Bencana Silih Berganti, Penguasa Abai Tanpa Antisipasi

 

Bencana Silih Berganti,  Penguasa Abai Tanpa Antisipasi


Memasuki tahun 2021 negeri ini diwarnai terjadinya bencana beruntun dalam waktu kurang dari sepekan. Berbagai bencana serta musibah yang melanda Indonesia hingga menyisakan duka mendalam bagi semua pihak.

Mulai dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh pada Sabtu (9/1/2021). Sebanyak 62 orang yang merupakan penumpang serta awak pesawat meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut.

Kemudian banjir bandang melanda Provinsi Kalimantan Selatan sejak tanggal 10 Januari 202. Badan nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat banjir bandang akibat hujan berintensitas tinggi ini merendam ribuan rumah warga.

Banjir merendam sejumlah wilayah sejak hujan deras mengguyur kawasan Kalimantan Selatan pada 9 Januari 2021. Pada Kamis 14 Januari 201 banjir memutus akses jalan nasional di Kalimantan Selatan.

Disusul dengan bencana longsor di Sumedang, Jawa Barat pada 2021 yang berdampak pada korban jiwa dan materi. Sebanyak 25 korban ditemukan tewas dan 15 lainnya belum ditemukan. Bencana ini membuat operasi yang dilakukan tim SAR Indonesia diperpanjang.

Bencana di Indonesia berlanjut dengan gempa bumi yang mengguncang Mamuju, Sulawesi Barat, 15 Januari 2021 dengan magnitudo 6,2. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, pusat gempa berada di 6 kilometer timur laut Majene. Pusat gempa berkedalaman 10 kilometer.

Sebelumnya, pada Kamis (14/1/2021) sekitar 13.35 WIB, Majene juga diguncang gempa dengan kekuatan magnitudo 5,9. Diperkirakan lebih dari 15.000 warga mengungsi akibat musibah ini.

Masyarakat Indonesia di wilayah lereng Merapi juga harus terus waspada dengan potensi bencana berupa erupsi yang terjadi. Sampai pagi ini, Minggu (17/1/2021) tercatat ada 36 kali guguran lava pijar yang dimuntahkan Gunung Merapi.

Seperti diketahui, Gunung Merapi memasuki fase erupsi sejak 4 januari 2021. Sampai saat ini gunung tersebut telah memuntahkan lebih dari 100 kali lava pijar dan tujuh kali awan panas.

Bencana Indonesia yang terbaru adalah letusan Gunung Semeru di wilayah Jawa Timur pada Sabtu (16/1/2021) pukul 17.24 WIB. Gunung yang berada di wilayah Kabupaten Malang dan Lumajang itu mengeluarkan awan panas sejauh 4,5 kilometer. Pihak BNPB mengimbau warga waspada terhadap potensi hujan abu maupun banjir lahar dingin dari gunung berapi aktif yang berstatus Waspada tersebut.

Inilah rentetan bencana yang terjadi di Indonesia, semua ini terjadi di saat covid-19 masih belum berakhir bahkan kasusnya semakin melonjak setiap hari. Semua bencana ini tentu harus disikapi dengan benar oleh kaum muslim. Sejatinya semua itu bagian dari sunatullah atau merupakan qadha dari Allah Swt. Tak mungkin ditolak atau dicegah.

 Diantara sikap dalam menghadapi qadha ini adalah sikap ridha dan juga sabar. Baik untuk korban atau keluarganya.  Bagi kaum mukmin qadha ini merupakan ujian dar Allah Swt sebagaimana fiman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 155 yang artinya:

"Sungguh kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa ketakutan,  kelaparan dan juga berkurangnya harta, jiwa,  dan buah-buahan.  Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."


Selain sebagai ujian,  bencana apapun yang menimpa kaum mukmin sesungguhnya bisa menjadi wasilah penghapusan dosa-dosanya. 


