Oleh : Dedi Sahputra
Provokasi itu terjadi lagi. Sesuai janjiNya, orang-orang itu tidak akan pernah senang. Desingan kebencian itu begitu terasa menyengat. Sekedar memancing emosi supaya kemudian bebas mencaci maki; konservatif, fundamenalis, agama kekerasan, garis keras atau mungkin teroris.
Begitulah polanya. Bentuknya kali ini adalah perlombaan menggambar kartun Rasulullah Muhammad SAW. Muncul begitu saja di jejaring pertemanan facebook, sebuah akun yang sangat provokatif bernama Everybody Draw Mohammed Day. Di halaman grup yang dibuat 25 April lalu itu, pengelolanya mengajak pengguna facebook di seluruh dunia menggambar sosok Nabi Muhammad tepat pada 20 Mei 2010.
Ada 64.387 lebih pengguna Facebook yang menyatakan suka terhadap grup tersebut. Sedangkan yang menyatakan akan hadir dalam acara itu lebih 15.256 orang, 5.469 orang masih pikir-pikir, dan 31.759 tidak akan hadir.
Seruan boikot pun terdengar. Respons umat Muslim beragam, ada yang sami’na wa atha’na, ada yang tidak merasa terganggu sama sekali, tidak sedikit pula yang tak mendengar kasus ini. Pemerintah Pakistan sudah lebih maju, memblokir sementara akses terhadap facebook negara ini juga membuka jejaring tandingan dengan nama millatfacebook.com.
Lantas, sebuah blog dari sebuah situs media terkemuka di nusantara menyajikan berita ini dengan nada yang terkesan santun, tapi sebetulnya sangat sinis. Dalam lead-nya dia menulis: Para pengguna Internet di Indonesia kembali diuji kedewasaan dan kearifannya. Setelah kasus pernyataan rasial seorang mahasiswa Bandung di Facebook yang memicu heboh pekan lalu, kini ada lagi peristiwa yang membuat kegegeran...
Tentu saja sinis. Dia memberi garis yang sangat tegas; dewasa dan arif. Gak perlu marah-marah, toh cuma gambar kartun ini. Apalagi sampai menimbulkan gejolak, kan semakin banyak yang rugi. Dia seolah-olah mengatakan, kalau umat Muslim mau menerima dan memaklumi hal ini, maka itu artinya dewasa dan arif. Tapi kalau marah-marah, pake demo segala, apalagi sampai anarkis, maka itu namanya tak dewasa dan tak arif.
***
Marah...?
Orang biasa marah kalau mobil atau sepedamotornya diserempet dari belakang, orang marah kalau rumahnya kemalingan, orang marah kalau ceweknya direbut cowok lain, orang marah kalau dia ditipu, orang marah kalau “lahan rezekinya” ditelikung saingan atau kalau ada orang ngutang tapi lupa bayar. Ini yang disebut marah.
Tapi ketika seorang manusia agung, Rasulullah Muhammad SAW yang jadi panutan dunia akhirat dilecehkan dengan sangat hina, maka kata marah itu kehilangan maknanya. Sama sekali tidak tepat. Grade-nya tertinggal jauuuuuh di bawah.
Anda mungkin pernah mendengar rayuan seorang Playboy Cap Lonceng seperti ini “engkaulah jantung hatiku, beib”. Tentu saja ini adalah gombal yang sangat tradisional, kalau tak mau dibilang murahan. Karena dia adalah peniru, sekedar meniru saja.
Tapi bagi orang beriman, sejak dia menyadari telah mengikrarkan Laa ilaaha Illallah Muhammadarasulullah, maka Muhammad SAW adalah jantung dan hatinya.
Orang beriman mencintai Rasulullah dengan jantung dan hatinya, dengan setiap detakan darah yang mengalir di sekujur tubuhnya, setiap tarikan nafasnya. Orang beriman mencintai Rasul dan memendam rindu sepanjang hidupnya untuk bertemu Rasulullah. Rindu yang tak pernah bersekat, cinta yang merupakan emosi kebajikan yang meledakkan semangat memberi dalam jiwa. Itu rindu dan cinta kepada rembulan yang memantulkan sinar matahari.
Orang beriman mencintai Rasulullah lebih dari dia mencintai keluarga, harta, dan bahkan nyawanya sekali pun. Muhammad SAW merupakan sosok yang namanya paling sering disebut. Lidah orang Mukmin hampir tiada pernah kering menyebut namanya. Di tengah kekhusyukan memuji dan bershalawat itulah mereka, dan kaum kafir itu melecehkan beliau berulang-ulang.
***
“Saya Islam, dan bagi saya tidak ada orang dalam Islam yang lebih pantas saya cintai daripada Rasulullah Muhammad SAW. Tapi soal gambar, saya termasuk orang yang tidak keberatan Rasulullah digambar, tentu saja dalam ilustrasi yang terhormat… Karikatur pun, dalam bentuk dan konteks yang menghormati, mengagungkan, bukan menghina, saya pikir tidak masalah.”
Ini adalah salah satu komentar dari tulisan di blog yang saya sebutkan tadi. Sejatinya orang yang katanya Muslim, yang berpandangan seperti ini cukup banyak. Bagi saya setidaknya mereka termasuk dalam dua pengelompokkan besar; kalau tidak naïf sekali tentu mereka adalah penentang sejati. Yang pertama adalah orang yang terikut arus opini yang menyesatkan dan malas meng-upgrade pemahamannya tentang agamanya, sedangkan yang kedua adalah orang-orang fasik yang secara sadar memilih menjadi musuh Islam. []
Posting Komentar