Oleh : Widhy Lutfiah Marha
Zaman sekarang banyak orang yang ketika memasuki umur 30 tahun ke atas resah. Kenapa kira-kira? Karena diumur-umur segitu tanda-tanda penuaan sudah mulai terlihat. Nah, ketika itu yang terjadi sudah mulai sibuk nih, cari-cari cara bagaimana agar nggak kelihatan tua walaupun umur sudah waktunya. Akhirnya berbagai trik dilakukan, ada yang perawatan dan tak tanggung-tanggung rela merogoh kocek jutaan, puluhan juta bahkan ratusan juta. Bagi mereka, apapun akan dilakukan demi menunjang penampilan menawan dan awet muda.
Tapi sayangnya trik yang mereka lakukan itu nggak semua orang bisa lakukannya. Kalo perawatan yang berjuta-juta gitu, sudah pasti hanya orang yang berduit aja yang mampu.
Sebenarnya ada lho cara termudah dan termurah, untuk tetap awet muda.
Apa itu?
MENULIS.
What? Menulis? Yang bener aja. "Kan aku nggak bakat nulis." Karena sebagian dari kita udah anggap menulis itu adalah bakat! Jadi merasa nggak mungkin dan nggak pernah bisa.
Nah, kalo kata pepatah menulis itu sama halnya dengan belajar berjalan atau naik sepeda, jadi kalo kita melakukannya terus menerus maka akhirnya menjadi sesuatu yang begitu mudah.
Kata Howard Gardner gini "menulis itu bukan persoalan bakat, sebab semua orang memiliki kecerdasan berbahasa yang memungkinkan jadi penulis.''
Maka dari itu, mulai nulis akan menemukan sensasi baru dalam dada. Apalagi jika kita terus membiasakan diri untuk menulis, menulis dan menulis. Pada akhirnya, sensasai itu yang tidak ingin kita lepaskan.
Apa hubungannya dengan awet muda coba? Tenang ya!
Konon ceritanya di zaman dulu ada dua kelompok orang yang sedang bermasalah dengan kejiwaan mereka.
Berbagai cara pengobatan telah dicoba, tapi belum membuahkan hasil. Hingga suatu waktu ada psikiater yang mencoba merawat mereka. Dia ingin mencoba sebuah trik yang belum pernah ia coba. Yaitu memisahkan dua kelompok. Dimulailah dua kelompok dipisahkan. Yang kelompok satu diperintahkan untuk menulis. Ya, menulis apapun yang mereka pikirkan selama satu minggu. Dan kelompok kedua tidak diperintahkan apapun, dan ternyata setelah satu minggu percobaan tersebut, hasilnya kelompok pertama tadi lebih cepat sembuh daripada kelompok kedua.
Wow luar biasa, ternyata menulis juga bisa mengobati penyakit. Dulu kata dosen saya, bilang kalo salah satu untuk awet muda adalah terus menerus bahagia. Dan menulis adalah cara merawat kebahagiaan itu.
Rasa bahagia akan memancarkan kulit wajah yang berseri-seri, santai, dan lebih muda dari usia sebenarnya. Mudah, murah dan terjamin dan tentunya tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Yuk coba, biar awet muda secara alami!
Menulis itu bukan bakat, semua bisa kok. Apalagi manusia ketika dilahirkan sudah dibekali setriliun sel neutron yang terdiri dari seratus miliar sel aktif dan sembilan ratus miliar sel pendukung di dalam otak, belum lagi, kalau satu sel digunakan maka bisa berkoneksi dengan 20.000 sel yang lain. Hingga pada kesimpulannya manusia itu dilahirkan untuk menjadi cerdas. Nah, dengan begitu berbahagialah kita dibandingkan dengan binatang, mereka hanya dibekali 10 juta sel otak, tikus lima juta, lalat hanya 100 ribu, dan lebah 7 ribu saja. Hebatkan?
Maka dari itulah, kecerdasan adalah milik semua manusia. Pilihannya tinggal di tangan manusia sendiri, mau digunakan atau tidak. Begitu juga menulis. Menulis sekali lagi bukan bakat, setiap orang punya peluang menjadi cerdas menulis. Pilihannya ada di tangan anda semua, mau digunakan atau tidak!
Lalu banyak yang bertanya bagaimana mulai menulis?
Begitu sulit membuat tulisan!
Apa Resep Menulis Yang Jitu?
Banyak ide di kepala, tapi hingga saat ini taka da satu pun yang terselesaikan dalam bentuk tulisan. Bagaimana ini?
Dan berbagai pertanyaan muncul di setiap orang yang ingin menulis tapi tidak mulai-mulai menulis. Semua mengeluhkan betapa sulitnya mulai menulis.
Ketika saya masih SD, saya sangat kagum dengan dengan penulis-penulis yang karyanya bertebaran di berbagai media dan saya membayangkan betapa asyiknya menjadi penulis seperti mereka. Sungguh saya pun akhirnya bertekad bulat untuk menjadi penulis seperti mereka, tapi memulai untuk menuliskan ide di kepala bukanlah perkara yang mudah. Yang paling mungkin saya tulis adalah coretan “ala saya” sendiri.
