sisi Allah, tentu mereka akan menemukan di dalamnya pertentangan yang banyak (TQS an-Nisa’ [4]: 82).

Jamaah Rahimakumullah ....

Kaum orientalis juga menyangsikan kelayakan al-Quran sebagai petunjuk dan aturan hidup yang cocok dengan zaman. Mereka menuding hukum-hukum yang terkandung dalam al-Quran hanya berisi muatan lokal, bersifat temporal daan kondisional.

Contohnya adalah hukum-hukum tentang pembagian waris, poligami, jihad, potong tangan, qishash, jilbab, dll.

Sayangnya, tudingan ini kemudian diamini oleh sebagian umat Muslim, khususnya murid-murid kaum orientalis. Mereka kemudian menggunakan sejumlah kaidah untuk membenarkan teori guru-guru mereka semisal kaidah, “Lâ yunkaru taghayyur al ahkâm bi thaghayyur al-makân wa az-zamân (Tidak diingkari perubahan hukum

karena perubahan tempat dan zaman)”, “Al-‘Adat muhakkamah (Adat adalah hukum)”, atau “Al-Umûru bi maqâshidihâ (Setiap perkara bergantung pada tujuannya)”, dll.

Dengan kaidah-kaidah itu lalu mereka dengan semena-mena mengubah hukum- hukum al-Quran. Mereka, misalnya, menyatakan jilbab adalah budaya/adat bangsa Arab sehingga tidak cocok di luar Arab; hukum waris tidak adil; bunga pinjaman bukanlah riba asalkan diniatkan sebagai tanda terima kasih dan nilainya tidak berlipat-

 

lipat; dll. Mereka pun menolak Islam sebagai agama yang menata kehidupan sosial, masyarakat politik dan kenegaraan.


Mereka beralasan, sistem demokrasi sudah mencakup nilai-nilai keislaman sehingga tak perlu syariah Islam itu diformalisasikan. Bahkan di antara mereka ada yang menghalalkan perempuan dan orang kafir menjadi pemimpin negara.

Jamaah Rahimakumullah ....

Sungguh interpretasi-interpretasi kacau semacam itu bertentangan dengan nash-nash al-Quran dan makna-maknanya. Al-Quran memang datang dalam garis-garis besar. Para ulama bertugas merinci berbagai persoalan-persoalan cabang dari kandungan ayat-ayat al-Quran setiap kali datang persoalan baru. Inilah yang dinamakan ijtihad. Namun demikian, ijtihad ini harus sesuai tuntunan syariah, yakni tidak menjadikan maslahat atau manfaat sebagai penentu hukum.

Andaikan adat setempat boleh membatalkan hukum al-Quran atau al-Quran bisa ditafsirkan sesuai kondisi, niscaya Rasulullah Saw tidak akan mengharamkan khamr, perjudian, perzinaan, riba dan berbagai budaya masyarakat jahiliah pada masa itu. Faktanya, Rasulullah saw. justru mengubah berbagai budaya jahiliah tersebut dengan hukum-hukum yang dibawa dalam al-Quran. Hal ini diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka. Mereka tidak pernah berkompromi dalam mengamalkan hukum-hukum yang terkandung dalam al-Quran.

Jamaah Rahimakumullah ....

Alhamdulillah, kita masih berada di bulan mulia, bulan Ramadhan, bulan diturunkannya al-Quran (Syahrul Qur’an). Empat belas abad lalu, al-Quran diturunkan di malam Lailatul Qadar, sebagai petunjuk umat manusia dalam mengarung kehidupan dunia.

“Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS. Al Isra’: 9)

Bahkan membacanya saja mendapatkan balasan yang besar di sisi Allah. Sabda Nabi SAW:

Bacalah oleh kalian al-Quran, sungguh al-Quran itu akan datang pada Hari Kiamat menjadi syafaat bagi pembacanya (HR Muslim).

Jamaah rahimakumullah ...

Sayangnya, banyak orang yang masih meragukan kebenaran al-Quran. Mereka terpengaruh oleh kaum orientalis yang berusaha meragukan kesucian al-Quran sebagai kalamullah. Mereka menuduh al-Quran sekadar rekayasa perkataan bangsa Arab, termasuk Muhammad Saw.

Padahal tudingan ini telah dibantah oleh al-Quran sendiri. Lihatlah, al-Quran menantang umat manusia bangsa Arab maupun ‘ajam (non Arab) untuk membuat yang serupa dengan al-Quran. Tantangan ini tidak saja berlaku ketika al-Quran turun, tetapi juga hingga Hari Kiamat (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 23). Tak ada yang sanggup.

Al-Quran juga bukan karangan Rasulullah Saw sebagaimana tudingan mereka. Kalau Anda mau memperhatikan dan merasakan bacaan al-Quran dan Hadits, ada gaya bahasa yang sangat berbeda. Padahal itu keluar dari mulut yang sama. Dan, bangsa Arab di Makkah pun semuanya tahu bahwa Rasulullah Saw bukanlah orang yang punya kemampuan menyusun syair.

