Berkurban, Kontrak Seumur Hidup

Berkurban, Kontrak Seumur Hidup



Oleh : 
Dedi Sahputra

Seandainya perintah berkurban seperti yang diperintahkan kepada Ibrahim as diturunkan sekarang ini, mungkin orang akan bilang imposible. Tidak mungkin ada orang yang mau berkurban seperti itu, tidak mungkin ada perintah seperti itu dari Tuhan, tidak mungkin ada yang percaya dan tidak mungkin-tidak mungkin lainnya. Bahkan hampir pasti Anda akan dibilang gila oleh orang yang menyebut dirinya liberal.

Tentu saja saya tidak bermaksud mengatakan ada perintah semacam itu di zaman ini. Saya juga bahkan akan mengatakan tidak mungkin kalau ada orang yang mengaku mendapat wahyu untuk memenggal leher anaknya. Sama seperti Nabi Ibrahim as yang juga tidak percaya ketika pertama kali dia bermimpi diperintah mengurbankan hartanya yang paling berharga itu.

Tidak pula akan ada anak seperti Ismail, mau secara sukarela digorok bapaknya sendiri. Akal manusia akan menolaknya, orang yang bertindak seperti itu bakal berhadapan dengan petugas dari Polsek dan trial by the mass melalui info gosip. Orang seperti itu akan digolongkan sama seperti Ryan si Penjagal dari Jombang karena melakukan pembunuhan berencana.

Tapi akidah melampaui akal dan hukum positip. Ibrahim as meletakan dasar akidah itu juga tidak secara serta merta. Untuk menegakkan tauhid, Ibrahim telah mengasah kapaknya sedemikian tajam, merubuhkan berhala-berhala kecil dan dengan sengaja meninggalkan berhala yang paling besar dengan kapak yang menggantung di lehernya, untuk menjadi pelajaran komparatif.

Maka ketika akidah sudah tertanam mengganti segala berhala, setiap pengorbanan yang bermuara kepada Tuhan Yang Maha Melihat akan dengan senang hati dijalani. Berkurban akan menjadi kontrak seumur hidup. Maka kalau Anda disuruh memilih menjadi orang yang menganiaya atau dianiaya, maka pilihannya pasti lebih senang dianiaya. Kalau dihadapkan pada pilihan menyakiti hati orang atau ngenes karena disakiti, pasti akan lebih senang disakiti. Atau kalau Anda sedang ditipu orang, mestinya merasa lebih lega daripada Anda yang menipu.

Orang yang berhasil mengusir berhala dari dalam dirinya mampu menyangga nasibnya dengan ringan--punya formulasi: bahwa sepahit apapun yang dialaminya sekarang ini, suatu saat akan terasa manis.

***

Setengah bercanda, seorang teman mengatakan dirinya memang belum menyandang gelar ’H’ di belakang namanya karena dia belum berangkat haji. Tapi harusnya, katanya, dia menyandang gelar ‘S.S.P.Z’. Karena selain haji, empat Rukun Islam yang lain sudah dikerjakannya.

Syahadat sudah sejak sekian lama diikrarkan dan dibacanya dalam setiap shalat. Shalat juga sudah sejak kecil dia mengerjakannya, walau kadang masih saja bolong. Demikian pula dengan puasa dan zakat, setiap tahun dilakoninya hampir tidak pernah absen. Lantas kok hanya haji saja yang punya ’hak’ untuk ditempeli di belakang nama orang. Ini kan gak fair.

Anda boleh juga boleh mengatakannya fair ataupun tidak fair, sesuai dengan ijtihad yang Anda miliki. Sama seperti dalam jamaah shalat Shubuh di sebuah Mushallah di Tengerang. Ketika shaf pertama hampir penuh dan hanya menyisakan tempat untuk satu orang, maka seorang tua berkata lantang, ’’Ayo yang pake peci (pakai baju koko) yang maju.’’ Kalau saja ada yang pakai kaus oblong tanpa peci nyelonong ke shaf depan, mungkin dia akan dicap tak sopan dan tak beradat.

Lebih kurang mirip kisah protes Nashrudin Hoja yang ditolak menghadiri pesta di istana karena pakaiannya yang apa adanya. Diapun ganti pakaian yang bagus dan datang lagi. Namun pakaian itu kemudian dicopotnya dan memasukannya ke dalam piring dan gelas sambil berkata, ’’Makan dan minumlah karena kamu yang diundang.’’

***

Kurban yang kita laksanakan sekarang ini adalah meneladani Ibrahim as. Haji kita juga untuk menjalankan syariat menziarahi tempat-tempat bersejarah. Tempat di mana Ibrahim merubuhkan berhala-berhala meski harus menentang bapaknya sendiri.

Tapi berhala itu ternyata terus menerus malih rupa dari satu bentuk ke bentuk lain, dari satu kondisi ke kondisi lain. Bahkan ketika shalat di Musholla tadi, berhala itu masih berubah wujud ke dalam bentuk peci dan baju koko.

Posting Komentar