Oleh : Widhy Lutfiah Marha
Bulan November identik dengan bulan pahlawan. Soalnya setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia biasanya suka memperingati momen itu sebagai hari pahlawan. Pahlawan kemerdekaan pembela bangsa dan Negara. Bahkan khas negara nasionalis yang suka mengadakan upacara bendera, mengheningkan cipta bagi arwah para pahlawan juga menjadi menu wajib.
Terlepas dari lirik lagu mengheningkan cipta yang selalu dinyanyikan sebagai bentuk pemujaan terhadap para pahlawan secara berlebihan, pada faktanya jasa para pahlawan itu diabadikan cuma sebatas monumen dan museum.
Tidak itu saja, pahlawan juga banyak yang dibuatkan patungnya. Bukannya menghormati dan menghargai, para pahlawan ini malah dipuja-puja berlebihan sehingga menghilangkan esensi makna kepahlawanan itu sendiri. Mereka toh tak pernah meminta untuk dipuja dan dipuji sedemikian rupa. Mereka hanya ingin agar perjuangan yang telah dilakukannya diteruskan dengan sebaik-baiknya.
Padahal, jasa mereka tidak diragukan dalam membela kebenaran. Ketika kebenaran dirongrong, maka para pahlawan tidak tinggal diam. Secara alamiah muncul ke permukaan, dengan gagah dan berani mempertahankan dan membela kebenaran dan nasib orang banyak apa pun risikonya. Jangankan waktu, tenaga, dan harta benda, bahkan nyawa, jika memang diperlukan, pun akan dikorbankan.
Ketika di negeri kita, tiga abad lamanya sebelum 17 Agustus 1945, penjajahan sungguh sangat menyengsarakan rakyat negeri ini. Terpuruk dalam kebodohan dan kemiskinan karena sumber daya alam yang seharusnya dinikmati pribumi, dirampas dan diangkut oleh para penjajah. Belum lagi teror fisik dan psikis, selalu menjadi momok yang menakutkan.
Tentu, para pahlawan tidak tinggal diam. Secara alamiah mereka bermunculan, merepotkan para penjajah. Para pahlawan ini sadar, bahwa manusia diciptakan bukan untuk saling menjajah, melainkan untuk saling memuliakan, menghormati hak masing-masing. Maka penjajahan seharusnya enyah dari Indonesia, bahkan juga harus enyah dari belahan bumi mana pun.
Para pahlawan ini pun bangkit mengangkat senjata. Banyak dari mereka yang gugur. Namun demikian, berkat keringat dan darah mereka, kita semua setidaknya kita bisa lepas dari tekanan moncong-moncong senjata penjajah.
Begitulah pengorbanan Para pahlawan, mereka selalu berdiri digarda terdepan dalam melawan musuh. Dan ketika kita mengenal indahnya Islam pun tidak terlepas dari jasa para pahlawan. Dulu, ketika pertama kali Islam turun, ia begitu kecil dan tertindas oleh kekejaman kaum Quraisy. Para pahlawan pun nggak tinggal diam. Mereka mulai bermunculan, sepenuh hati mendampingi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memperjuangkan Islam. Harta, bahkan nyawa, mereka korbankan demi melihat kejayaan Islam di atas muka Bumi. Malah, setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam wafat, semangat mereka nggak ikut padam. Para pahlawan Islam ini terus berjuang, melalui generasi ke generasi, hingga akhirnya Islam bisa sampai ke hadapan kita semua saat ini
Karena, sejatinya, Islam adalah yang menjadi motivator utama perjuangan mereka ketika akidah dan syariah yang saat itu menjadi peraturan kesultanan-kesultanan Islam di nusantara, diinjak-injak oleh para imperialis Belanda dan ‘balad korawanya’ macam Portugis dan Inggris
Terlebih lagi yang membuat miris, status kepahlawanan seseorang tergantung dari sudut pandang suatu komunitas terhadap sosok tersebut. Seseorang dipandang sebagai pahlawan oleh suatu komunitas, tetapi komunitas lainnya memandang orang tersebut sebagai pengkhianat atau pemberontak. Misalnya sosok Pangeran Diponegoro.