Maka Allah SWT tegaskan:

Tidakkah mereka merenungkan al-Quran? Andai al-Quran itu bukan berasal dari sisi Allah, tentu mereka akan menemukan di dalamnya pertentangan yang banyak (TQS an-Nisa’ [4]: 82).

Jamaah yang dimuliakan Allah ....

Kaum orientalis juga menyangsikan kelayakan al-Quran sebagai petunjuk dan aturan hidup yang cocok dengan zaman. Mereka menuding hukum-hukum yang terkandung dalam al-Quran hanya berisi muatan lokal, bersifat temporal daan kondisional.

Contohnya adalah hukum-hukum tentang pembagian waris, poligami, jihad, potong tangan, qishash, jilbab, dll.

Sayangnya, tudingan ini kemudian diamini oleh sebagian umat Muslim, khususnya murid-murid kaum orientalis. Mereka kemudian menggunakan sejumlah kaidah untuk membenarkan teori guru-guru mereka semisal kaidah, “Lâ yunkaru taghayyur al- ahkâm bi thaghayyur al-makân wa az-zamân (Tidak diingkari perubahan hukum

karena perubahan tempat dan zaman)”, “Al-‘Adat muhakkamah (Adat adalah hukum)”, atau “Al-Umûru bi maqâshidihâ (Setiap perkara bergantung pada tujuannya)”, dll.

Dengan kaidah-kaidah itu lalu mereka dengan semena-mena mengubah hukum- hukum al-Quran. Mereka, misalnya, menyatakan jilbab adalah budaya/adat bangsa Arab sehingga tidak cocok di luar Arab; hukum waris tidak adil; bunga pinjaman bukanlah riba asalkan diniatkan sebagai tanda terima kasih dan nilainya tidak berlipat-lipat; dll. Mereka pun menolak Islam sebagai agama yang menata kehidupan sosial, masyarakat politik dan kenegaraan.

Mereka beralasan, sistem demokrasi sudah mencakup nilai-nilai keislaman sehingga tak perlu syariah Islam itu diformalisasikan. Bahkan di antara mereka ada yang menghalalkan perempuan dan orang kafir menjadi pemimpin negara.

Jamaah yang dimuliakan Allah ....

Sungguh interpretasi-interpretasi kacau semacam itu bertentangan dengan nash-nash al-Quran dan makna-maknanya. Al-Quran memang datang dalam garis-garis besar. Para ulama bertugas merinci berbagai persoalan-persoalan cabang dari kandungan ayat-ayat al-Quran setiap kali datang persoalan baru. Inilah yang dinamakan ijtihad. Namun demikian, ijtihad ini harus sesuai tuntunan syariah, yakni tidak menjadikan maslahat atau manfaat sebagai penentu hukum.

Andaikan adat setempat boleh membatalkan hukum al-Quran atau al-Quran bisa ditafsirkan sesuai kondisi, niscaya Rasulullah Saw tidak akan mengharamkan khamr, perjudian, perzinaan, riba dan berbagai budaya masyarakat jahiliah pada masa itu. Faktanya, Rasulullah saw. justru mengubah berbagai budaya jahiliah tersebut dengan hukum-hukum yang dibawa dalam al-Quran. Hal ini diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka. Mereka tidak pernah berkompromi dalam mengamalkan hukum-hukum yang terkandung dalam al-Quran.

Jamaah yang dimuliakan Allah ...

Perilaku menakwilkan ayat al-Quran sesukanya telah diingatkan dengan keras Rasulullah SAW:

 Siapa saja yang berkata tentang al-Quran tanpa ilmu maka siapkanlah tempat duduknya di neraka (HR Ibnu Jarir, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)
Dalam riwayat lain dinyatakan:

Siapa saja yang berkata tentang al-Quran sebatas dengan akalnya, lalu kebetulan benar, maka ia tetap salah (HR at-Tirmidzi).


Oleh karena itu, sikap seorang Muslim yang mengimani al-Quran adalah menerima al- Quran seutuhnya; mengimani seluruh surat, seluruh ayat dan seluruh isinya. Ia tak akan berpaling dari Kitabullah yang agung ini, sebagian apalagi seluruhnya. Karena mengingkari sebagian isi al-Quran sama saja dengan mengingkari seluruh kandungan al-Quran.

Dan tantangan sekarang adalah bagaimana al-Quran ini bisa diterapkan secara menyeluruh dimensi kehidupan, baik individu, masyarakat, maupun negara. Inilah pedoman hidup yang akan mengantarkan kita semua meraih keridhaan Allah SWT.

Semoga Allah menjadikan kita orang yakin terhadap al-Quran dan memperjuangkan implementasi al-Quran secara nyata. Aamiin

Perilaku menakwilkan ayat al-Quran sesukanya telah diingatkan dengan keras Rasulullah SAW:

Siapa saja yang berkata tentang al-Quran tanpa ilmu maka siapkanlah tempat duduknya di neraka (HR Ibnu Jarir, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).


 Dalam riwayat lain dinyatakan:

Siapa saja yang berkata tentang al-Quran sebatas dengan akalnya, lalu kebetulan benar, maka ia tetap salah (HR at-Tirmidzi).

