Untuk apa kita hidup di dunia?

Untuk apa kita hidup di dunia

 

Untuk apa kita hidup di dunia menurut Islam?






Oleh : Widhy Lutfiah Marha

Kita sering kali mendengar bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara. Setelah kehidupan ini, masih ada kehidupan lanjutan yang akan dialami oleh semua manusia. Orang Jawa mengibaratkan bahwa kehidupan di dunia ini seperti orang yang sedang dalam perjalanan panjang, lalu berhenti sejenak untuk sekedar minum.

Ibarat tersebut, secara gamblang memberikan pengertian betapa singkatnya kehidupan seseorang di dunia. Tidak ada sesuatu yang abadi di alam dunia. Semuanya senantiasa mengalami perubahan yang mengisyaratkan pada terjadinya kebinasaan dan ketiadaan.

Begitu juga dengan kehidupan manusia. Selama di dunia tidak seorangpun yang bisa hidup dalam keabadian, baik keabadian fisik, pikiran dan seterusnya.

Ada tiga fase kehidupan manusia di dunia yang senantiasa berubah dan berjalan menuju ketiadaan atau ketidakabadian. 

Pertama, fase manusia ketika masih berupa janin yang terbentuk oleh bertemunya sperma (laki-laki) dan ovum (perempuan). Bertemunya kedua unsur ini menyebabkan terjadinya pembuahan, yang sekaligus merupakan cikal bakal terbentuknya janin.

Kita tahu bahwa janin bisa bertahan hidup hingga lahir sempurna sebagai manusia. Namun tidak sedikit juga janin yang tidak bisa bertahan, baik karena sebab tertentu atau tidak sama sekali.

Kejadian-kejadian seperti itu, menunjukkan bahwa selalu terjadi perubahan dalam kehidupan manusia selama hidup di dunia. Dan perubahan-perubahan itu menunjukkan pada satu kenyataan tentang betapa tidak ada yang abadi di dunia. Semua mengarah pada ketiadaan.

Kedua, fase manusia ketika lahir. Saat lahir, manusia disebut bayi. Kemudian, ia memasuki fase anak-anak, remaja, dan dewasa. Dalam fase-fase itu, kita juga seringkali menyaksikan berlakunya hukum kesementaraan. Ada manusia yang meninggal di kala masih anak-anak, remaja, atau dewasa.

Seandainya kehidupan manusia di dunia tidak dibatasi oleh hukum kesementaraan hidup, tentu tidak akan ada peristiwa kematian semacam itu

Ketiga, fase tua. Memang ada manusia yang usianya mencapai seratus tahun atau bahkan lebih dari itu. Tetapi coba perhatikan, apakah kondisi ini masih dapat diandalkan sebagaimana mereka masih berusia 20-30 tahunan?

Tentu tidak. Usia mereka memang panjang. Tetapi kondisi fisik dan pikiran mereka sudah menunjukkan tanda-tanda ketidaksempurnaan. Mata sudah tidak bisa melihat dengan jelas. Pikiran sudah tidak bisa bekerja dengan jernih. Bahkan mungkin mereka sudah tidak bisa berjalan dengan baik.


Dalam keadaan seperti itu, semakin jelas bagi kita bahwa usia kehidupan tak bisa begitu lama dipertahankan. Tiap-tiap sesuatu kata “Al-Qarni” dapat dicari penggantinya. Kecuali usia. Usia yang telah berlalu tidak dapat dikembalikan dan ia pergi selamanya.

Terima kasih telah mengunjungi Medandakwah.com! Kami mengundang Anda untuk menulis dan mempublikasikan artikel op-ed/opini Anda bersama Kontributor Medan Dakwah Lainnya


Posting Komentar