Oleh : Widhy Lutfiah Marha
Bulan Rabiul Awal mendendangkan kerinduan kepada sosok tauladan sepanjang jaman yakni Nabi Muhammad saw. Kami mengetahui bahwa dengan kegembiraan saja menyambut kelahiranmu, bisa mendatangkan rahmat Allah Swt Adalah Abu Lahab, sang paman yang memusuhi dakwah Nabi saw, mendapatkan dispensasi dari siksa yang diterimanya setiap hari kelahiran Nabi saw lantaran suka citanya menyambut kelahiran beliau saw. Lantas, bagaimana pula dengan kita, umatnya yang ingin meneladaninya dan menaati syariat yang dibawanya? Tentu keberkahan hidup akan didapatkan.
Ekspresi kegembiraan dan suka cita menyambut kelahiran Nabi Muhammad saw tidak akan bermakna apa-apa seandainya Beliau saw tidak di angkat jadi Nabi dan Rasul yang bertugas menyampaikan wahyu-Nya kepada umat manusia, agar mereka mau diatur dengan aturan Allah Swt.
Karena itu, peringatan Maulid Nabi saw yang dilaksanakan setiap tahunnya pun tidak akan bermakna apa-apa-selain sebagai aktivitas rutinitas dan ritual belaka-jika kaum muslim tidak mau diatur oleh wahyu Allah Swt yang telah di bawa oleh Nabi saw ke tengah-tengah mereka. Seseorang yang mencintai kekasih, pasti akan mencintai apapun yang ada dalam diri kekasih tersebut. Baik itu cinta orangtuanya, cara bersikap, makanannya, minumannya, tempat tinggalnya dan apapun yang ada dalam diri kekasih tersebut. Dengan demikian, jika kita memang mencintai Nabi saw, maka kita akan mencintai apapun yang ada dalam diri Nabi saw.
Salah satu bukti cinta kita kepada Nabi saw, pasti kita akan berusaha meneladani apa yang ada dalam diri Nabi saw, dan kita akan sungguh-sungguh meneladani apapun yang Beliau saw contohkan, bukan hanya dari ibadah ritual dan akhlaknya saja, tetapi dalam segala aspek kehidupan. Karena Allah Swt berfirman yang artinya: "Sesungguhnya dalam diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik." (QS al-Ahzab [33]: 21).
Berangkat dari hal ini, maka dalam diri Nabi saw sudah ada suri tauladan yang baik, oleh karenanya tidak ada alasan lagi bagi kita selaku umatnya untuk tidak menjadikan Nabi saw sebagai suri tauladan yang patut kita contoh dalam melaksanakan kehidupan ini. Oleh karenanya, Jika kita memang benar-benar cinta kepada Nabi saw, kita pasti akan berusaha untuk meneladani apa yang Beliau Saw contohkan, bukan hanya dalam ibadah ritual dan akhlaknya saja, tetapi dalam seluruh aspek kehidupan.
Karena, Beliau saw tidak hanya mengajarkan aspek ibadah ritual dan akhlaknya saja, tetapi Beliau saw juga mengajarkan kepada umatnya dalam bermua’amalah, baik itu dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan, hukum dan yang lainnya. Pertanyaannya, apakah kita sudah benar-benar mencintai Nabi Muhammad saw dengan sebenar-benarnya cinta? yakni dengan meyakini dan mengamalkan risalah apa yang Nabi saw sampaikan. Nyatanya, kita masih jauh dalam meneladani Nabi saw.
Begitu berat hati ini untuk meyakini dan mengamalkan risalah yang Beliau saw sampaikan, kita masih memilah-milih ayat mana yang sesuai dengan hawa nafsu kita baru di amalkan, dan mana yang tidak sesuai dengan hawa nafsu kita, berat rasanya untuk mengamalkannya. Berat rasanya bagi kita saat ini untuk meninggalkan riba, padahal riba jelas-jelas dilarang dalam risalah yang Nabi saw sampaikan, begitu berat bagi kita saat ini untuk mengatur urusan sosial dengan aturan Islam, berat bagi kita saat ini untuk mengatur pendidikan dengan aturan Islam, begitu berat hati ini untuk menerima aturan Islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan.
