Ulama Riwayatmu Kini

Syekh Ali Jaber

Sejak  Syekh Ali Jaber wafat, 14 Januari 2021 lalu, banyak orang kehilangan, bukan saja keluarganya, tetapi juga para jamaah beliau, bahkan kaum muslimin secara umum. Beliau sering mendakwahkan tentang al-Quran. Pentingnya kaum muslimin selalu bersama al-Quran. Ulama yang hafal al-Quran ini sangat populer karena dakwahnya.


Sebelumnya, sudah banyak ulama lainnya yang juga wafat. Sepanjang tahun 2020 lalu adalah 207 ulama yang wafat. Sejak awal tahun ini ada 13 ulama wafat hingga hari ini Senin, 18 Januari 2021.


Sedangkan nama-nama ulama yang wafat di awal tahun ini, yang mungkin kamu juga udah kenal dengan beliau-beliau. KH Salahuddin Wahid atau yang dikenal dengan Gus Sholah, Pengasuh Ponpes Tebuireng (wafat 2 Februari 2020);  KH Hasyim Wahid (wafat 1 Agustus 2020), beliau adalah kakaknya Gus Sholah; KH Fuad Mun’im Djazuli (wafat 17 Oktober 2020), Pengasuh Ponpes Ploso, Kediri; KH Abdullah Syukri Zarkasyi (wafat 21 Oktober 2020). Almarhum adalah Pimpinan Pesantren Darussalam Gontor, Jawa Timur, dan beliau adalah putra pertama dari KH Imam Zarkasyi yang merupakan salah satu dari trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Dan, masih banyak lagi. Sedih.


Sobat, kalo mau dibandingin sih, jelas jauh banget. Kejauhan malah. Kita cuma remah rengginang, sementara ulama itu bak bintang-bintang di langit. Ulama adalah para pewaris nabi. Kita, hanya seonggok debu yang entah apa artinya tanpa ilmu yang diberikan Allah Ta’ala melalui para ulama yang mengajarkannya lagi kepada kita.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169)


Selain itu, jasa mereka  sangat banyak, buat generasi kaum muslimin. Para ulama menyebarkan Islam sepenuh hati. Ikhlas membimbing umat. Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah para sahabat yang menyebarkan Islam hingga ke berbagai wilayah. Lalu disambung para tabiin (pengikut sahabat), lalu tabiut tabiin (para pengikut tabiin), dan berlanjut hingga masa kita saat ini. Ribuan, mungkin ratusan ribu ulama sudah menunaikan tugasnya dalam menyebarkan risalah kenabian ini. Bersyukurlah jika kita mendapatkan ilmu dari para ulama.


Jika ulama udah banyak yang wafat, itu artinya orang yang menyebarkan ilmu agama makin berkurang. Permasalahan-permasalahan baru belum tentu bisa terselesaikan jika orang yang ahli di bidangnya sudah tiada. Memang ada buku-buku hasil pemikiran para ulama. Insya Allah itu juga akan memberikan tambahan ilmu yang banyak bagi kita. Namun, tetap saja ketika ulama wafat, artinya sebaran ilmu akan ikut berhenti. Khawatirnya lagi, sepeninggal para ulama, hanya orang-orang bodoh yang mendominasi di segala aspek kehidupan. Malah ada yang diangkat sebagai pemimpin. Ini tentu berbahaya. Sebab, bukannya memberi manfaat, tapi malah menebar mudharat.


Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa asy-Sya’bi berkata, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”


Bener terasa banget  sekarang. Ulama banyak yang wafat, yang tampil saat ini di panggung kebebasan yang disediakan media massa dan media sosial adalah orang-orang bodoh dan jahat. Mereka bahkan menghina dan merendahkan marwah para ulama. Anehnya lagi, malah ada yang mendukung dan membela orang-orang bodoh dan jahat ini. Nggak usah disebutin namanya, nanti mereka merasa besar kepala. Kayaknya kamu udah pada tahu dah, siapa orang-orang bodoh dan jahat itu. Kata kuncinya, mereka dipelihara istana, sebagai buzzer.


Ya, ini berarti udah pertanda di akhir zaman. Jangankan jasanya dihargai, para ulama kini banyak juga yang dipersekusi. Dihina dan direndahkan bahkan dijeboloskan ke dalam bui. Mereka yang membenci ulama amat berisik di media sosial. Udah nggak ada adabnya karena komentar-komentar mereka sangat menyakitkan dalam merendahkan para ulama. Waspada pula bagi kita agar jangan sampai kepeleset jadi sesat karena tergoda atau terpedaya dengan makar jahat mereka. 


