Artikel asli ini di sadur dari situs alsofwa. Karena admin Medan Dakwah merasa artikel ini masih sangat relevan utuk di bahas, maka kami kembali menerbitkan artikel ini. Dalam situs itu disebutkan kalau penulis artikel ini adalah H. Hartono Ahmad Jaiz. Tidak kenal pasti, siapakah beliau. Namun siapaun beliau, semoga dengan dibacanya artikel ini oleh banyak orang, semoga Allah memberikan pahala yang berlipatganda untuk beliau.
Silahkan baca artikel ini, dan jangan lupa kalau kalian semua suka dengan artikel artikel kami, maka diharapkan bisa bantu untuk mengembankan situs ini, dengan share sebanyak banayak...
Allah Ta’ala berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara “(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik). (QS An-Nisaa’/ 4:34).
Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin
atas kaum wanita, dan menjelaskan tentang wanita shalihah.
Menurut Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita,
pembesarnya, hakim atasnya, dan pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan
lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada kaum lelaki, dan demikian pula
kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا
أَمْرَهُمْ امْرَأَةً.
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan
(kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari
Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).
Ibnu Katsir melanjutkan, dan demikian pula (khusus untuk
lelaki) jabatan qodho’/ kehakiman dan hal-hal lainnya. Karena laki-laki telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka, yaitu berupa mahar/ maskawin,
nafkah-nafkah dan beban-beban yang diwajibkan Allah atas lelaki untuk menjamin
perempuan. Maka dalam diri lelaki itu ada kelebihan dan keutamaan atas
perempuan, hingga sesuailah kalau lelaki itu menjadi pemimpin atas perempuan.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita” .
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman 608, atau juz II, halaman 292 tahqiq
Sami As-Salamah).
Penjelasan Ibnu Katsir itu ada rincian yang senada yaitu
perkataan Abu As-Su’ud: “Dan pengutamaan bagi kaum laki-laki itu karena
kesempurnaan akal, bagusnya pengaturan, kesungguhan pandangan, dan kelebihan
kekuatannya. Oleh karena itu ada kekhususan bagi laki-laki yaitu mengenai
an-nubuwwah (kenabian), al-imamah (kepemimpinan), al-wilayah (kewalian),
as-syahadah (kesaksian --dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi,
hanya khusus lelaki, pen) jihad dan hal-hal lainnya. (Irsyaadul ‘Aqlis Saliim,
1/339).
Wanita shalihah
Selanjutnya, arti ayat: “Sebab itu maka wanita yang
shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri,” maksudnya tidak
berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya;
“ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”
Ini adalah rincian keadaan wanita di bawah kepemimpinan
lelaki. Allah Ta’ala telah menyebutkan bahwa wanita itu ada dua macam. Yang
satu adalah wanita-wanita shalihah muthi’ah (baik lagi taat) dan yang lain
adalah ‘ashiyah mutamarridah (bermaksiat lagi menentang).
Wanita-wanita shalihah muthi’ah adalah taat kepada Allah
dan suaminya, melaksanakan hak-hak dan kewajiban yang ada pada dirinya, menjaga
dirinya dari kekejian (zina), dan menjaga harta suaminya dari pemborosan.
Sebagaimana mereka menjaga hal-hal yang berlangsung antara dirinya dan suaminya
yang wajib disembunyikan dan menjaga baik-baik kerahasiaannya. Di dalam hadits
disebutkan:
إِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ عِنْدَ
اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِيْ إِلَى امْرَأَتِهِ
وَتُفْضِيْ إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرَّ صَاحِبِهِ. (رواه مسلم و
أبو داود).
“Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek manusia bagi Allah tempatnya
di hari kiamat, (yaitu) laki-laki yang menggauli (menyetubuhi) isterinya dan
isterinya pun menggaulinya, kemudian salahsatunya menyiarkan rahasia teman
bergaulnya itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Keadaan masyarakat jahil
Aturan dalam Al-Quran telah tegas dan jelas, lelaki itu
pemimpin atas wanita, sedang wanita itu dipentingkan ketaatannya kepada Allah,
Rasul-Nya, dan kepada suaminya. Namun kepemimpinan lelaki ataupun ketaatan
wanita seakan tidak dianggap penting dalam dunia jahil. Hingga muncul kondisi
yang ironis, tidak sesuai aturan. Ada wanita yang diangkat-angkat oleh
orang-orang jahil melebihi kodratnya dan melanggar aturan agama. Sebaliknya,
ada wanita-wanita yang diperlakukan oleh orang-orang jahil sebagai barang
mainan, yang hal itu melanggar kodratnya atau fitrahnya, disamping melanggar
aturan agama. Seharusnya, wanita mendapat perlindungan, pemeliharaan dari para
suami dan bahkan masyarakat. Namun, justru wanita dijadikan alat untuk
melariskan hal-hal yang tak terpuji atau tak sesuai dengan ajaran Islam,
misalnya tontonan. Sehingga wanita yang sebenarnya terhormat itu kemudian
dijadikan bahan tontonan. Ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya
jadi penyanyi, penjoget, pelawak, pelaku adegan-adegan film atau sinetron tak
senonoh yang ditonton banyak orang. Ada orang tua dan suami-suami yang
merelakan wanitanya dijadikan pajangan untuk menarik pembeli atau konsumen di
toko-toko, di bank-bank, di pameran-pameran perdagangan, di hotel-hotel dan
sebagainya. Jual beli antara lelaki dan perempuan pada asalnya mubah,
boleh-boleh saja. Tetapi sekarang wanita di pertokoan bukan sekadar sebagai
pelayan, namun sebagai alat penarik konsumen, hingga wanita-wanita pelayan itu
diseragami pakaian yang setengah telanjang. Ini sudah bertentangan dengan
aturan Islam. Dan bahkan ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya
dijadikan mainan oleh orang lain. Na’uudzu billaahi min dzaalik. Lelaki yang
demikian itu adalah dayyuts, tidak merasa cemburu terhadap keluarganya yang
berbuat sesuatu dengan lelaki lain. Menurut Hadits Nabi n, surga haram atas
lelaki dayyuts.
ثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُوْنَ
الْجَنَّةَ؛ الْعَاقُ لِوَالِدَيْهِ وَالدَّيُّوْثُ وَرَجُلَةُ النِّسَاءِ.
“Tiga orang yang tidak masuk surga (yaitu): orang yang
durhaka kepada kedua orangtuanya, dayyuts (laki-laki yang membiarkan
kemaksiatan pada keluarganya), dan perempuan yang menyerupakan dirinya dengan
laki-laki.” (Hadits Riwayat Al- Hakim dan Al-Baihaqi, hadits hasan dari Ibnu
Umar).
Jadi lelaki yang merelakan isterinya ataupun anak-anaknya
dijadikan pajangan padahal seharusnya lelaki itu punya rasa cemburu dan
menjaganya, namun justru merelakannya, maka bisa dimasukkan dalam lingkungan
yang mengarah pada dayyuts. Maka betapa ruginya. Akibat merelakan keluarganya
(yang wanita) dijadikan pajangan itu kemudian menjadikan haramnya surga
baginya. Ia tidak akan masuk surga. Sehingga, hanya kerugian lah yang didapat.
Kesenangan di dunia tidak seberapa, namun haramnya masuk surga telah
mengancamnya. Inilah yang mesti kita berhati-hati benar dalam hal menjaga diri
dan keluarga kita.
Dianggap lumrah, biasa
Sangat disayangkan sekali, dunia jahil telah memupuk aneka
macam pelanggaran seperti tersebut diatas menjadi pemandangan yang biasa.
Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua tontonan dan pekerjaan yang
menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu sudah mengikuti bujukan
syetan, sekaligus melanggar aturan Allah. Allah memerintahkan agar kita menahan
sebagian pandangan kita terhadap lain jenis (lihat QS An-Nuur: 30-31) namun
justru orang-orang yang mendukung dunia jahil ini menarik-narik manusia agar
membuka mata lebar-lebar untuk “menikmati” wanita yang mereka pajang. Itu semua
alurnya adalah mendekatkan kepada zina. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala
menegaskan:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji dan satu jalan yang buruk.” (Al-Israa’:
32).
Dalam ayat itu ditegaskan, tidak boleh mendekati zina. Ini
telah mencakup larangan segala hal yang menghantarkan kepada perbuatan zina.
Memajang wanita-wanita dalam aneka pergaulan hidup yang dimaksudkan untuk
menarik konsumen ataupun pelanggan atau penonton itu sudah termasuk sarana
mendekatkan ke arah zina. Karena hal itu sudah merupakan sarana atau
penghantar, maka terkena kaidah (الحكم بوسائله)
hukum itu mencakup sarananya. Mendekati zina itu jelas telah dilarang dengan
tegas oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala. Maka mengadakan sarana untuk dekat
dengan zina atau yang jurusannya mendekati zina berarti haram pula.
Lebih dari itu, ayat tersebut mengandung makna, lebih
terlarang lagi adalah zinanya itu sendiri. Karena mendekati zina saja sudah
dilarang. Inilah yang di dalam ilmu ushul fiqh disebut Qiyas Aulawi”.