Apalagi begitu sangat beratnya hati ini untuk menerima sanksi-sanksi hukum Islam yang tercantum di dalam al-Quran (seperti qishash, potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk bagi pemabuk, hukuman mati bagi yang murtad dll) dengan berbagai alasannya. Bahkan ada sepintas dari hati ini berburuk sangka terhadap aturan yang tercantum dalam al-Quran tersebut, kita anggap sebagai aturan yang melanggar hak asasi manusia, dan kita lebih bangga dan mengagungkan aturan buatan diri sendiri.
Perjuangan Nabi saw dalam menyampaikan risalah Islam ini tidak mudah, begitu banyak halangan dan rintangan yang harus Beliau saw hadapi dalam rangka menyampaikan risalah-Nya. Beliau saw rela kelaparan, diboikot, dihina, dilecehkan, didzalimi, diusir bahkan harus berkorban jiwa dan raga, tetapi Beliau saw tetap menjalani itu semua dengan penuh ikhlas dan sabar, Beliau saw rela melakukan itu semua supaya bisa menyelamatkan umat manusia dari kesesatan menuju kebenaran. Beliau saw tidak ingin umat manusia ini tersesat, sehingga Beliau saw sering memikirkan bagaimana supaya risalah Islam ini sampai kepada seluruh umat manusia.
Nabi saw juga sering memikirkan keadaan umatnya, begitu besar cinta Nabi saw kepada umatnya, bahkan ketika sakaratul mautpun, Nabi saw masih ingat kepada umatnya. Berangkat dari hal ini, maka kita selaku umat Nabi saw patut bangga dan bersyukur menjadi bagian dari umat Nabi saw. Di samping itu, tentunya selain cinta kepada Nabi saw, kita juga harus meneladani Nabi saw dalam mencintai umatnya.
Dari Abu Hurairah r.a, dari Rasulullah Saw bersabda : Siapa yang membantu menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari sebuah kesulitan di antara berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan salah satu kesulitan di antara berbagai kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka akan Allah mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah (maksudnya masjid, pen) dalam rangka membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi para malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk yang ada di sisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya. (HR. Muslim No. 2699, At Tirmidzi No. 1425, Abu Daud No. 1455, 4946, Ibnu Majah No. 225, Ahmad No. 7427, Ibnu ‘Asakir No. 696, Al Baghawi No. 130, Ibnu Hibban No. 84).
Hadis di atas juga tercantum dalam hadis Arba’in ke-36 karya Imam Nawawi rahimahullah, ada pelajaran dan kenangan khusus mengenai hadits arba’in ini. Teringat apa yang disampaikan guru kami ketika mengijazahkan hadits arbai’in ini kepada murid-muridnya, guru kami terima ijazah hadits arbai’in ini dari gurunya yang diijazahkan di makam Imam Nawawi rahimahullah dengan sanad khusus, yakni semua rawinya adalah ulama-ulama Damaskus Syiria. Ini menunjukkan, guru kami ingin memberikan pelajaran kepada muridnya, ketika akan khatam dan mengijazahkan suatu kitab, maka alangkah baiknya kitab tersebut dikhatamkan dan diijazahkan di makam penulis/penyusun kitab tersebut, dan tradisi ini merupakan tradisi yang masyhur di kalangan guru kami.
Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa kita selaku orang mu’min harus saling memudahkan urusan dengan mu’min lainnya, karena orang mu’min itu adalah bersaudara, maka kita harus memperhatikan urusan sesama mu’min yang lain. Apalagi memperhatikan urusan umat Nabi saw, karena Nabi saw sendiri selalu memikirkan urusan umatnya. Maka tidak ada alasan lain bagi kita selaku umat Nabi saw, untuk tidak peduli terhadap umat Nabi saw yang lainnya.
Tetapi dalam kenyataannya, hati ini begitu berat untuk peduli kepada umat Nabi saw, umat Nabi saw di sana banyak yang menderita, penderitaan yang dialami umat Nabi saw di Irak, Palestina, Afghanistan, Suriah, Afrika Utara, Bosnia, Rohingya dan masih banyak permasalahan yang menimpa umat Nabi saw di negeri muslim lainnya. Mereka umat Nabi saw menderita, didzalimi, kelaparan, dibantai, terombang ambing di lautan, muslimah dilecehkan, diperkosa, laki-laki di usir, anak-anak menderita ketakutan bahkan ada sampai yang dibakar, dan mereka semua adalah umat Nabi saw yang selalu Nabi pikirkan.
