Oleh Nina Herlina Ibrahim
Hari ini memasuki hari ke 14 kebersamaanku
bersama Sahabat Syurga Cinta Quran dalam bertilawah dan mentadabburi ayat –ayat
cinta Allah Swt. yang terdapat dalam kitabnya. Ini juga berarti sudah masuk ke
juz 14.
Ketika selesai membaca tilawah dan
terjemah, dan mencari hikmah yang terkadung dalam juz ini, pilihan hati ini
lebih condong untuk membahas tentang lebah, yang terdapat dalam surat An Nahl.
Tentu saja ini mengingatkanku pada materi
kuliah yang diberikan ketika kuliah dulu dan tempat pekerjaan yang memang
spesifik bidangnya di bidang serangga.
Ya, hitung-hitung nostalgia lah… heee…
Bahasan kali ini agak ilmiah sedikit ya,
mengikuti jejak Ustadzah Netty Susilowati.
Salam sayang dan takzimku untuk beliau,
walaupun kami belum ditakdirkan untuk bersua secara langsung, hanya berjumpa
dan berkomunikasi secara online dan tulisan, tapi berkat komunitas sahabat
syurga ini, rasanya kami sudah saling mengenal dan akrab saja. Betulkah
demikian ustadzah? Jangankan hanya perasaanku saja…
Tak apalah, yang penting saya sangat suka
dengan karya-karya beliau yang sangat informatif dan inspiratif.
*****
Fakta menyebutkan bahwa sarang lebah
diketahui mampu menampung koloni lebah hingga berjumlah 80 ribu ekor. Mereka
tinggal di dalam sarang tersebut sekaligus bekerja sesuai dengan tugas dan perannya
masing-masing.
Fungsi sarang lebah tidak hanya sebagai
tempat tinggal bagi koloni lebah itu saja, tetapi juga sebagai tempat menyimpan
madu yang telah berhasil mereka dapatkan. Sarang lebah merupakan sarang yang
begitu besar dan teratur, sebab sebagai binantang yang berkoloni lebah harus
selalu berkelompok.
Jika kita memperhatikan sarang lebah
secara langsung, maka kita akan menemukan bahwa bentuk dari sarang lebah
tersebut adalah berbentuk segi enam atau heksagonal.
Menurut para ahli, bentuk heksagonal yang
dipergunakan lebah tersebut merupakan bentuk terbaik yang bisa mereka buat,
sebab dengan bentuk tersebut lebah sendiri bisa memanfaatkan lokasi penyimpanan
madunya secara optimal.
Dengan bentuk lain, selain heksagonal,
justru akan banyak ruang yang tidak terpakai atau tidak berguna. Sehingga
dengan sedikitnya hasil ,maka sedikit pula manfaat yang bisa diambil oleh
koloni lebah tersebut dan manfaat untuk manusia juga tentunya.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti, proses pembangunan sarang yang dilakukan koloni
lebah lakukan pun terbilang sangat unik dan menarik. Dengan posisi sarang yang
menggantung di tempat yang tinggi, lebah justru memulai proses pembangunan
sarangnya dari bagian atas terlebih dahulu yang kemudian berlanjut menuju ke
bagian bawah sarangnya.
Sebagai benteng pemisah antar ruang di
dalam sarangnya, lebah membuat sebuah sekat yang mereka produksi sendiri
bernama lilin. Dinding pembatas tersebut begitu tipis, namun meskipun demikian
dinding tersebut bisa menahan beban hingga 2 kali berat dari lebah itu sendiri.
Subhanallah…
Prinsip bentuk sarang lebah ini sendiri
kemudian mengilhami para ahli untuk mengaplikasikannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Salah satu aplikasi paling nyata di dalam
pengaplikasian bentuk sarang lebah ini adalah dalam pembuatan body atau badan pesawat, yang dibuat dengan
memanfaatkan potongan-potongan kecil berbentuk segi enam dan kemudian disusun
sedemikian rupa hingga akhirnya membentuk badan pesawat. Dengan disusun seperti
demikian, pembuatan dan pembentukan badan pesawat tersebut akan lebih efektif,
menghemat biaya, namun tetap kuat dan juga ringan.
Dalam pembuatan rumah pun demikian,
disamping menghemat bahan dan biaya, para arsitektur mengatakan bahwa rumah
yang dibangun dengan desain heksagonal memiliki daya tahan yang lebih tinggi
dari goncangan gempa. Subhanallah…
Siapakah yang memberi ilham dan
pengetahuan kepada lebah untuk membangun sarangnya sedemikian rupa ? Apakah
mereka membuatnya sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka?
Ternyata tidak.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam
ayatnya :
“Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah,
“Buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu dan di tempat-tempat yang
dibuat manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu
keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. An Nahl :
68-69).
*****
Dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud
dengan 'wahyu' dalam ayat ini ialah ilham, petunjuk, dan bimbingan dari Allah
kepada lebah agar lebah membuat sarangnya di bukit-bukit, juga di pohon-pohon
serta di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian berkat adanya ilham dari
Allah ini lebah membangun rumah (sarang)nya dengan sangat rapi struktur dan
susunannya, sehingga tidak ada cela padanya.