Contohnya, mengatakan uf/ hus kepada orang tua saja diharamkan, apalagi
memukulnya, maka lebih lagi haramnya. Jadi, mendekati zina saja dilarang, apalagi
berzina. Itulah pengertiannya.
Dengan demikian, ayat tersebut sangat strategis sifatnya.
Yaitu, ke bawah: sarana-sarana dan perbuatan yang menjurus pada pendekatan zina
sudah ikut terlarang. Sedang ke atas: perbuatan zina itu sendiri lebih terlarang
lagi.
Aturan di dalam Islam sebegitu jelas dan gamblang, namun
dalam dunia yang jahil orang yang menyepelekan bahkan justru menggalakkan
hal-hal yang menjurus pada pendekatan zina, bahkan membolehkan perzinaan itu
sendiri lebih dihormati. Ini benar-benar keterlaluan.
Wanita shalihah sangat terpuji
Islam memberikan imbalan pahala sesuai dengan kadar
kepayahan atau usaha manusia. Wanita dari zaman ke zaman, oleh orang-orang
jahil merupakan sasaran yang paling utama untuk dijadikan daya pikat.
Memerankan wanita sebagai daya pikat itu sendiri sudah merupakan pelanggaran
sebagaimana diuraikan di atas. Maka Islam memberikan antisipasinya atau
pencegahannya, yaitu pertama dengan melarang manusia mendekati zina, dan kedua
memberikan tempat yang terpuji bagi wanita yang shalihah.
Islam menempatkan wanita shalihah dalam kedudukan yang
terpuji itu bisa difahami pula bahwa untuk membina wanita agar jadi shalihah,
serta wanita itu sendiri dalam berupaya menjadi wanita shalihah adalah perkara
yang besar. Perkara yang banyak godaannya. Kenapa? Karena, manusia jahil telah
menjadikan wanita sebagai sasaran untuk dijadikan daya pikat, dan itu jelas
bertentangan dengan Islam. Sedangkan wanita itu sendiri didudukkan oleh
manusia-manusia jahil pada posisi yang enak, yang menggiurkan, bila mau
melanggar aturan Islam. Sehingga wanita itu sendiri akan sulit mempertahankan
diri agar menjadi orang yang shalihah alias taat aturan Allah dan RasulNya.
Maka sesuai dengan istilah "aljazaa’u min jinsil ‘amal,” imbalan itu
sesuai dengan perbuatan, maka wanita shalihah sangat dihormati dalam Islam
karena memang sulit melakukannya. Bukan sulit karena secara naluriah, namun
sulit karena lebih banyak godaannya, baik dari dalam nafsu wanita itu sendiri
maupun faktor dari luar, lingkungan yang jahil.
Dari sini bisa difahami betapa terpujinya wanita yang baik
yang istilahnya wanita shalihah. Yaitu wanita yang menuruti aturan agama suci
dengan patuh, yang otomatis mampu menjalani sikap dan perilaku tanpa melanggar
ajaran Ilahi, yang mencakup segi kehidupan demi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Terhadap wanita shalihah itu, ada pula pujian simpati dari Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam :
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ
مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ. (رواه مسلم و النسائي).
“Dunia ini adalah perhiasan yang menyenangkan hati. Dan
sebaik-baik perhiasan yang menyenangkan itu adalah wanita yang shalihah/ baik.
(Hadits Riwayat Muslim dan An-Nasa’i).
Di sini jelas, betapa tingginya nilai wanita shalihah itu.
Dia paling baik di antara hal yang mesti disenangi manusia. Berarti sudah merupakan
puncak yang tiada saingannya lagi.
Bila kita perbandingkan, kejadian manusia itu sendiri
adalah bentuk yang paling baik. Seperti firman Allah dalam Surat, Attien:
“...Sungguh Kami telah menjadikan manusia dalam
sebaik-baik bentuk. Kemudian Kami kembalikannya jadi serendah-rendahnya yang
rendah (masuk neraka). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal shalih maka mereka akan memperoleh pahala yang tak
putus-putusnya." (QS. At-Tien: 4, 5, 6).