Dalam tinjauan bangsa Indonesia, Pangeran Diponegoro adalah seorang pahlawan dalam merebut dan memperjuangkan kemerdekaan nusantara. Sebaliknya, dalam tinjauan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, Pangeran Diponegoro adalah seorang pemberontak, sehingga harus ditumpas. Selain itu, sosok Bung Tomo adalah salah satu pahlawan Indonesia yang telah mengobarkan semangat jihad bangsa Indonesia melalui orasi dan pekikan takbirnya.
Pidato Bung Tomo menjelang 10 November 1945 itulah yang berhasil membangkitkan keberanian arek-arek Suroboyo, dari rasa takut yang mencekam untuk bangkit melawan kezaliman kaum penjajah. Namun naas, karena sejarah milik penguasa. Nasib Bung Tomo tiada ubahnya bak pesakitan dan pengkhianat bangsa. Ia di penjara oleh rezim yang berkuasa.
Padahal faktanya, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, Pattimura, Sultan Hasanuddin, Fatahillah, Bung Tomo bukanlah pemberontak tapi berjuang melawan penjajah. Sejatinya, Islam adalah yang menjadi motivator utama perjuangan mereka ketika akidah dan syariah yang saat itu menjadi peraturan kesultanan-kesultanan Islam di nusantara, diinjak-injak oleh para imperialis Belanda dan ‘balad korawanya’ macam Portugis dan Inggris.
Hal inilah yang seringkali disembunyikan dari kita, seolah-olah kesan yang ditimbulkan adalah para pahlawan itu sangat nasionalis sekali perjuangannya. Pada faktanya, para pahlawan itu tak mengenal istilah nasionalisme ketika itu. Mereka berjuang karena dorongan akidah Islam karena penjajah mulai menginjak-injak harga diri mereka sebagai manusia.
Menghargai jasa pahlawan bukan dilafalkan dimulut atau hanya berbentuk seremonial belaka dengan mengheningkan cipta pada upacara bendera.Selain itu, untuk menghargai jasa para pahlawan adalah menjalankan roda pemerintahan negeri ini dengan baik dan benar. Baik artinya adalah dikelola oleh mereka yang memang orang baik dibidangnya. Bukan hanya profesional namun juga berakhlak mulia sehingga jauh dari niat dan tindakan korupsi ataupun hal-hal yang merugikan rakyat. Benar artinya adalah negeri ini dikelola dengan aturan yang benar. Aturan yang benar ini sudah diberikan panduannya oleh Yang Maha memiliki kebenaran berupa syariat Islam dalam segenap aspek kehidupan.
Pahlawan dalam Islam adalah orang yang berani memperjuangkan Islam sampai ia dimenangkan atau mati dalam perjuangan tersebut
Islam telah menjelaskan konsep pahlawan dalam Islam. Pahlawan dalam Islam adalah orang yang berani memperjuangkan Islam sampai ia dimenangkan atau mati dalam perjuangan tersebut. Orang-orang yang berjuang itu pun tidak memperdulikan apakah ia bakal mendapat penghargaan atau tidak dari institusi manapun, yang mereka harapkan adalah keridhaan dari Allah SWT.
Dalam bentangan sejarah peradaban Islam, Negara Khilafah telah banyak melahirkan generasi-generasi pahlawan sejati seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Saad bin Abi Waqqash yang menjadi panglima yang menundukkan Persia, Khalid bin Walid yang menjadi pahlawan agung dalam penaklukan di abad ke 7. Islam sangat menaruh perhatian besar dalam melahirkan generasi islami yang berkarakter pemimpin dan pahlawan. Itulah generasi yang berkepribadian islami (syakhshiyah islamiyah) pahlawan sejati yang sesungguhnya.
Posting Komentar