Kemudian Allah Swt. menganugerahkan
insting kepada lebah untuk makan dari sari buah-buahan dan menempuh jalan-jalan
yang telah dimudahkan oleh Allah baginya, sehingga lebah dapat menempuh jalan
udara yang luas, padang sahara yang membentang luas, lembah-lembah, dan gunung-gunung
yang tinggi menurut apa yang disukainya.
Lalu masing-masing lebah dapat kembali ke
sarangnya tanpa menyimpang ke arah kanan atau ke arah kiri, melainkan langsung
menuju sarangnya, tempat ia meletakkan telur-telurnya dan madu yang dibuatnya.
Lebah membangun lilin untuk sarangnya
dengan kedua sayapnya, dan dari mulutnya ia memuntahkan madu, sedangkan lebah
betina mengeluarkan telur dari duburnya, kemudian menetas dan terbang ke tempat
kehidupannya.
Qatadah dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). (An-Nahl: 69) Yakni dengan penuh
ketaatan.
Qatadah dan Abdur Rahman menjadikan lafaz
zululan sebagai hal (keterangan keadaan) dari lafaz fasluki, yakni 'dan
tempuhlah jalan Tuhanmu dengan penuh ketaatan'.
Makna ayat menurut Ibnu Zaid mirip dengan
apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu
untuk mereka; maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka
makan”. (QS. Yasin: 72).
Ibnu Zaid mengatakan, tidakkah kamu lihat
bahwa orang-orang memindahkan lebah-lebah itu berikut sarangnya dari suatu
negeri ke negeri yang-lain, sedangkan lebah-lebah itu selalu mengikuti mereka.
Akan tetapi, pendapat yang pertama adalah
pendapat yang paling kuat, yaitu yang mengatakan bahwa lafaz zululan menjadi
hal dari lafaz subul (jalan). Dengan kata lain, tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan bagimu. Demikianlah menurut apa yang telah dinashkan oleh
Mujahid. Ibnu Jarir mengatakan bahwa kedua pendapat tersebut benar.
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia.
(An-Nahl: 69)
Maksudnya, dengan berbagai macam warnanya,
ada yang putih, kuning, merah, dan warna-warna lainnya yang indah sesuai dengan
tempat peternakan dan makanannya.
Di dalam madu terdapat obat penawar yang
mujarab bagi manusia untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang dialami
mereka.
Salah seorang ulama yang membicarakan
tentang pengobatan cara Nabi mengatakan bahwa seandainya ayat ini menyebutkan
“Asy-syifa-u linnas”, tentulah madu dapat dijadikan sebagai obat untuk segala
macam penyakit.
Akan tetapi, disebutkan “syifa-un linnas”,
yakni obat penyembuh bagi manusia dari penyakit-penyakit yang disebabkan
kedinginan, karena sesungguhnya madu itu panas, dan sesuatu itu diobati dengan
lawannya.
Dari Abul Mutawakkil Ali ibnu Daud
An-Naji, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa pernah seorang
lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata,
"Sesungguhnya saudara laki-lakiku
terkena penyakit buang air." Maka Nabi Saw. bersabda, "Berilah minum
madu." Lelaki itu pulang dan memberi minum madu kepada saudaranya. Kemudian
ia kembali dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah memberinya minum
madu, tetapi tiada membawa kebaikan melainkan bertambah parah buang
airnya." Rasulullah Saw. bersabda, "Pergilah dan berilah dia minum
madu." Lelaki itu pulang dan memberi minum madu kepada saudaranya yang
sakit itu. Tetapi dia kembali lagi dan berkata, "Wahai Rasulullah, tiada
kemajuan, melainkan makin parah." Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"Mahabenar Allah dan dustalah perut
saudaramu itu. Pulanglah dan berilah dia minum madu lagi!" Maka lelaki itu
pergi dan memberi minum madu saudaranya, maka sembuhlah saudaranya itu.
Salah seorang ahli ketabiban memberikan
analisisnya tentang hadis ini, bahwa lelaki yang dimaksud menderita sakit buang
air. Setelah diberi minum madu, sedangkan madu itu panas, maka penyakitnya
menjadi teruraikan, sehingga cepat keluar dan mencretnya makin bertambah. Akan
tetapi, orang Badui itu mempunyai pengertian lain, bahwa madu membahayakan
kesehatan saudaranya, padahal kenyataannya bermanfaat bagi saudaranya.
Kemudian ia memberi saudaranya minum madu
sekali lagi, tetapi mencret saudaranya itu kian bertambah, lalu diberinya minum
madu sekali lagi. Dan setelah semua endapan yang merusak kesehatan dalam
perutnya keluar, barulah perutnya sehat, ia tidak mulas lagi, dan semua
penyakit hilang berkat petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah Saw. dari Allah
Swt.
Posting Komentar