Namun ternyata, sabar dan ikhlas bagi kaum mukmin di negeri ini tidak mampu menghentikan berbagai bencana.  Karena sesungguhnya berbagai bencana terjadi selain qadha dari Allah juga karena tidak diterapkannya syaria Allah di bumi-Nya. Seperti hari ini kezaliman terjadi dimana-mana,  ketidakadilan sudah menjadi tabiatnya sehingga Sang Pemilik bumi marah karena kesalahan manusia. 

Akibat penguasa tidak menerapkan hukum Allah,  membuat bencana terjadi tiada henti. Sekulerisme kapitalis yang dibanggakan pun tak mampu menyudahi bencana ini. Sebab bencana dan musibah yang berulangkali terjadi dan telah memakan banyak korban,  ternyata belum cukup jadi pelajaran bagi pemerintah untuk segera melakukan langkah setrategis. Masyarakat yang tak memiliki pengetahuan tentang peta wilayah rawan bencana akhirnya tak punya pilihan untuk bermukim di tempat tersebut.

Sebenarnya,  wilayah Indonesia yang rawan gempa seharusnya bisa diantisipasi dengan bangunan tahan gempa dan berbagai riset geologi.  Bahkan diantara para ahli konstruksi berpendapat gempa 7 SR sekalipun seharusnya tidak mencelakakan. Namun hal ini,  diabaikan oleh penguasa.

Inilah bentuk kelalaian pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan segala sesuatu yang berbahaya bagi masyarakat. Kelalaian ini adalah bagian dari kemaksiatan, maka tak heran jika bencana terus menghampiri negeri ini.  

Imam Al Haramain (w.  478 H)  menceritakan,  bahwa pada masa kekhalifahan Umar ra,  pernah terjadi gampa bumi. Khalifah Umar ra langsung mengucapkan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla. Saat itu bumi sedang berguncang keras, kalifah Umar ra lalu memukul bumi dengan cambuk bumi sambil berkata:

"Tenanglah engkau, bumi bukankah aku telah berlaku adil kepadamu."


Seketika bumi pun berhenti berguncang. Imam al Haramain menjelaskan, mengapa hal itu bisa terjadi. Sebab khalifah Umar ra adalah Amirul mukminin secara lahir dan batin. Beliau adalah khalifah Allah bagi bumi dan penduduknya.

Alhasil,  keadilan umat sebagai khalifah Allah Swt di muka bumi, sanggup menjadikan bumi bersahabat dengan manusia.  Sebaliknya kezaliman penguasa bisa menyebabkan bumi terus berguncang. Saat menafsirkan surah Ar-Rum ayat 41 mengutip pernyataan Abu al-'Aliyah tentang perusakan bumi.  Kata Abu Al-'Aliyah:

"Siapa saja yang bermaksiat di bumi, maka sungguh ia telah merusak bumi. Sungguh kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan kepada Allah Swt." (Ibnu Katsir Tafsir Al-Quran Al 'Azhim 320/6)

Karena itu satu-satunya cara untuk mengakhiri ragam bencana ini, tidak lain dengan segera bertaubat kepada Allah Swt.  Taubat harus dilakukan oleh segenap komponen bangsa, khususny oleh para penguasa dan pejabat negara.  Mereka harus segera bertaubat dari dosa dan maksiat serta ragam kezaliman. Kezaliman terbesar adalah saat manusia terutama penguasa tidak berhukum dengan hukum Allah Swt.  Sebagaimana firman-Nya surah Al-Maidah ayat 5 yang artinya:

"Siapa saja yang tidak memerintah/berhukum pada hukum Allah Swt turunkan, mereka adalah para pelaku kezaliman."

Karena itu pula taubat terutama, harus dibuktikan dengan kesediaan penguasa mengamalkan dan memberlakukan syariah-Nya secara kaffah dalam semu aspek kehidupan, yakni pemerintahan politik,  hukum,  ekonomi,  sosial,  dan sebagainya.  Jika syariah Islam diterapkan secara kaffah tentu keberkahan akan berlimpah ruah memenuhi bumi.

Posting Komentar