Oleh : Dedi Sahputra
Pertunjukkan malam itu cukup menghibur. Selain penampilan jenaka, kelompok musik itu piawai membawakan aneka jenis lagu, bahkan lagu sesulit Bohemian Rhapsody. Lagu ini, selain memakai chord rumit, setidaknya ada 6 bagian menyatu di komposisi lagu, mulai introduksi, balada, solo gitar, opera, hard rock dan outro.
Maka lagu ini meninggalkan rasa penasaran. Saya dengar ulang ia, saya coba resapi liriknya. Ohh.., ini lagu misteri atau malah sebuah kebingungan seorang Freddy Mercury. Ini kisah preman yang menembak kepala orang sampai mati. Sekarang dia menghadapi hukuman, digantung sampai mati.
Freddy ini sepertinya jenius bermusik. Dengarlah lengkingan suaranya, seolah mewakili semua kebimbangan hati pendengarnya. Di ambang kematiannya dia mengadu kepada Tuhan (Bismillah) sekaligus mengaku ada setan (beelzebub) yang dimasukkan ke dalam dirinya. Ada petir mengerikan yang dia sebut (thunderbolt and lightning, very, very frightening me). Kepada ibunya juga ia Curhat (mama). Dia juga mengungkapkan ketakutannya pada kematian dengan cara yang nelangsa:
I don’t want to die
Sometimes wish I’d never been born at all.
***
Dave Robinson dan Chri Barratt senada. Manusia, kata mereka, adalah produk masyarakat tertentu. Ia adalah anak zamannya. Manusia tidak membentuk diri sendiri. Opini-opini pribadi dibentuk oleh masyarakat tempat tinggalnya. Maka Al Farabi (870 - 950 M) kemudian menjadi fenomenal.
Ia cemas hati melihat perpecahan khalifah dan kemunduran masyarakat Islam pada masa itu. Maka lahirlah ide-ide filsafatnya yang meneguhkan jati dirinya sebagai orang yang berpengaruh di zamannya. Filsafat emanasi-nya kemudian menjelaskan bahwa Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua, dan juga mempunyai substansi. Ia disebut Akal Pertama (first intelligent) yang tak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama dan dari pemikiran ini timbullah wujud ketiga, disebut Akal Kedua.
Puluhan tahun kemudian Imam al Ghazali (wafat 1111 M) menyingkap kerancuan pemikiran Al-Farabi—juga ada Ibnu Sina yang disinggung. Sang Imam, mengindikasikan ajaran mereka berimplikasi kufur, di antaranya yang menyebutkan bahwa alam semesta ini kekal abadi.
Puluhan tahun setelah wafat Imam Al Ghazali, muncullah Ibnu Rusyd (wafat 1198 M). Ia juga seorang yang luar biasa; ia filsuf, ahli fikih tapi juga ia dokter kerjaan. Ia kemudian menambah hingar bingar dialog filsafat yang berlangsung secara senyap itu. Kebenaran falsafi mustahil bersanding dengan kebenaran agama, katanya nyaring.
Ini pertentangan yang dinamis yang mengalahkan penggalan-penggalan waktu. Kayak kata Tompi, “Waktu Tak akan Mampu”. Mungkin ini seperti ketika Heraklitos berpendapat bahwa hakikat kenyataan adalah perubahan. Tapi Parmanides tak setuju, karena baginya hakikat kenyataan adalah yang tetap.
Ribut-ribut soal ini, Plato kemudian seolah mengambil posisi tengah. Katanya kenyataan, adalah alam ide yang tetap dan yang alam nyata yang berubah. Tapi baginya alam ide adalah hakikat sesungguhnya, karena alam nyata cuma bayangan.
Tapi nanti dulu. Aristoteles tak sepenuhnya setuju dengan sang guru. Kalau Plato cenderung pada alam ide, Aristoteles menyusun 12 kategori logika yaitu esensi (satu kategori) dan aksidensi (11 kategori). Amicus Plato sed Magis amica veritas, cintaku pada kebenaran melebihi cintaku pada guru, kata Aristoteles.
***
Khazanah akal adalah sesuatu yang sudah Tuhan tempatkan berada pada maqam yang tinggi. Dia hanya mungkin dimasuki orang yang dengan penuh seluruh menggunakan akalnya. Percikan-percikan akal ini akan sahut-sahutan melintasi perjalan waktu. Itu sebabnya khazanah ini punya umur yang panjang, bahkan melampaui hitungan peradaban.
Mereka yang terlibat di dalamnya secara sadar akan mengambil jarak dengan hal-hal yang bersifat pragmatis, praktis. Ini karena langkahnya terlalu lebar untuk menapaki persoalan yang sekedar aplikatif.
Tapi menjadi pragmatis sendiri bukan berarti sama sekali mengesampingkan akal--ciri utamanya adalah mendominasi kepentingan syahwat di sana--hingga engkau tak lagi bisa membedakan antara realitas dengan fantasi, antara beretorika dengan ngibul, antara keinginan dengan kebutuhan, dan antara ambisi dengan tekad suci. Freddy Mercury adalah contoh yang sungguh lengkap. Simaklah lirik di awal lagunya itu:
Is this the real life? Is this just fantasy?
Caught in a landslide, No escape from reality
Posting Komentar