Oleh karena itu, sikap seorang Muslim yang mengimani al-Quran adalah menerima al- Quran seutuhnya; mengimani seluruh surat, seluruh ayat dan seluruh isinya. Ia tak akan berpaling dari Kitabullah yang agung ini, sebagian apalagi seluruhnya. Karena mengingkari sebagian isi al-Quran sama saja dengan mengingkari seluruh kandungan al-Quran.

Dan tantangan sekarang adalah bagaimana al-Quran ini bisa diterapkan secara menyeluruh dimensi kehidupan, baik individu, masyarakat, maupun negara. Inilah pedoman hidup yang akan mengantarkan kita semua meraih keridhaan Allah SWT.

Semoga Allah menjadikan kita orang yakin terhadap al-Quran dan memperjuangkan implementasi al-Quran secara nyata. Aamiin

Tausiyah Ramadhan #8

MENJALIN UKHUWAH MENJAUHI PERMUSUHAN

Jamaah Rahimakumullah...

Islam datang untuk menghilangkan sekat-sekat perbedaan. Dalam pandangan Islam, tak ada bangsa, golongan, suku, dan warna kulit yang lebih unggul satu dengan yang lainnya. Begitu mereka mengaku sebagai Muslim, mereka sama derajatnya. Mereka adalah hamba Allah, yang diikat dengan satu kalimat yang sama, kalimat “Laa ilaaha illallah Muhammadarrasulullah”.

Siapa yang telah bersaksi dengan kalimat tauhid itu, maka dia adalah saudara. Saudara seiman, saudara seakidah, karena tuhannya sama, Allah SWT. Rasul yang diutus kepada kita sama, Muhammad SAW. Kitabnya sama, Alquranul Kariim. Dan arah

kiblatnya sama, Ka’bah di Makkah al Mukaromah. 

Allah SWT berfirman: 

Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara. Karena itu damaikanlah di antara saudara- saudara kalian (QS al-Hujurat [49]: 10).

Terkait ayat di atas, Imam Ali ash-Shabuni dalam Shafwah at-Tafâsir antara lain menyatakan, “Persaudaraan karena faktor iman jauh lebih kuat daripada persaudaraan karena faktor nasab.”

Rasulullah SAW gambarkan bagaimana umat Islam seharusnya bersikap terhadap sesama Muslim. Sabda beliau:

Perumpamaan kaum Mukmin itu dalam hal kasih sayang, sikap welas asih dan lemah- lembut mereka adalah seperti satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, anggota tubuh lainnya akan merasakan panas dan demam (HR Abu Dawud).

 Jamaah Rahimakumullah...

Maka, haram bagi Muslim saling mencela, menyakiti, apalagi saling membunuh. Baginda Rasulullah SAW bersabda:

Bahkan, begitu berharganya persaudaraan dalam Islam itu, jangankan menyakiti dan membunuh, menakut-nakuti saja pun dilarang. Sabda Nabi SAW:

“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR Abu Dawud)

Maka, sebagai saudara, Islam menuntut kita menunjukkan rasa persaudaraan kita. Saling membantu dan tolong-menolong, saling menghilangkan kesulitan, bahkan sekadar menutup aib saudaranya.

Rasulullah SAW pernah bersabda, 

“Muslim itu saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak saling menzalimi dan saling membiarkan. Siapa saja yang menghilangkan suatu kesulitan dari seorang Muslim, maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitan bagi dirinya di antara berbagai kesulitan pada Hari Kiamat kelak. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim, Allah pasti akan menutupi aibnya pada Hari Kiamat nanti.” (Muttafaq a’laih).

Karena itu, waspadalah terhadap tipu daya setan dan musuh-musuh Islam yang menginginkan umat Islam terpecah, berbenturan, dan akhirnya saling bermusuhan. Hati-hati terhadap fitnah-fitnah yang bertebaran yang memprovokasi, agar sesama Muslim saling menyakiti dan mencaci maki. Tinggalkan fanatisme buta berkelompok. Ingat pesan Nabi SAW:

Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Siapa yang keluar dari ketaatan dan memecah-belah jamaah (umat Islam), lalu mati, dia mati dalam keadaan mati jahiliyah. Siapa yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah untuk kelompok dan berperang untuk kelompok, dia bukan bagian dari umatku.

Siapa saja yang keluar dari umatku untuk memerangi umatku, memerangi orang baik dan jahatnya, serta tidak takut akibat perbuatannya atas orang Mukmin dan tidak memenuhi perjanjiannya, dia bukanlah bagian dari golonganku.”(HR Muslim, Ahmad, Ibnu Majah dan an-Nasai).

Oleh karena itu, mari pererat persaudaraan! Jangan perkuat perbedaan, tapi perbesar persamaan! Buat Rasulullah SAW bangga dengan kita, yang saling berkasih sayang atas dasar iman, meski beliau sudah di alam sana.

Semoga Allah SWT mengikatkan hati-hati kita dalam keimanan. Aamiin.

Lanjut ke Bagian ke dua ....

Kumpulan Kajian Islam Tausiyah Ramadhan 1443 H/ 2022 M

Posting Komentar