Oleh : Dedi Sahputra
Ada sederetan kegembiraan dan kebahagiaan yang melingkupiku. Kalau disebutkan satu per satu tak kan habis waktu untuk mencukupkannya. Anda bayangkan, setiap melihat apapun, aku merasa kebahagiaan itu, paling tidak kesenangan.
Bahkan ketika melihat kemiskinan, ada kegembiraan di sana. Anda tentu pernah nonton TV toh. Coba simak bagaimana kemiskinan disajikan menjadi kegembiraan, menjadi sebuah hiburan.
Ketika seorang miskin tiba-tiba didatangi orang yang memberikan segepok uang yang tidak pernah dilihatnya seumur hidup. Kemudian secara cepat dia juga harus menghabiskannya. Mata si miskin yang nanar, mulutnya yang menganga dengan bibir yang kisut dan gemetaran, sungguh menjadi sebuah adegan yang menarik perhatian penonton.
Belum lagi ketika dia harus berlari-lari menghabiskan uang itu dalam waktu singkat. Dia lari gontai ke sana kemari, tergopoh-gopoh. Mungkin dia sedang sangat gembira, saking gembiranya hingga lebih mirip orang kesurupan. Tapi adegan seperti ini tidak saja menarik perhatian tetapi juga menghibur walaupun saya tidak menyukainya.
***
Satu lagi kebahagiaan saya adalah setiap kali melihat bunga-bungaan yang sengaja ditanam di halaman rumah kami. Setiap pagi-pagi sekali saya buka pintu, mereka seolah menyapa dengan mesra. Saya selalu menjawabnya dengan menghirup udara dengan tarikan nafas yang panjang sebelum melepaskannya dengan perlahan. Anda boleh percaya, ini sungguh nikmat.
Tapi pernah suatu kali kebahagiaan saya ini terganggu. Meskipun dengan rajin saya sirami, tapi ada di antara bunga-bunga itu yang tumbuhnya tidak normal. Ada yang mulai rontok daun-daunnya, ada yang seperti enggan berbunga, malah ada yang kelihatan meranggas menuju kematian.
Meskipun saya tingkatkan intensitas kerajinan saya menyirami mereka, tapi kondisi tidak berubah. Sampai ketika saya mendapat pencerahan dari seorang yang kenal dengan orang yang ahli soal bunga-bungaan. “Masing-masing bunga itu perlu perlakuan khusus,’’ katanya. Ada bunga yang perlu sering-sering disiram, tapi ada yang tidak perlu sering disiram; ada yang perlu mendapatkan curahan sinar matahari yang banyak hingga harus “dijemur”, ada yang tidak perlu seperti itu, dia cukup berada di bawah bayang-bayang saja.
Karena ingin sekali melihat mereka (bunga-bunga itu) hidup mekar dan bersemi, maka saya coba saran tersebut. Saya relokasi mereka, saya pindahkan dari satu tempat ke tempat lain, dan saya atur ritme menyiram mereka. Hasilnya langsung nampak. Bunga Bougeville itu mulai berbunga, warnanya merah hati, semerah hatiku melihatnya. Rupanya selama ini yang dibutuhkannya adalah sinar matahari yang langsung ke arahnya.
Tapi tidak begitu dengan bunga lain yang kadar air dalam pot-nya sudah kuatur sedemikian rupa. Mereka tetap meranggas, batangnya yang tadinya hijau telah berubah coklat dan layu. Sekarang bahkan menjalari sampai ke pucuknya.
Saya mulai ragu. Jangan-jangan untuk yang ini saya tertipu. Waktu terus berlalu, sehari dua hari, sepekan lebih. Perubahan yang dinanti itu tak juga terjadi. Cukup sudah, mereka mati karena kesalahanku yang tak cakap merawatnya. Maafkanlah aku, aku mohon jangan-lah kalian tuntut aku di hadapan Sang Penguasa di yaumil akhir kelak. Karena ini semata karena kebodohanku, ketidaktahuanku dan kekurangan ilmuku merawatmu. So please…
Tapi nanti dulu. Dari batang kecoklatan dan berdaun layu itu muncul setitik pucuk hijau. Perlahan tapi pasti, seiring waktu, titik itu bertambah dan mereka berubah menjadi garis sepanjang batangan bunga itu. Saya tidak perlu menunggu terlalu lama, ternyata mereka adalah tunas baru yang menyeruak dari dalam batang mati yang terkelupas. Warnanya hijau segar.
Rupanya selama ini diam-diam mereka berproses dalam dirinya. Rangsangan yang diberikan kepada mereka telah memberikan “darah segar”. Dengan cepat mereka melakukan “reinkarnasi”. Kelopak bagian luar merelakan dirinya melakukan proses pembusukan dengan lebih cepat untuk memunculkan tunas baru dalam diri mereka. Sampai akhirnya bunga-bunga itu berproduksi kembali menghasilkan bunga-bunga indah mekar harum nan rupawan. Mereka gembira sekali.
Maka tak ada keraguan lagi, bahwa semuanya itu memang indah. Fa inna ma’al ‘usri yusraa, kemudahan, kebahagiaan itu selalu ada di balik kesulitan. Keindahan, kebahagiaan selalu ada di balik yang buruk. Anda boleh tidak setuju, tapi ada yang gembira sekali di tayangan orang miskin di TV itu.
Posting Komentar