Di dalam ayat itu dinyatakan, manusia dibuat dalam bentuk
yang paling baik. Di balik bentuknya yang paling baik, ternyata disebutkan,
akan dikembalikan menjadi sesuatu yang paling rendah di antara yang rendah,
kecuali yang beriman dan berbuat baik. Kalau diperbandingkan, wanita disebut
hiasan yang paling menyenangkan berarti di balik itu ada yang bahkan paling
tidak menyenangkan. Ya, memang betul demikian adanya. Hasil perbandingan itu
diperkuat atau punya alasan Hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :
مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ ثَلاَثٌ
وَمِنْ شَقَاوَةِ ابْنِ آدَمَ ثَلاَثَةٌ. مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ الْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الصَّالِحُ. وَمِنْ
شَقَاوَةِ ابْنِ آَدَمَ الْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَ الْمَسْكَنُ السُّوْءُ وَالْمَرْكَبُ
السُّوْءُ. (رواه أحمد والطبراني والبزار عن سعد بن أبي وقص).
"Di antara (unsur) kebahagiaan anak Adam (manusia)
adalah tiga hal. Dan di antara (unsur) sengsaranya ibnu Adam ada tiga (juga).
Di antara unsur kebahagiaan manusia yaitu, wanita/ isteri yang shalihah/ baik,
tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan di antara (unsur)
penderitaan manusia adalah: wanita / isteri yang buruk (tidak shalihah), tempat
tinggal yang jelek, dan kendaraan yang jelek." (Hadits shahih riwayat
Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Bazzar dari Sa'ad bin Abi Waqash)
Nah, dalam hadits itu dijelaskan, wanita/ isteri yang
shalihah adalah unsur kebahagiaan. Tapi sebaliknya, wanita/ isteri yang jahat
adalah unsur penderitaan. Dalam Hadits itu ternyata wanita atau isteri disebut
sebagai unsur pertama dalam hal kebahagiaan maupun kesengsaraan. Wanita
diucapkan dalam deretan yang pertama dari tiga unsur kebahagiaan maupun
kesengsaraan.
Jadi wanita merupakan unsur yang paling extrim, sebagai
andalan. Berarti sejalan pula dengan pernyataan perbandingan tadi. Bahwa wanita
shalihah itu paling menyenangkan, tapi sebaliknya, wanita yang bukan shalihah
itu adalah paling menyebalkan.
Wanita shalihah dan suami taqwa
Nabi n membela dan mengangkat martabat wanita, sampai memuji
dan menyebutkan fungsi kedudukan wanita shalihah lagi menyenangkan. Hal itu
bisa disimak pandangan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , yang memuji
wanita shalihah:
مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ
تَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ، إِنْ
أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ
إِلَيْهَا أَبَرَتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِيْ نَفْسِهَا وَمَالِهِ. (رواه
ابن ماجة عن أبي أمامة، حسن).
"Tidak ada keuntungan orang mukmin setelah taqwa
kepada Allah 'Azza wa Jalla yang lebih baik baginya dibanding mempunyai isteri
yang shalihah/ baik. Apabila dia (lk) menyuruhnya maka ditaati. Apabila dia
(lk) melihatnya, maka isteri itu menggembirakan nya. Apabila ia memberi bagian
padanya maka dia menerimanya dengan baik. Dan apabila ia tidak ada di rumah
maka isteri yang shalihah itu tetap memurnikan cintanya untuk sang suami dalam
menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya." (Hadits Riwayat Ibnu Majah
dari Abi Umamah berderajat hasan/ baik).
Jelas sekali pujian Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
terhadap derajat wanita yang shalihah. Sampai didudukkan sebagai hal yang
paling menguntung-kan bagi orang yang taqwa. Berarti dijadikan pendamping
paling baik bagi para muttaqin. Sedang derajat taqwa itu adalah derajat paling
tinggi di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala :
"Sesungguhnya yang paling mulia dari kamu sekalian di
sisi Allah adalah yang paling bertaqwa". (QS Al-Hujuraat/ 49: 13).
Jadi, posisi wanita shalihah itu memang benar-benar
terpuji dan mulia, sebab dijadikan pendamping orang yang bertaqwa alias yang
paling mulia di sisi Allah, dengan disebut sebagai unsur yang paling memberikan
keuntungan. Sedang yang menilai derajat tingginya itu ternyata adalah
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam lewat Hadits tersebut di atas.
Kita percaya, apa yang disabdakan itu pasti betul. Maka,
sebagai penganut ajaran suci dari Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, seharusnya
kita berlomba membina wanita, baik itu isteri kita, keluarga kita maupun
kerabat agar mencapai derajat prestasi unggul yang sesuai dengan anjuran
beliau, yaitu wanita shalihah. Mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Mari kita
berlomba membentuk wanita shalihah dalam keluarga dan masyarakat Islam.
Mudah-mudahan hal ini bisa kita laksanakan. Amien.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ
تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ
أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا
اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ
أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ
فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Posting Komentar