Pertanyaannya, di mana hak asasi manusia yang selama ini di gembar-gemborkan, dimana toleransi yang selama ini di eluk-elukan, dimana negara-negara barat yang selama ini rajin membicarakan perdamaian, ketika yang menjadi korbannya adalah umat Nabi saw. Kemudian yang paling menyakitkan dan menyedihkan adalah dimana tentara-tentara kaum muslim yang dahulu sangat ditakutkan oleh musuh-musuhnya, dimana kaum muslim yang selama ini berjumlah 1.5 Milyar. Sungguh benar apa yang disampaikan Nabi saw, bahwa saat ini kita bagaikan buih di lautan.
Kita hanya bisa melihat penderitaan mereka, berdoa untuk mereka, kita tidak punya daya untuk membantu dan membebaskan mereka. Sementara kita menuntut bantuan pada pemimpin-pemimpin negeri muslim, akan tetapi mereka acuh tidak peduli. Mereka sibuk mengejar seberapa banyak harta yang bisa di raih, hanyut dalam hawa nafsu, mengejar cinta yang tidak ada kepastian, terbawa dalam gemerlap kehidupan dunia, dan sibuk mengejar semua ambisi-ambisi dunia yang tidak akan terselesaikan karena ada penyakit al-wahn dalam diri, yakni cinta dunia dan takut mati.
Lalu, sudah layakkah kita menjadi umat Nabi saw? Apakah nanti kita yakin akan di akui oleh Nabi saw sebagai umatnya ? Berangkat dari hal ini, peringatan Maulid Nabi saw yang selalu diperingati setiap tahunnya di negeri ini, alangkah baiknya untuk dijiwai dan meresap ke dalam hati, bukan hanya sekedar acara rutinan dan ritual semata, tetapi harus masuk ke dalam hati dan dari peringatan tersebut bisa di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya berusaha sungguh-sungguh untuk meneladani Nabi saw.
Di samping mencintai Nabi saw, kita juga harus cinta kepada Al-Quran dan umat Nabi saw. Salah satu bukti cinta kepada Al-Quran adalah berusaha untuk husnuzhan (berbaik sangka) kepada aturan-aturan yang ada di dalam Al-Quran. Kemudian bukti cinta kepada umat Nabi saw adalah dengan memperhatikan dan peduli terhadap kesulitan yang dialami oleh umat Nabi saw.
Oleh karenanya dalam momunten maulid Nabi saw ini, pentingnya bagi kita untuk menumbuhkan tiga cinta, yakni cinta Nabi, Al-Quran dan umat Nabi saw. Penting bagi kita semua untuk bersatu dan bergerak dalam mencintai Nabi saw, begitupun sangat penting bagi kita semua untuk bersatu dan bergerak untuk memperjuangkan seluruh isi Al-Quran agar dapat diterapkan dalam kehidupan, inilah salah satu bentuk cinta kepada Nabi saw, di samping kita cinta kepada Nabi saw, kita juga harus cinta kepada risalah yang beliau saw bawa, yakni Al-Quran.
Dan bentuk ekspresi kegembiraan atas maulid Nabi saw ini menjadi sumber energi yang seharusnya melahirkan energi dan gelombang besar sebuah gerakan umat untuk menaati syariat Islam. Dan tidak bisa disebut sebagai menaati syariat hingga kita, umat Islam senantiasa melaksanakan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kecintaan kita kepada Nabi Muhammad saw bukanlah kecintaan yang semu. Akan tetapi kecintaan kita kepada Nabi Muhammad saw adalah sebuah cinta sejati, sebuah cinta yang melahirkan ketaatan dalam melaksanakan dan berpegang teguh dengan syariat Islam yang mulia.
Terima kasih telah mengunjungi Medandakwah.com! Kami mengundang Anda untuk menulis dan mempublikasikan artikel op-ed/opini Anda bersama Kontributor Medan Dakwah Lainnya
Posting Komentar