Di dalam Shahih al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhuma secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 60)


Maka dari itu, dari kejadian-kejadian ini  perbanyak istighfar dan kuatkan semangat untuk ibadah dan menuntut ilmu. Jangan nyantai, ini sudah warning banget. Ulama banyak yang wafat, yang masih ada di tengah kita pun malah dipersekusi dengan cara dihina dan direndahkan oleh orang-orang bodoh dan jahat. Ini masa fitnah. Kita nggak boleh tinggal diam. Harus siap membela ulama dan berjuang bersama mereka. 

Jadi, mumpung masih ada waktu, mumpung masih sehat, mumpung akal kita masih selamat karena tetap taat syariat, yuk kita perbaiki diri dengan menambah tsaqafah Islam. Siapkan diri untuk menerima ilmu yang tentu ketika meraihnya tak mudah. Siapkan pikiran dan tenaga karena mencari ilmu bukan perkara gampang. Manfaatkan pula berbagai media sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan ilmu yang sudah didapat.  



Persiapan utama yang wajib kita miliki sekarang ini adalah ilmu dan iman. Ilmu yang harus kita pelajari tentulah tentang seluk beluk fitnah akhir zaman. Jangan sampe kita bengong planga-plongo nggak ngerti apa-apa. Seperti contohnya di masa sekarang, kita malah ributin soal vaksin Covid-19. Pro dan kontra sih biasa, tapi jangan sampai bablas jadi saling menghina dan saling memusuhi. Selain itu, harus berpikir jauh ke depan. Jangan mau dibodohin. Jangan polos-polos amat, gitu lho. Konspirasi elit global (walau disangkal dan dicemooh) oleh mereka yang benci teori konspirasi, mestinya tidak dipandang sebelah mata. Sebab, itu masih mungkin. Bahkan ada ulama yang berpendapat bahwa Covid-19 ini virus buatan manusia dan direncanakan pihak tertentu untuk melemahkan umat Islam dari sisi fisik dan ekonomi serta kedaulatan. 


Nah, itu sebabnya, ilmu aqidah (tauhid) yang benar sesuai dengan generasi salafus shalih atau generasi orang-orang terdahulu, yaitu Rasulullah, para sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin, ini yang wajib dipelajari dan ditingkatkan pemahamannya. Hanya dengan iman dan tauhid yang lurus itulah kita akan terselamatkan dari fitnah dajjal. Ketika iman dan tauhid kita masih bengkok, maka kita tidak akan selamat dari fitnah akhir zaman. Maka, memohonlah pertolongan dan rahmat Allah Ta’ala. Nggak bisa sekadar ngandelin akal dan tenaga kita.


Selain itu, kita kudu memahami karakteristik musuh-musuh Islam dan pastikan kita tidak termasuk di antara mereka. Di zaman fitnah itu, kawan kadang jadi lawan. Seiring sejalan awalnya, tetapi di tengah jalan menggunting dalam lipatan. Berseteru dalam satu persoalan yang masih mungkin berbeda. Kenapa tidak dicari jalan damai, bukan malah saling membantai?


Nah, karena sekarang sepertinya bejibun kelompok dan ormas serta perkumpulan lainnya, maka wajib memahami karakteristik firqatun naajiyah (golongan yang selamat) dan pastikan kita termasuk dalam kriterianya. Kita kudu mencari. Jangan sampe pula gara-gara ashobiyah, lalu ikatan ukhuwah Islamiyah malah yang diputus. Bahaya, itu mah!


Latihan fisik dengan bela diri, memanah, berkuda, berenang, insya Allah diperlukan. Saya teringat seorang ustaz yang jago beladiri, beliau bercerita bahwa target saat ini adalah ingin bisa memanah dan berkuda. Alasan beliau, jangan sampe ketika segala kemajuan teknologi lenyap lalu kita nggak bisa apa-apa dan menjadi santapan empuk musuh-musuh Islam. Dipikir-pikir bener juga ya. Akhirnya saya juga kebawa ikutan belajar memanah dan mencoba berkuda. Walau, ya, belum konsisten. Waduh!


Yuk, siapkan segalanya. Terutama iman dan ilmu. Bersyukur bila ilmu yang kita dapatkan bisa mengangkat derajat jadi ulama. Bila tak mampu jadi ulama, setidaknya menjadi pembela ulama bila mereka dipersekusi.



Posting Komentar