“O, barangkali pengetahuan saya tentang penulisan masih minim”, Tanya saya pada diri ketika mulai beranjak remaja. Lantas saya mulai belajar di kelas-kelas penulisan, membaca buku-buku teori penulisan. Jujur saya semakin bosan dan lelah dibuatnya! Rasanya tulisan saya semakin tidak pernah selesai.
Akhirnya saya berhenti memikirkan teori-teori dan menulis ala saya sendiri. Dan, menulis gitu aja. Hasilnya? Ternyata lancar! Menulis apa saja sampai semua ide yang ada di kepala tertuang habis. Saya mulai menulis dengan fast writing (menulis cepat). Ketika ada ide di kepala langsung tulis dimanapun, jadi kemana-mana bawa buku tulis dan pulpen. Menulis cepat menuangkan ide di kepala secara cepat dalam bentuk tulisan tanpa merisaukan PUEBI (atura-aturan menulis). Memang sih tulisan terlihat acak-acakan, titik koma tidak beraturan dan berbagai ketidakbagusan bentuk tulisan. Akan tetapi ini wajib dilakukan bagi penulis pemula, untuk melatih kerutinan, mengembangkan ide dan melatih kecepatan.
Setelah fast writing selama tiga bulan rutin tertuangkan dan terkumpul menjadi sampah kata, saya mulai mengembangkan dalam bentuk kerangka. Jadi misal mau menulis tentang tema tertentu, saya buat dulu peta konsepnya (mind mapping). Dengan peta konsep menjadi lebih mudah mengarahkan tulisan kita.. Mulai dari apa, siapa, dimana, kemana, kapan, untuk apa, dan bagaimana itu minimal sudah ada dalam tulisan kita. Dan sejak itu saya mulai menulis kisah hidup saya dalam bentuk cerpen, menulis artikel, tsaqofah, opini, tulisan tentang remaja dan semua tema dengan tulisan ala saya.
Ya, tidak bisa dibantah bahwa kesulitan kita dalam menulis adalah karena begitu banyak aturan di kepala kita. Harus beginilah, harus begitulah, harus sebagus penulis anulah, harus dapat nilai memuaskan…bla…bla…bla… begitu banyak aturan dan ujung akhirnya justru membuat kita jalan di tempat. Kalaupun satu paragraph berhasil tertulis, selang berapa menit akan dihapus karena tidak sebagus dan seideal yang ada di buku-buku yang membahas teori penulisan.
Well, untuk para penulis pemula, lupakanlah teori! Menulislah dengan gaya anda sendiri dan jangan pernah terbebani dengan teori apapun. Menulis, ya, menulis…
Kita Harus Melek Media
Tak terasa sejak lama tak muncul di sosmed...waktupun terus berjalan...tau-tau sudah mendekati ramadhan , rasanya menjadi asing banget ,belajar menulis tetap terjalankan cuma jarang buka sosmed maklum ketika kembali ke desa sinyal tak muncul dan membuat saya sangat malas memposting tulisan ke sosial media.
Malas tak boleh dipelihara karena ini awal dari kemunduran berfikir .
saya sadar ketika luamaaa banget tidak buka sosmed betapa banyaknya ketinggalan informasi dan berita..
Padahal seharusnya seorang muslim khususnya pengemban dakwah harus melek media dan memiliki ketahanan informasi . yang mampu menyeleksi informasi hingga tak mudah terpapar hoax. harusnya seorang pengemban dakwah itu terdepan dalam mengaksir informasi yang aktual dan sedang berkembang dimedia-media mainstream . Terdepan juga dalam menyampaikan kebenaran ,menjadi sumber terpercaya pertama kali dalam hal informasi bagi umat.
Mungkin sulit sih tapi seorang pengemban dakwah harus mampu memahami,menganalisis dan juga mendekontruksi media. Konsumen media sekarang mulai dari anak2 hingga orang tua . Dengan mengikutinya mereka menjadi sadar dan melek tentang media.
Bicara tentang melek informasi berarti harus selalu aktif mencari informasi sesuai dengan kebutuhan berdadarkan referensi dan sumber yang terpercaya. Nggak cuma menunggu informasi, dan setiap informasi harus dikaitkan dengan akidah Islam.
Melalui dengan Memahami,menganalisis dan juga mendekontruksi pencitraan media, menjadikan kita çerdas informasi,aktif,peka dan kritis dalam mengamati fenomena pemberitaan media saat ini.
Ketika ada informasi muncul kita harus memutuskan ,memilah,mengidentifikasi, menafsirkan informasi,menganalisis dan menyikapinya dari sudut pandang islam. Begitu mendapat informasi harusnya kita dapat berfikir jernih untuk menganalisisnya. Apakah info itu masuk akal or tidak ,apakah too good to be true(terlalu bagus) or too bad to be true(terlalu mustahil).
Sebagai pengemban dakwah memang harus menganalis informasi yang tiap kali muncul selain meningkatkan kualitas dan kuantitas intelektual kita,bisa juga membangun rasa percaya yang datang dari umat. Jika pengemban dakwah adalah penyebar informasi kebenaran saja. Bersama-sama masyarakat mengedukasi,memilih informasi sesuai kebutuhan agar umat juga ikut cerdas.
Posting Komentar